Kupi Beungoh
Ekonomi Gampong Bakongan: Kisah Pengusaha Aceh di Medan dan Program Sawit Berkelanjutan (XI)
Akhirnya sang pengespor Medan itu mengakui kepada pengusaha Aceh itu, seluruh informasi dan foto itu dikirimkan oleh pembelinya di Amsterdam.
Tidak ada peluang untuk manipulasi.
Lebih dari itu, saat ini RSPO telah mengeluarkan langkah transparansi terbarunya untuk menjamin tidak ada deforerstasi, penanaman baru di lahan gambut, monitoring kebakaran hutan, dan lahan hotspot.
RSPO kini bahkan mensyaratkan anggota untuk mengumumkan semua peta konsesi mereka terbuka aksesnya untuk publik.
RSPO bahkan kini menyediakan peta interaktif GeoRSPO yang dapat diakses publik kapan saja dan dimana saja.
Sampai dengan akhir tahun 2019, jumlah areal sawit yang telah mendapatkan sertifikasi adalah 3.89 juta hektare yang tersebar di 16 negara.
Dari jumlah luasan itu dihasilkan 14.29 juta metrik ton CPO ditambah dengan 3.21 juta ton minyak kernel.
Jumlah produksi CPO bersertifikat itu hampir mencapai seperempat dari total produksi CPO global untuk tahun yang sama.
Pertumbuhan luasan itu naik 22 persen dari tahun 2018, dengan kecenderungan akan terus naik setiap tahunnya di hari-hari mendatang.
Baca juga: Kelapa Sawit ‘Penyelamat’ Perekonomian Warga Subulussalam Saat Pandemi, Begini Penjelasan Apkasindo
Siapkan Petani Aceh
Di Indonesia, sejumlah pemain besar sawit seperti Wilmar, Sinar Mas, Bakrie, London Sumatera, Asian Agri, Musim Mas, dan cukup banyak pemain lain telah menjadi anggota RSPO dan menerapkan prinsip-prinsip yang ditetapkan.
Produk mereka juga telah terjamin laku dengan baik di pasar.
Perusahaan seperti Musim Mas bahkan telah mulai menggarap petani, dan sekarang tidak kurang dari 2092 petani sawit Riau telah menjadi anggota RSPO.
Apa yang terjadi di Riau oleh Musim Mas, sepertinya juga akan diikuti oleh kawasan-kawasan lain di Indonesia yang mempunyai perusahaan dan juga petani sawit.
Di Aceh juga akan terjadi, walaupun kita belum tahu siapa yang akan masuk ke situ.
Di samping itu, sekalipun Aceh punya luasan sawit yang termasuk 10 besar nasional, ada beberapa perusahaan sawit yang produknya tidak diterima oleh pemain anggota RSPO, karena berada dalam kawasan Ekosistem Leuser atapun lahan gambut.
Kekuatan pasar untuk mendikte persyaratan produksi kelapa sawit, baik oleh perusahaan maupun petani kini semakin dahsyat.
Dalam zaman digital dan globalisasi perdagangan yang sangat kuat, kekuatan “dikte” pasar itu akan terus masuk ke dalam sistem rantai pasok sawit kita.
Maka, jajaran pemerintahan di Aceh perlu membimbing perusahaan dan petani sawit di daerah kita, untuk memastikan sawit Aceh menjadi sawit berkelanjutan yang akan menjadi penyokong ekonomi gampong.
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.