Kasus Mursyidah
Kasus Mursyidah: Haji Uma Minta Polisi Usut Pangkalan Penimbun Gas, Diduga Milik Oknum Polisi
Pengusutan itu sudah dihentikan, katanya tidak ada barang bukti. Sementara di dalam (pangkalan) pada waktu itu banyak barang bukti
Penulis: Masrizal Bin Zairi | Editor: Yocerizal
Kasus Mursyidah: Haji Uma Minta Polisi Usut Pangkalan Penimbun Gas, Diduga Milik Oknum Polisi
Laporan Masrizal I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Anggota DPD RI asal Aceh, Sudirman alias Haji Uma mengaku dirinya sudah dua malam mencari informasi dengan menjumpai sejumlah warga terkait situasi sebenarnya dalam kasus Mursyidah.
Mursyidah dituntut atas dugaan perusakan salah satu rumah toko (ruko) di desa itu yang dijadikan sebagai pangkalan elpiji 3 kilogram. Tuntutan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhokseumawe, dalam sidang lanjutan kasus itu di Pengadilan Negeri (PN) setempat, Selasa (29/10/2019).
Saat mencari informasi tersebut, Haji Uma mengaku mendapatkan informasi bahwa pangkalan tempat kejadian perusakan pernah diperiksa polisi dalam kasus penimbunan elpiji. Namun kasus tersebut sudah dihentikan.
"Pengusutan itu sudah dihentikan, katanya tidak ada barang bukti. Sementara di dalam (pangkalan) pada waktu itu banyak barang bukti," ungkap senator Aceh, Haji Uma saat dikonfirmasi Serambinews.com melalui telepon, Senin (4/11/2019).
Dari informasi yang didapatnya, pangkalan itu juga pernah melakukan pelanggaran sehingga izin operasinya dicabut oleh pihak Pertamina. Menurut Haji Uma, pencabutan izin itu menunjukan pembuktian yang valid bahwa adanya kesalahan yang dilakukan pihak pangkalan.
• Pangkalan Melanggar Penjualan Elpiji 3 Kg, Begini Cara Melapor ke Pertamina
• Pengawas Elpiji 3 Kg Sosialisasi di Pidie dan Pijay, Temukan Gas Dijual Rp 35 Ribu
• Pembatasan Elpiji 3 Kg Buat Masyarakat Aceh Tambah Miskin
• Penyebab Elpiji 3 Kg Langka Harus Dicari
"Jadi tidak ada alasan jika disebut tidak cukup barang bukti. Kalau tidak cukup alat bukti dan tidak ada indikator kesalahan yang dilakukan, tidak mungkin Pertamina menyegelnya, dan polisi sudah mengamankan alat bukti pada waktu itu, tapi kok dihentikan dengan alasan tidak cukup alat bukti?" ungkap Haji Uma setengah bertanya.
Kepada Haji Uma, Mursyidah juga mengaku pernah bekerja di pangkalan tersebut selama dua bulan pada tahun 2018. Mursyidah mengaku setiap hari diperintahkan untuk mencabut segel di tabung gas.
"Setelah dua bulan bekerja dia merasa tidak sanggup karena menipu orang miskin, dia keluar. Ketika dia keluar, dia dua bulan kerja dibayar gaji Rp 400.000, padahal pada awalnya dijanjikan Rp 500.000 per bulan," tambah Haji Uma.
Dari informasi yang diperoleh Haji Uma, terungkap pula bahwa pangkalan tersebut milik seorang oknum polisi. Untuk itu, dia meminta pihak berwenang agar menindaklanjuti proses kasus dugaan penimbunan tanpa tebang pilih.
"Menurut saya hukum harus ditegakkan," pungkas senator asal Aceh tersebut.
• Pernah Bekerja di Pangkalan Elpiji, Mursyidah Ditugasi Cabut Segel Tabung Gas dan Digaji Rp 400.000
• Hubungan Aceh dan Turki dalam Pandangan Orang Khasmir, Sejarah yang Sangat Kaya dan Menarik
• Kasus Anak Bunuh Ayah Kandung di Nagan Raya, Terungkap Darah di Parang Sang Ayah
• Rektor Universitas Bung Karno Lantik Putra Gayo, Aldi Yusra sebagai Ketua BEM Fakultas Ekonomi
Informasi yang sama juga diperoleh Serambinews.com Kasi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) dan Humas Kejati Aceh, H Munawal Hadi SH MH ketika ditanyai terkait dugaan kasus penimbunan elpiji yang dilakukan oleh pangkalan tersebut.
Munawal mengatakan bahwa pihak kejaksaan Kejari Lhokseumawe hanya menerima berkas kasus dugaan perusakan pangkalan dari penyidik Polres setempat dengan terdakwa Mursyidah.
Sedangkan berkas kasus dugaan penimbunan gas yang diduga dilakukan oleh pihak pangkalan tidak masuk ke jaksa.