Kasus Proyek Fiktif di Subulussalam
Kasus Proyek Fiktif di Subulussalam, Jaksa Tegaskan Penyidik Bekerja Sesuai Bukti, Bukan Opini
Kejaksaan Negeri Subulussalam memastikan professional dalam penyidikan kasus proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR)...
Penulis: Khalidin | Editor: Jalimin
Laporan Khalidin I Subulusalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Kejaksaan Negeri Subulussalam memastikan professional dalam penyidikan kasus proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Subulussalam. Hal itu disampaikan hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan (Kajari) Subulussalam Mhd Alinafiah Saragih SH dalam keterangan persnya melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu kepada Serambi, Rabu (6/5/2020) malam.
Pernyataan tersebut disampaikan Ika Liusnardo menampik sejumlah asumsi liar terkait penanganan kasus proyek fiktif. Menurut Ika Liusnardo, kejaksaan bekerja berdasarkan bukti bukan opini. Dalam hal ini mereka tidak sembarangan namun tetap bertindak secara professional.
Makanya, meskipun berbagai opini berkembang soal kasus proyek fiktif ini kejaksaan tetap mengedepankan bukti.
”Kita bekerja professional dan sesuai bukti. Jadi apapun kata orang kalau tidak ada bukti maka itu hanya opini,” ujar Ika Liusnardo
Ika Liusnardo memastikan proses penyidikan ini sebagai upaya hukum dan menampik hanya menyasar orang tertentu. Sebab, kata Ika Liusnardo tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka memang memiliki bukti kuat adanya keterkaitan dalam perkara proyek fiktif. Soal kabar aktor lain, Ika Liusnardo menyatakan sejauh ini mereka belum menemukan bukti.
• Dua Keluarga Miskin di Bireuen Kini Tempati Rumah Layak Huni
• Beredar Kabar Ada Aktor Lain di Balik Kasus Proyek Fiktif di Subulussalam
• Kejari Subulussalam Segera Tetapkan Tersangka Kasus Dana Hibah Organisasi Bodong
Namun dalam hal ini penyidik menurut Ika Liusnardo tidak berhenti ketiga orang tersangka bilamana ada bukti kuat maka akan didalami kembali.
Ditambahkan, kasus lima proyek fiktif yang merugikan uang negara senilai Rp 795 juta lebih ini luar biasa dan tidak dapat ditoleransi. Sebab, selain pekerjaannya fiktif alias nol, proses penganggaran juga illegal atau tanpa melalui prosedur. Sehingga lima proyek berupa pembangunan jalan ini tahun 2019 ini terjadi dua kali fiktif mulai penganggaran hingga pekerjaan.
”Kasus ini luar biasa lo, merugikan uang negara, Tuhan saja marah ini,” ujar Kajari Subulussalam Mhd Alinafiah saat diwawancara sebelumnya
Berdasarkan catatan Serambinews.com, proses pengusutan kasus proyek fiktif ini berlangsung cepat yakni hanya hitungan bulan.
Kasus ini mulai dilidik Desember 2019 atau sebulan setelah terungkap ke media. Tiga bulan setelah dilidik, Kejari Subulussalam akhirnya meningkatkan kasusnya ke penyidikan dan sempat melakukan penggeledahan ke kantor DPUPR dan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).
Walhasil, Rabu (6/5/2020) kemarin Kejari Subulussalam secara resmi menetapkan tiga tersangka terkait kasus proyek fiktif dengan pagu anggaran sebelumnya Rp 895 juta.
• Riset Universitas di Singapura: Wabah Virus Corona di Indonesia Berakhir 7 Oktober 2020
• KNPI Subulussalam Bagikan Ratusan Sembako Untuk Jompo, Anak Yatim dan Disabilitas
Adapun kelima paket pekerjaan yang dananya mencapai Rp 895 juta itu adalah pembangunan jalan. Kelimanya yakni paket jalan di kampung Bangun Sari Kecamatan Longkib senilai Rp 186 juta. Lalu paket pekerjan jalan Kampung Suka Makmur Kecamatan Simpang Kiri senilai Rp 176 juta.
Selanjutnya, paket pekerjaan jalan Panglima Sahman Kecamatan Rundeng sebesar Rp 182 juta dan paker pekerjaan jalan kampong Lae Saga, Kecamatan Longkib senilai Rp. 176 juta. Terakhir, paket pekerjaan senilai Rp 175 juta senilai Rp 175 juta. Total anggaran kelima paket ini mencapai Rp 895 juta.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Subulussalam menetapkan tiga tersangkat terkait kasus lima paket proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR).
Penetapan tersangka ini disampaikan Kepala Kejaksaan (Kajari) Subulussalam Mhd. Alinafiah Saragih SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com, Rabu (6/5/2020).
Menurut Kajari Alinafiah, penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil perkembangan penyidikan dan hasil ekspose 18 Maret. Ini diperkuat data-data yang diminta serta keterangan saksi-saksi berikutnya. “Sehingga sudah diperoleh bukti yang cukup untuk menentukan tersangka.
• Jamaah Masjid Al Ikhlas Geulanggang Bireuen Jalani Rapid Tes Covid-19
Sehingga hari ini ditetapkan tersangka dalam perkara tersebut tiga orang sementara ini,” kata Alinafiah
Tiga orang yang ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A. Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.
