Sidang Kasus Doka 2018
Orang Dekat Irwandi Yusuf Bisa Didakwa Pasal Suap terhadap Penyelenggara Negara, Ini Kata Ahli Hukum
Solehudin dihadirkan oleh terdakwa Teuku Saiful Bahri yang didakwa menerima suap bersama-sama Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ahli hukum pidana dari Universitas Bhayangkara Surabaya, Solehudin mengatakan bahwa warga sipil bisa saja dikenakan pasal suap terhadap penyelenggara negara.
Syaratnya, warga sipil tersebut terbukti secara bersama-sama dengan penyelenggara melakukan tindak pidana korupsi.
Hal itu dikatakan Solehudin saat memberikan keterangan sebagai ahli di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019).
Solehudin dihadirkan oleh terdakwa Teuku Saiful Bahri yang didakwa menerima suap bersama-sama Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.
"Bisa diterapkan, tetapi harus di-juncto atau dihubungkan dengan penyertaan atau pembantuan," ujar Solehudin.
Baca: Terkait Kasus Dermaga Sabang, Saksi Sebut Irwandi Yusuf Terima Uang Sekitar Rp 29,89 Miliar
Baca: Sidang Kasus DOKA, Kontraktor Mengaku Pernah Serahkan Rp 1 Miliar ke Orang Dekat Irwandi Yusuf
Baca: Tujuh Bulan Pasca OTT KPK di Aceh, Muncul Petisi Rakyat Aceh Tolak Kriminalisasi Irwandi Yusuf
Dalam kasus ini, Saiful dan Irwandi Yusuf didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Adapun, Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 merupakan pasal yang mengatur penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji.
Menurut Solehudin, subjek hukum dalam pasal tersebut adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Dengan demikian, warga sipil biasa tidak dapat didakwa dengan pasal tersebut.
Kecuali, menurut Solehudin, apabila warga sipil tersebut melakukan perbuatan yang memenuhi konsep membantu perbuatan pidana.
Meski demikian, kata dia, jaksa penuntut umum harus menerangkan secara jelas identitas penyelenggara negara sebagai subjek hukum dalam surat dakwaan.
Jaksa juga wajib menguraikan perbuatan yang dilakukan warga sipil yang membantu penyelenggara tersebut.
"Harus ada komunikasi yang intensif dari aktor utama kepada orang yang turut serta melakukan. Jaksa harus menjelaskan ada komunikasi aktif, misalnya pendelegasian tugas," kata Solehudin.

Baca: Jadi Saksi, Fadhilatul Amri Ungkap Peran Steffy Burase Dalam Pemberian Suap kepada Irwandi Yusuf
Baca: Jenguk Irwandi Yusuf, Elite Nasdem Aceh: Waktu Pilgub Jadi Lawan, Tapi Sekarang Harus Kami Dukung
Baca: Ini Isi Lengkap Petisi Rakyat Aceh Hentikan Kriminalisasi Gubernur Aceh Irwandi Yusuf
Dalam kasus ini, Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf didakwa menerima suap Rp 1,050 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Suap tersebut diberikan melalui staf dan orang kepercayaan Irwandi, yakni Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan agar Irwandi mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Sebelumnya, Ahmadi mengusulkan kontraktor yang akan mengerjakan kegiatan pembangunan di Kabupaten Bener Meriah.
Adapun, proyek tersebut akan menggunakan anggaran yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun 2018.
Menurut jaksa, DOKA untuk Kabupaten Bener Meriah sebesar Rp 108 miliar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Hukum Sebut Orang Dekat Gubernur Aceh Bisa Didakwa Pasal Penyelenggara Negara"
Baca: Irwandi Yusuf dan Hendri Yuzal Mengaku Syok karena Diborgol saat Dibawa ke Pengadilan
Baca: Steffy Minta Dikirim Rp 150 Juta Saat Umrah
Baca: Curhat Tentang Irwandi yang Terbelit Masalah Hukum, Darwati: Kamu Itu Tetap Pahlawan Bagi Aceh