Pojoh Humam Hamid

MSAKA21: Gender Aceh Abad 15, Ratu Nahrisyah dari Pasai – Bagian XIX

Keunikan Samudera Pasai terletak pada kemampuannya menerima dan menempatkan perempuan sebagai penguasa

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HO
Prof. Dr. Ahmad Humam Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, 

Islam di Pasai bukan agama dogmatik, tetapi agama yang lentur, yang menyerap adat setempat dan memberi fondasi moral bagi dunia yang sedang berubah.

Tradisi sosial di wilayah ini--yang sejak pra-Islam sudah mengenal sistem bilateral dan peran penting perempuan--memberi ruang bagi munculnya pemimpin seperti Nahrisyah. 

Ia bukan anomali, melainkan kelanjutan dari nilai lokal yang bersenyawa dengan Islam. 

Maka, kepemimpinannya bukan sekadar kisah ratu salehah, melainkan cermin dari keunikan Aceh pada masa itu, di mana agama, ekonomi, dan gender berpadu dalam keseimbangan yang khas.

Melalui Nahrisyah, kita melihat wajah Islam yang manusiawi, lentur, dan penuh nalar. 

Ia menandai batas antara kejayaan dan senja Samudera Pasai--antara spiritualitas dan pragmatisme, antara tradisi lokal dan nilai universal. 

Batu nisannya bukan hanya simbol kematian, tetapi pernyataan hidup dari sebuah peradaban yang pernah menjadikan perempuan, iman, dan akal budi berdiri sejajar dalam sejarahnya.(*)

 

*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

Isi artikel dalam Pojok Humam Hamid menjadi tanggung jawab penulis

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved