Kupi Beungoh
Ekonomi Gampong: Bakongan, Barsela, Reaganomics, dan Kekeliruan Sri Mulyani (II)
Walaupun tidak sangat menonjol, Bakongan terkenal sebagai salah satu kawasan penghasil ikan laut di kawasan pantai barat selatan.
Hanya ada dua sumber ekonomi masyarakat lainnya yang sama sekali tidak dapat dikaitkan dengan peningkatan uang sosial masyarakat yang dikeluarkan, yakni pertanian padi dan kegiatan nelayan sebagian anggota masyarakat.
Kedua bidang usaha itu, berfungsi tidak lebih sebagai pertanda kemiskinan masyarakat.
Baca juga: Inilah Sosok Sukanto Tanoto, Raja Sawit Indonesia yang Mampu Beli Gedung Bekas Istana Raja di Jerman
Indikator Ekonomi Gampong: Reagan Benar di Bakongan
Terus terang bila mengacu kepada defenisi “jalanan”konsep depresi ekonomi Presiden AS, Ronald Reagan, apa yang sedang terjadi di Bakongan sama sekali bukan depresi.
Dari segi apapun, kondisi ekonomi rakyat yang sedang tumbuh menunjukkan tanda-tanda ekonomi yang bergerak cepat, produktif, dan membawa berkah kemakmuran.
Kata pengangguran terkait dengan “anda” dan “tetangga”anda” seperti yang dikaitkan oleh Reagan dengan depresi sama sekali alpa di Bakongan.
Kecuali bagi orang sakit, berhalangan, atau orang yang sangat malas, hampir semua individu dewasa dalam rumah tangga bekerja, dan hampir total sepenuhnya di perkebunan kelapa sawit.
Umumnya semua anggota dewasa rumah tangga bekerja penuh di kebun sawit yang diusahakan.
Terhadap kelompok yang tidak mempunyai kebun sawit, yang jumahnya sangat kecil, umumnya mereka terserap dalam kegiatan pembersihan, pemeliharaan, dan panen.
Bahkan, seringkali ketika puncak panen, tenaga kerja dalam kawasan itu, tidak mencukupi, dan harus didatangkan dari kecamatan lain.
Sama seperti hukum ekonomi biasa, ketika permintaan tinggi, dan penawaran kurang, maka harga cenderung naik.
Demikian juga dengan ongkos buruh, dari ongkos biasa upah harian 100 ribu rupiah, angka itu telah naik menjadi 150 rupiah, bahkan 200 ribu rupiah.
Tidak jarang ratusan buruh dari Kecamatan Kluet Utara dan kecamatan lain yang bedekatan datang dan bekerja di kebun sawit di kawasan Bakongan dengan upah antara 100 -150 ribu rupiah.
Berkah kenaikan pendapatan petani pemilik kebun sawit di Bakongan ternyata tidak hanya jatuh kepada mereka sendiri dan keluarganya.
Rahmat itu telah berobah menjadi nikmat, bagi mereka yang tak berlahan, bahkan kepada tenaga kerja dari kecamatan lainpun rizki itu telah tersebar.
Tidak hanya bagi pencari kerja rahmat sawit tersebar.
Nelayan pemancing keurape kala, atau janang dan yang sejenisnya pun kini tidak perlu harus menunggu toke Medan, yang kadang mempermainkan harga.
Keurape kala dan yang sejenisnya itu kini telah berobah semboyan, “dari Bakongan untuk Bakongan”.
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.