Kupi Beungoh
Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (II)
Walaupun tidak sangat menonjol, Bakongan terkenal sebagai salah satu kawasan penghasil ikan laut di kawasan pantai barat selatan.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
MENGGUNAKAN pendekatan teori ekonomi para profesor botak dan kadang pelupa, apalagi menggunakan istilah seperti “Indonesia economy outlook”, short term dan long term recovery, tidak akan banyak membantu untuk memahami kondisi ekonomi gampong seperti di Bakongan.
Konsep pemulihan ekonomi kurva U, V, W, dan L, walaupun secara substansinya tetap saja punya arti banyak dan dapat membantu pemahaman, namun dalam membedah praktek pembangunan keseharian di lapangan tidak akan banyak menolong.
Pada tingkatan yang lebih rendah, rakyat awam punya indikator ekonomi tersendiri, bahkan indikator pemulihan ekonomi, khusus dalam bahasa rakyat, namun punya arti tersendiri.
Sebagimana layaknya berbagai indikator kemajuan pemulihan ekonomi yang diajukan para ilmuwan dan diterapkan oleh pemerintah, indikator ekonomi rakyat sepenuhnya beorientasi kepada realitas kehidupan gampong sehari-hari.
Baca juga: Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (I)
Indikator Ekonomi Gampong; “Keurapei Kala” dan “Sie Keubeu”
Walaupun tidak sangat menonjol, Bakongan terkenal sebagai salah satu kawasan penghasil ikan laut di kawasan pantai barat selatan.
Disamping ikan biasa yang dikonsumsi secara lokal, Bakongan juga terkenal sebagai penghasil ikan karang yang umumnya konsumsi luar Bakongan yang dikirim ke kota Medan, Sumatera Utara.
Di antara berbagai ikan laut yang dijual nelayan, maka “kerapei kala” -lazim dikenal sebagai karapu sunuk, terkenal sebagai ikan elit yang umumnya dijual keluar daerah, dengan harga antara 100-120 ribu rupiah per kilogram.
Andalan ikan pantai barat selatan itu, yang juga disebut Janang oleh masyarakat Singkil praktis bukan konsumsi lokal, bahkan nelayan yang menangkapnya sekalipun.
Semenjak pertengahan tahun 2020, tepatnya semenjak harga TBS kelapa sawit naik sampai dengan hari ini, hampir tak ada kerapei kala itu dijual ke Medan.
Setiap hari ada saja konsumen kerapei kala dan berbagai jenis ikan lain yang sekelas atau di bawahnya yang laku keras di Bakongan.
Telah terjadi perobahan pola konsumsi di kalangan masyarakat Bakongan dari ikan biasa kepada ikan-ikan yang bernilai ekonomi tinggi.
Ikan mahal itu selama ini hanya dikonsumsi oleh masyarakat kaya di kota Medan, dan bahkan kadang diekspor ke Singapura.
Yang dimaksud dengan ikan biasa, dalam konteks Bakongan adalah ikan teri, ikan ceurik, ikan meuneng, dan ikan tamban.