Pun demikian tersangka SR dari BPKD. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta disebut-sebut sebagai rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.
Ketiganya sudah cukup bukti ditetapkan sebagai tersangka melanggar pasal 2 dan 3 UU 31/1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kajari Alinafiah juga memastikan jika pengusutan terkait proyek fiktif tidak berhenti untuk ketiga tersangka.
Dikatakan, apabila dalam proses lanjutan diperoleh bukti dan keterlibatan tersangka lain maka kejaksaan akan kembali mengembangkan.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, pihak kejaksaan belum melakukan penahanan terhadap ketiganya. Ada beberapa pertimbangan belum melakukan penahanan terhadap tersangka. Pertimbangan antara lain wabah covid-19 yang tengah melanda negeri ini sehingga banyak yang asimilasi. Karenanya, sementara waktu pihak kejaksaan masih menetapkan tersangka dan belum melakukan penahanan.
• Cuaca Ektrim Landa Barat Selatan, Ini Himbauan BPBK Aceh Jaya Untuk Warga
Namun dalam hal ini, Kajari Alinafiah mengaku akan kembali melihat kondisi ke depannya. Selain itu, Kajari Alinafiah juga mengaku kalau pemeriksaan tadi siang sejatinya dilakukan terhadap ketiga tersangka. Namun dari tiga tersangka yang dipanggil hanya dua hadir.
Kajari Alinafiah menambahkan pascapenetapan tersangka penyidik langsung memeriksa. Pemeriksaan tersebut tidak dilanjutkan karena tersangka belum didampingi penasehat hukum. Dikatakan, saat diperiksa, tersangka meminta waktu untuk didampingi penasehat hukum.
“Tadi langsung kita periksa sebagai tersangka tapi kan sesuai undang-undang bahwa mereka berhak didampingi kuasa hukum. Jadi karena belum ada didampingi maka pemeriksaan setelah ada penasehat hukum,” ujar Alinafiah
Modus operandinya kata Kajari Alinafiah sebagaimana dijelaskan melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu yakni tersangka D alias A memberikan catatan kepada SR berisi paket proyek untuk dimasukan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA).
Nah, SR tanpa kewenangan menyanggupi permintaan D alias A mengentri paket proyek tersebut ke simda. SR, lanjut Ika Liusnardo bisa masuk ke simda setelah mendapatkan kunci berupa user id dan password dari tersangka SH selaku admin. Padahal di SR kapasitasnya hanya sebagai pengelola jaringan di Simda.
• Terkait Jalan Geureutee, Kaukus Peduli Aceh Usulkan Pembangunan Spiral Bridge
Ika Liusnardo yang didampingi Idam Kholid Daulay Kasi barang bukti dan barang rampasan Kejari Subulussalam SR dapat masuk ke Simda karena adanya izin atau pemberian user id dan password dari SH. Sehingga SR dapat mengentri penambahan anggaran berupa lima paket proyek berdasarkan catatan tersangka D alias A yang sebenarnya illegal.
”Berawal dari tahap menambah anggaran illegal. Tersangka DA membuat lima paket anggaran dengan catatan tulisan tangan. Diberikan ke SR. Sebenarnya SR tidak bisa masuk ke Simda karena harus ada kunci. Nah, kuncinya dikasih sama SH selaku admin sehinga SR bisa mengakses Simda,” ujar Ika Liusnardo
Selain itu, setelah surat perintah membayar (SPM) dan SPD sudah ada tandatangannya. Maka dicetak D alias A dengan menggunakan fasilitas SR. Padahal SR tidak berwenang karena penguji Dinas PUPR bukan dia tapi orang lain. Namun atas permintaan tersangka D alias A dan perintah admin SH yang kala itu sekretaris di BPKD maka SR melakukan tanpa kewenangan.
“Sebingga dientri SP2D dan dicetak. SR mencetak Surat Penyediaan Dana (SPD) hingga Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) hingga uang berhasil masuk ke rekening CV AA milik D alias A,” papar Ika Liusnardo
Lebih jauh dijelaskan, dalam kasus ini sebenarnya terjadi dua kali fiktif yakni proses penganggaran dan pelaksanaan. Sebab, anggaran masuk secara illegal. Pun demikian pelaksanaan setelah dicroscek ke titik yang disebut lokasi kelima paket proyek pekerjaan ternyata tidak ada.
Dalam hal ini, lanjut Ika Liusnardo terjadi kolaborasi dalam permainan lima paket proyek fiktif mulai admin simda. Sejauh ini penyidik menyatakan tiga orang yang terbukti atau memiliki bukti kuat hingga ditetapkan sebagai tesangka. Namun Ika Liusnardo memastikan kasus ini tidak berhenti untuk tiga tersangka. Jika ada bukti lain yang kuat kejaksaan akan mengembangkan dan menetapkan tersangka baru.(*)
• Riset Universitas di Singapura: Wabah Virus Corona di Indonesia Berakhir 7 Oktober 2020
• Pendaftaran Online Sekolah Kedinasan 8-23 Juni, Berikut Kementerian dan Lembaga yang Buka Dikdin Ini
• Amalan-amalan yang Dianjurkan Rasulullah SAW di Malam Lailatul Qadar, Bacakan Doa Ini