Kupi Beungoh
Ekonomi Gampong Bakongan: Kisah Pengusaha Aceh di Medan dan Program Sawit Berkelanjutan (XI)
Akhirnya sang pengespor Medan itu mengakui kepada pengusaha Aceh itu, seluruh informasi dan foto itu dikirimkan oleh pembelinya di Amsterdam.
Lembaga nirlaba RSPO yang memberikan sertifikat lulus atau tidaknya produk bahan baku sawit yang didirikan pada tahun 2004 oleh beberapa lembaga dan perusahaan kini telah tumbuh sangat pesat.
Pertumbuhan itu terbukti sampai dengan hari ini tidak kurang dari 94 negara menjadi anggota lembaga ini.
Selanjutnya lebih dari 5,000 pelaku komoditi sawit juga menjadi anggota lembaga nirlaba ini.
Mereka adalah pelaku dalam alur panjang rantai pasok, mulai dari produsen TBS-perusahaan, petani-, industri pengolahan, produsen makanan dan kebutuhan rumah tangga, sampai dengan supermarket.
Semua bergabung menjadi satu, lintas negara, lintas benua.
Mereka memastikan bahwa produk sawit yang beredar di pasar adalah benar-benar berasal dari lahan yang tidak merusak lingkungan dan menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial ekonomi yang ketat.
Tentang kepastian itu dijamin dengan transparansi yang sangat lengkap dan terukur.
Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Mitos Malas, Migran, Pasar, dan Solusi Petani Trumon (VIII)
Baca juga: Dasar Hukum Potong Timbangan Kelapa Sawit di Pabrik Rugikan Petani Rp 54 Miliar Setahun
Detektif Lokal dan Teknologi Digital
Kasus CPO pengusaha Aceh dengan eksportir Medan adalah sebuah kasus permulaan yang belum canggih.
Foto-foto tentang “riwayat” TBS itu didapatkan oleh sang eksportir dari pembelinya di Amsterdam.
Jelas kalau itu kejadiannya, maka yang ditugaskan untuk memantau adalah sejenis “detektif lokal” yang dibayar oleh pengimpor Belanda itu untuk menjaga produk yang mereka beli tidak bermasalah dengan konsumen Eropa nantinya.
Di masa depan, bahkan saat inipun untuk memastikan produk setengah jadi sawit yang akan dilanjutkan menjadi produk akhir untuk dipasarkan, akan menggunakan teknologi canggih untuk menjamin tidak ada pelanggaran.
Secara sangat sederhana, seperti apa yang sedang dikerjakan oleh perusahaan Unilever, adalah penggunaan teknologi digital via satelit yang akan memberikan informasi kepada mereka apa yang terjadi di sepanjang rantai pasok, terutama antara lapangan sampai dengan prosesing CPO.
Pergerakan orang, kenderaan, dan apapun yang diperlukan lainnya, akan terpantau selama 24 jam, karena memang dalam perjanjian jual beli telah disepakati sebelumnya.
Teknologi dan kecanggihannyanya mungkin mirip, walaupun tak sama dengan mesin pemantau pergerakan manusia setiap saat yang dipakai oleh Israel dalam observasi Gaza, Palestina, di Timur Tengah.