Kupi Beungoh

Ekonomi Gampong Bakongan: Kisah Pengusaha Aceh di Medan dan Program Sawit Berkelanjutan (XI)

Akhirnya sang pengespor Medan itu mengakui kepada pengusaha Aceh itu, seluruh informasi dan foto itu dikirimkan oleh pembelinya di Amsterdam.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Sang pengusaha pun semenjak saat itu sangat hati-hati dalam pembeli TBS baik dari rakyat, maupun perusahaan yang berlokasi di dalam ekosistem Leuser.

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Pasar dan Adab Baru Global  Agribisnis Sawit (X)

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Menanam Jagung di Kebun Sawit, Tesis Denys Lombard Benar di Trumon (IX)

Konsumen yang Mulai Memerintah

Kasus CPO yang berasal dari Ekosistem Leuser yang mendapat pantauan dari pembeli luar negeri itu barulah babak pendahuluan dari penerapan prinsip-prinsip sawit berkelanjutan global.

Apa yang menjadi unik dari kasus ini adalah kekuatan konsumen yang mulai “memerintah” produsen untuk taat kepada prinsip menjaga lingkungan dan sosial ekonomi dalam sistem rantai pasok komoditi sawit.

Geliat pasar tentang semakin ketat dan njelimetnya konsumen-terutama di negara maju, telah direspons dengan baik oleh pemain pasar raksasa sekelas Nestle, PepsiCo, P&G, dan Unilever.

Mereka memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang mereka hasilkan yang sebagiannya berasal dari komoditi sawit adalah “halal lingkungan”.

didapatkan dari perkebunan yang menjaga prinsip-prinsip lingkungan, dan sepanjang rantai pasok taat dengan prinsip-prinsip keadilan sosial ekonomi.

Kekuatan pasar itu kini menjadi alat perintah kuat kepada perilaku produsen.

Jika produsen tidak mematuhi perintah pasar, maka produsen “nakal” itu akan dinomorduakan, bahkan akan ditinggalkan.

Itu terjadi untuk semua komoditi, dan itu juga terjadi untuk sawit.

Akan ada metode pemeriksaan ketat yang sangat transparan untuk setiap komoditi.

Apalagi untuk komoditi seperti kelapa sawit yang tidak hanya berurusan dengan imej buruk, akan tetapi juga “bumbu” buruk tambahan yang akan diberikan oleh pelaku minyak nabati bukan sawit lainnya di Eropa dan AS.

Setelah persaingan produksi dan produktivitas antar negara, seperti Malaysia dan Indonesia misalnya, kini arena persaingan baru adalah sawit berkelanjutan, seperti yang dipromosikan oleh RSPO itu.

Persaingan itu akan terjadi antarnegara, dan antarperusahaan, bahkan antarkawasan petani.

Kekuatan pasar untuk prinsip sawit sawit berkelanjutan kini semakin terbukti.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved