Kupi Beungoh

Ekonomi Gampong Subulussalam: Peremajaan Sawit Rakyat Aceh, Database, dan Kelembagaan (XIII)

Kesahihan database saja telah memperkecil ruang manipulasi, termasuk seperti dugaan kasus korupsi proyek peremajaan sawit rakyat di Provinsi Aceh.

Editor: Zaenal
KOLASE SERAMBINEWS.COM
Ahmad Human Hamid, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Logika dari kenyataan ini adalah bahwa BPDKS sudah yakin dengan kesiapan pemerintah daerah tentang kesiapan data petani, berikut dengan penguatan dan pembinaan kelembagan petani di tingkat tapak.

Logika itu tentu saja benar adanya, karena apa ukuran yang paling penting dari keseriusan pemerintah daerah tingkat I dan II, dalam hal pengembangan komoditi strategis nasional ini, selain daripada mengurus data petani yang solid, penguatan kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan atau koperasi petani sawit yang kuat.

Ketika perhatian berlebih diberikan kepada penguatan data petani dan pemberdayaan kelembagaan, dengan sendirinya akan meningkat pula sumber daya petani sawit.

Baca juga: Ekonomi Gampong Subulussalam: Peremajaan Sawit Rakyat Aceh dan Kasus Korupsi Rp 664.8 Miliar (XII)

Baca juga: Ekonomi Gampong Bakongan: Kisah Pengusaha Aceh di Medan dan Program Sawit Berkelanjutan (XI)

Kelembagaan dan Pintu Masuk Manipulasi

Sebaliknya ketika lembaga perkebunan sawit rakyat tidak kuat, apalagi nyaris tidak hadir secara konkrit, yang akan terjadi adalah kekaburan, kebingungan, dan ketidakpastian berkelanjutan.

Yang ada hanya papan nama atau kop lembaga, nama dan keterangan yang tak jelas, dan semua yang serba bagus di kertas, tetapi nihil di lapangan.

Apapun yang akan dilakukan, apalagi menyangkut dengan program yang menggelontorkan dana besar seperti peremajaan sawit rakyat nasional yang sedang berjalan saat, akan memberikan pintu masuk besar terhadap berbagai penyalahgunaan, seperti dugaan kasus korupsi 664.8 miliar saat ini.

Petani ada, nama petani ada, seluruh keterangan yang diperlukan ada, akan eksistensi mereka tetap saja nihil.

Kasus dugaan manipulasi ini tetap saja menjadi peringatan besar dan pelajaran kepada kita semua, terutama para pejabat publik di semua tingkatan tentang betapa seriusnya ancaman pembangunan pedesaan kita.

Ketika pemerintah pusat berkomitmen untuk memerangi kemiskinan pedesaan, sekaligus dengan pembangunan kawasan dengan komoditi sawit sebagai ujung tombaknya, Provinsi Aceh justeru menjadi korban dari program itu.

Bahkan ketiadaan data lengkap tentang calon penerima manfaat dari program besar peremajaan sawit BPDKS, menjadi ajang manipulasi anggaran yang sangat menyedihkan.

Dengan capaian pembangunan yang relatif stagnan, tidak banyak sektor yang paling menjanjikan untuk  mengatasi angka kemiskinan yang notabene tertinggi di Sumatera.

Berharap pada investasi industri, parawisata, dan beberapa sektor lain boleh-boleh saja.

Akan tetapi secara lebih realistis, tidak ada pekerjaan yang paling menjanjikan untuk mengatasi kemiskinan, pembangunan pedesaan, dan bahkan pembangunan kawasan selain komoditi kelapa sawit.

Jaminan pasar, komitmen pemerintah untuk B30 dan B50 biodiesel, dan perpindahan konsumen sawit  terbesar dari  Eropa dan AS, ke Asia, membuat komiditi ini relatif sangat aman untuk pemasarannya di tahun-tahun yang akan datang.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved