Kupi Beungoh

Ekonomi Gampong Bakongan: Rezim Transnasional Komoditi Sawit dan Reaganomics di Barsela (III)

Mereka lah yang membuat kelapa sawit Barsela bertengger dalam berbagai rupa dan gaya di sudut-sudut supermarket di Eropa, AS, Jepang, Cina, dan Austra

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Ahmad Humam Hamid, Sosilog Aceh. 

Semua aktor yang telah disebutkan mempunyai satu kepentingan yang sama, yakni keberlanjutan agribisnis kelapa sawit.

Keragaman aktor, baik di dalam di luar negeri dengan nilai perdagangan yang cukup besar menjadikan komoditi ini melahirkan sebuah “rezim transnasional” (Zeitlin, 2012) yang sangat strategis.

Dalam sejarahnya, hampir tidak ada sebuah “rezim transnasional” untuk komoditi pertanian negara berkembang, kecuali kelapa sawit.

Tidak dapat disangkal, keberadaan “rezim transnasional” menjadi sandaran bahkan tumpuan perkebunan kelapa sawit rakyat saat ini dan masa depan. Secara umum rezim inilah, baik secara partial, maupun kolektif yang akan berurusan dengan peraturan dan kebijakan terhadap keberlanjutan agribisnis kelapa sawit.

Munculnya “rezim transnasional” tidak dapat dipungkiri pada awalnya dimulai dari insentif dalam sejumlah  kebijakan dari pemerintah yang diberikan kepada korporasi.

Alokasi lahan dan kemudahan perizinan, berikut dengan fasilitas kredit telah menjadi cikal bakal lahirya embrio entitas agribisnis kelapa sawit yang kuat dan profesional, di Indonesia.

Pemberian izin masuknya modal asing untuk investasi agribisnis kelapa sawit, sekalipun sering mendapat kritikan keras, tidak dapat dipungkiri telah membawa keuntungan tersendiri bagi subsektor ini, maupun ekonomi nasional secara keseluruhan.

Penetrasi perusahaan multi nasional telah mempercepat globalisasi komoditas sawit tidak hanya  dalam artian penerimaan pajak dan devisa, tetapi juga telah memperkuat Indonesia menghadapi berbagai tudingan miring internasional tentang kerusakan lingkungan.

Diakui atau tidak integrasi agribisnis sawit dalam globalisasi komoditas dan sistem rantai pasok yang kompleks, telah menjadikan minyak kelapa sawit sebagai salah satu minyak nabati terdepan dari berbagai puluhan minyak nabati lainnya.

Liberalisasi ivestasi dan liberalisasi perdagangan dalam agribisnis komoditi ini bagaimanapun telah menghela jutaan rumah tangga petani kelapa sawit keluar dari kemiskinan.

Tidak hanya petani kelapa sawit, cukup banyak pula rumah tangga di luar kluster petani kelapa sawit yang terselamatkan, karena terlibat baik langsung maupun tak langsung dalam berbagai rantai pasok komoditi itu.

Ternyata kelapa sawit tidak hanya menyediakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani, akan tetapi juga menjadi salah satu instrumen penting untuk mengurangi kemiskinan, terutama kemiskinan pedesaan.

Trickle down effect-efek menetes ke bawah yang kontroversial dan terus menerus diperdebatkan sampai dengan hari ini ternyata benar menetes seperti yang terjadi dengan petani Bakongan, maupun yang sama dengannya.

Solusi yang diberikan Reagan kepada rakyat AS yang mungkin tidak cocok di sana, ternyata bekerja untuk komoditi kelapa sawit di Indonesia.

Rangsangan dan dorongan yang diberikan pemerintah kepada perusahaan swasta nasional dan asing, berikut dengan bebagai kemudahan lainnya, telah membuat komoditi ini menjadi sangat kompetitif di pasar minyak nabati internasional.

Kuat dan tumbuhnya korporasi agribisnis sawit ternyata tudak hanya menetes ke bawah, akan tetapi juga menghela jutaan keluarga di pedesaan.

Reaganomics tidak bekerja dengan baik di AS, akan tetapi bekerja di Bakongan dan pantai Barat Selatan Aceh.

Efek menetes ke bawah itu dimulai dari keuntungan kinerja korporasi multi nasional yang berhadapan dengan konsumen di berbagai negara yang menjual produk bebasis sawit.

Tetesan itu berlanjut keindustri pengolahan dalam negeri, untuk kemudian mengalir ke para pihak yang tertibat dalam setiap mata rantai pasok komoditi ini.

Tetesan itu mengalir terus ke bawah, kepada petani kelapa sawit di Bakongan.

Kekuatan itu terbukti dengan semakin kokohnya kolaburasi berbagai aktor negara dan non negara untuk memastikan keberlanjutan agribisnis kelapa sawit.

Rezim transnasional komoditi ini ternyata semakin solid dan tumbuh.

Petani kelapa sawit Bakongan dan Barsela ada dalam gerbong itu.

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved