Breaking News

Kupi Beungoh

Aroma Rempah Dalam Tradisi Meugang di Aceh

Mak Meugang sendiri berasal dari kata Mat yang dalam bahasa Aceh memiliki arti pegang atau memegang yang sudah menjadi tradisi orang Aceh

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
Yudi Andika dan Tim Seksi permuseuman dan pelestarian cagar budaya (PCB) Disbudpar Aceh 

Oleh: Yudi Andika *)

Ramadhan merupakan bulan yang paling ditunggu kedatangannya oleh seluruh umat muslim karena merupakan bulan yang penuh dengan keberkahan dan ampunan.

Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi masing-masing untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan tak terkecuali dengan daerah Aceh.

Satu hari sebelum memasuki bulan suci Ramadhan, banyak orang berbondong-bondong menuju pasar tradisional.

Momentum ini tidak sama dengan hari biasanya banyak para pedagang yang menjajakan dagangannya.

Pada hari itu banyak pedagang yang datang dan hadir di banyak sudut pasar untuk menjajakan daging, kegiatan seperti ini sangat erat dengan bangsa Aceh yang memiliki tradisi unik tersebut.

Baca juga: VIDEO - Warga Aceh di Australia Barat Laksanakan Tradisi Meugang

Tidak hanya pedagang daging yang datang memenuhi pasar namun juga pedagang rempah juga sangat padat meramaikan pasar.

Karena pada hari itu pedagang rempah dan daging tidak dapat dipisahkan seakan menjadi satu kesatuan yang tak bisa jika satu dari dua elemen tersebut tidak hadir meramaikan hari terbaik tersebut.

Sebuah tradisi unik yang dilakukan turun temurun sejak masa Kesultanan Aceh dan berlanjut hingga sekarang yaitu tradisi yang diberi nama Meugang atau Mak Meugang.

Pedagang sedang menjual daging di Pasar Inpres Tapaktuan, Sabtu (10/04/2021).
Pedagang sedang menjual daging di Pasar Inpres Tapaktuan, Sabtu (10/04/2021). (SERAMBINEWS.COM/TAUFIK ZASS)

Mak Meugang sendiri berasal dari kata Mat yang dalam bahasa Aceh memiliki arti pegang atau memegang.

Maksudnya ialah hari tersebut merupakan hari pertama bagi umat muslim berpegang sebagai permulaan dalam berpuasa dan dirayakan dengan cara memasak daging sapi atau kerbau.

Tradisi ini dimulai sejak masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Pada saat itu sehari sebelum Ramadhan Sultan Iskandar Muda melakukan penyembelihan sapi dalam jumlah banyak dan diberikan kepada para fakir miskin, janda, dan orang-orang yang tidak dapat mencari nafkah karena cacat atau lumpuh.

Baca juga: Selangkah Lagi, Singkil Bersinar di Mata Dunia

Pelaksanaan Meugang ini juga diatur dalam sebuah qanun yaitu Qanun Meukuta Alam Al-Asyi atau disebut juga sebagai Undang-Undang Kesultanan Aceh.

Meugang berlangsung tiga kali dalam setahun yaitu Meugang Puasa (menjelang Puasa), Meugang Uroe Raya (sebelum hari Raya Idul Fitri) dan Meugang Haji (sebelum hari raya Idul Adha) dan biasanya berlangsung selama dua hari.  

Meugang memang bukan sebuah kewajiban, hanya saja dianggap tidak lengkap dan tidak sah apabila memulai puasa tanpa menikmati daging Meugang.

Pada hari itu anggota keluarga yang merantau ikut berkumpul sehingga menjadikan momen Meugang sebagai hari yang ditunggu-tunggu, akan tetapi terasa begitu pilu apabila ada anggota keluarga yang tidak dapat berkumpul.

Tidak penting seberapa banyak daging yang dibawa pulang, sedikit saja sudah cukup asalkan semua anggota keluarga bisa berkumpul dan mencicipi daging Meugang olahan ibunda tercinta.

Pada hari biasa kita hanya melihat beberapa tempat khusus saja yang menjual daging sapi atau lembu. Tetapi berbeda dengan hari Meugang yang mana setiap tempat akan kita temui penjual daging.

Bukan hal aneh bila di seluruh bahu jalan di daerah Aceh pada hari Meugang dipenuhi dengan para pembeli yang berkerumun untuk memilih daging terbaik dan kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Kebiasaan orang Aceh begitu memeriahkan hari-hari besar umat Islam sehingga pada hari Meugang tersebut semua orang akan sibuk berbelanja berbagai bahan masakan untuk mengolah daging Meugang.

Baca juga: Persedian Daging Meugang Ramadhan di Aceh Besar Aman, 4.570 Ekor Siap Disembelih

Ada beberapa kalangan yang membeli daging Meugang di pasar yaitu golongan orang tua, dewasa, pemuda dan pengantin baru.

Golongan orang tua sebagai pembuktian bahwa dirinya adalah orang tua yang bertanggung jawab kepada keluarganya.

Golongan dewasa yang masih tinggal di rumah mertua biasa sebagai kesempatan untuk membuktikan bahwa ia sebagai orang yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan.

Untuk golongan pemuda biasanya yang sudah bekerja atau pulang dari rantau adalah sebagai pengabdian kepada orang tua.

Terakhir pengantin baru yaitu laki-laki yang tinggal di rumah istrinya biasanya akan membeli daging yang banyak bahkan di beberapa daerah bila sanggup membeli kepala kerbau dan membawa ke rumah mertua di anggap suatu kehebatan tersendiri bagi pengantin baru.

Tradisi Meugang ini dilaksanakan oleh berbagai kalangan baik itu fakir, miskin apalagi orang berada sudah pasti tidak melewatkan kesempatan Meugang.

Baca juga: Wakil Wali Kota Langsa Serahkan Bantuan Meugang Kepada 7.000 Fakir Miskin

Tentunya bentuk dari pelaksanaan Meugang bisa berbeda-beda sesuai dengan kemampuan. Setiap daerah yang ada di Aceh memiliki tradisi dan cara masing-masing dalam mengolah dan menikmati daging Meugang.

Aroma dari masakan Meugang yang mengandung banyak rempah-rempah membawa kenangan tersendiri bagi sebagian orang yang merasakannya.

Setiap aroma dapat memanggil ulang kenangan yang berdiam dalam memori manusia tidak terkecuali untuk aroma makanan. Rempah-rempah sendiri adalah bagian dari tumbuhan yang memiliki aroma dan rasa yang kuat.

Rempah-rempah di hari Meugang

Dalam tradisinya setiap masakan yang dipersiapkan untuk uroe meugang sangat beragam namun umumnya adalah masakan tradisional yang lengkap dengan rempah-rempah segala macam.

Sehingga aroma yang muncul dari masakan tersebut menyebar ke sekeliling rumah dan lingkungannya.

Dapat dibayangkan jika semua rumah di kampung memasak masakan yg sama dengan rempah-rempah yang beragam, maka timbullah aroma rempah yang sangat wangi dan menggiurkan pada setiap hari uroe mak meugang di aceh.

Baca juga: Stok Sapi dan Kerbau Untuk Meugang Puasa 15.622 Ekor, Paling Banyak di Aceh Utara

Setiap makanan pasti tidak bisa dipisahkan oleh aroma, aroma yang baik tentu akan menghasilkan rasa yang baik serta luar biasa.

Ada hal sangat khusus dan menarik dari aroma makanan yang satu ini, yaitu aroma rempah-rempah yang sangat kental serta menggambarkan ciri khas dari suatu daerah salah satunya Aceh.

Setiap jenis makanan yang disajikan oleh orang Aceh tak bisa lepas dari olahan beberapa jenis rempah, selain menciptakan aroma dan rasa yang sangat luar biasa, rempah sendiri banyak mengandung beberapa khasiat yang bisa menjaga kebugaran tubuh serta menyembuhkan beberapa jenis penyakit. 

 Alasan mengapa masakan Meugang di Aceh kaya akan rempah-rempah mengacu pada perdagangan rempah di masa lalu.

Menjelang puasa Ramadhan 1442 Hijriah, pasar Hewan Sibreh di Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar,  padat dan macet. Warga antusias berburu daging sapi meski harga mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya.
Menjelang puasa Ramadhan 1442 Hijriah, pasar Hewan Sibreh di Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar, padat dan macet. Warga antusias berburu daging sapi meski harga mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. (Serambi Indonesia)

Rempah-rempah seperti kayu manis, lada, kapulaga, cengkeh, jahe dan kunyit secara luas dikenal dan sangat dicari dalam perdagangan dunia pada zaman dahulu.

Sebagai daerah ternama penghasil rempah sudah pasti setiap masakan Aceh dipengaruhi oleh cita rasa rempah. Tidak heran aroma yang kuat akan tercium di jalan dan gang-gang yang ada di perkampungan.

Bukan aroma dari daging sapi atau kerbau melainkan aroma rempah yang sudah diracik dan dipadu dengan daging menjadi sebuah menu makanan yang sangat dinanti-nanti.

Baca juga: Antisipasi Penyebaran Virus Covid Saat Mandi di Laut Hari Meugang, Satpol PP Ingatkan Patuhi Protkes

Masakan Khas Dengan Rempah-rempah

Prosesi Meugang di Aceh jelas berbeda antar satu daerah dengan daerah lain, seperti Aceh Besar yang terkenal dengan masakan Sie Reuboh dan Asam Keueng.

Daerah Pidie dan Lhokseumawe biasanya berupa masakan kari dan beberapa masakan lain seperti masak merah, masak putih, sop, rendang dan lain-lain. Sedangkan untuk daerah Bener Meriah berupa masakan rendang.

Sie Reuboh (daging rebus) khas Aceh Besar adalah daging yang dimasak dengan campuran bawang, cabai rawit, cabai merah, cabai bubuk, kunyit, lengkuas dan tambahan berupa cuka Aceh yang sangat asam berasal dari pohon aren.

Daging yang dipilih untuk masakan Sie Reuboh biasanya harus mengandung lemak daging dengan tujuan agar saat dimasak dapat mengeluarkan minyak yang berfungsi sebagai pengawetnya, bahkan Sie Reuboh dapat bertahan hingga satu bulan lebih dalam keadaan beku.

Sedangkan Asam Keueng adalah masakan Aceh yang di dalamnya juga memakai bumbu berupa rempah seperti ketumbar dan juga pasti memakai cuka Aceh dengan tambahan irisan bawang merah. Untuk daerah Sigli ataupun Pidie masakan khasnya ialah masak merah dan masak putih.

Bahan untuk masak putih yang pertama sama seperti masakan pada umumnya yaitu memakai bawang merah dan putih tetapi ada tambahan berbagai jenis rempah berupa kayu manis, daun salam, jahe, ketumbar bubuk, kapulaga, jintan, pala, lada, dan kemiri.

Baca juga: Harga Sapi Naik di Pasar Hewan Sibreh, Daging Sapi Meugang Diprediksi Mencapai Rp 170 per Kilogram

Pada hari itu rempah hasil racikan ibu-ibu yang sangat lihai dalam mengolah beberapa jenis rempah menjadi satu kesatuan dan menghasilkan aroma yang sangat khas.

Dipadukan dengan potongan-potongan daging serta dibawa oleh hembusan angin yang menjadikan aroma khas rempah Aceh tersebut menyebar ke setiap sudut rumah dan

Hal ini mengembalikan ingatan kita kepada Bangsa Aceh yang sangat dikenal oleh dunia akan hasil alamnya berupa rempah-rempah terbaik dunia.

Sehingga Aceh sampai saat ini dikenal dengan sebutan jalur rempah Dunia yang banyak didatangi oleh bangsa luar seperti Portugis, Belanda, Jepang dan masih banyak lagi.

Begitulah serba serbi Meugang di Aceh, Menjadi hal unik bagi sebagian orang yang tidak pernah melihat perayaan seperti ini.

Meugang sebenarnya berkaitan dengan agama Islam, di mana pada hari Meugang dijadikan momentum beramal saleh dan berbagi kebahagiaan dengan orang yang kurang mampu.

Baca juga: Harga Daging Meugang Capai Rp 200 Ribu/Kg

Meskipun realitasnya sekarang ini sudah sedikit berubah makna dibalik prosesi Meugang dan terlihat lebih individualis atau sering disebut sendiri-sendiri.

Melihat bentuk perayaan Meugang dalam pandangan budaya dapat dikatakan bahwa tradisi Meugang merupakan bagian dari pengamalan agama Islam

Hal ini berdasarkan tafsir Hadits Nabi tentang menyambut bulan Ramadhan yang diaplikasikan dalam bentuk mengadakan tradisi Meugang saat memasuki bulan Ramadhan

*) PENULIS, Yudi Andika dan Tim Seksi permuseuman dan pelestarian cagar budaya (PCB) Disbudpar Aceh

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved