Kupi Beungoh

Mengenal Moderasi Beragama

Perilaku moderasi beragama lebih kongkrit diwujudkan dalam sikap toleran, saling menghormati perbedaan pendapat, menghargai kemajemukan

Editor: Muhammad Hadi
FOR SERAMBINEWS.COM
M Ikhwan, Dosen dan Direktur Seuramoe Moderasi Beragama STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh 

Dalam sebuah potongan hadist yang panjang Rasulullah menjelaskan kepada para sahabatnya “...demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat malam dan juga tidur dan aku juga menikahi wanita. Maka barang siapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” (HR. Al-Bukhari No. 5063).

Baca juga: Kapan Makmum Mulai Baca Al-Fatihah? Setelah atau Serentak Dengan Imam? Ini Kata Ustad Abdul Somad

Sebenarnya apa yang sedang dicontohkan oleh Nabi saat itu adalah praktik moderasi beragama, meskipun ia tidak menyebut kata persis seperti itu.

Karena yang ia lakukan itu adalah fitrah kemanusiaan dalam menjaga keseimbangan hidupnya, sehingga moderasi beragama itu dapat dipahami sebagai kebutuhan manusia (fitrah) yang menitik beratkan perhatian pada sikap yang tidak berlebihan sekalipun itu dalam hal ibadah.

Dalam konteks ke-Indonesiaan telah diajukan empat indikator minimum sebagai acuan moderasi beragama tersebut.

Pertama komitmen kebangsaan, hal ini merupakan indikator yang sangat penting untuk melihat sejauh mana cara pandang dan ekspresi keagamaan seseorang atau kelompok tertentu terhadap ideologi kebangsaan, terutama komitmen menerima Pancasila sebagai dasar bernegara.

Persoalan komitmen kebangsaan saat ini sangat penting diperhatikan terutama ketika dikaitkanan dengan kemunculan paham-paham baru keagamaan yang tidak akomodatif terhadap nilai-nilai dan budaya yang sudah lama terpatri sebagai identitas kebangsaan yang luhur.

Kedua toleransi, toleransi merupakan sikap terbuka (inklusif) untuk memberi ruang dan tidak mengganggu orang lain untuk beragama atau berkeyakinan dan mengekspresikannya, meskipun hal tersebut berbeda dengan yang diyakini.

Baca juga: Ayah Korban tak Sanggup Lihat Rekontruksi Pembunuhan Anaknya, Minta Tersangka Dihukum Mati

Selain keterbukaan dalam menyikapi perbedaan, toleransi juga mengandung sikap menerima, menghormati orang lain yang berbeda, serta menunjukkan pemahaman yang positif.

Ketiga anti radikalisme dan kekerasan, radikalisme dan kekerasan dalam konteks moderasi beragama muncul sebagai akibat dari pemahaman keagamaan yang sempit.

Sikap dan ekspresi yang muncul dari ideologi dan pemahaman ini cenderung ingin melakukan perubahan dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Kekerasan yang muncul dari sikap dan ekspresi keagamaan radikal tidak hanya pada kekerasan fisik, namun juga pada kekerasan non-fisik, seperti menuduh sesat kepada individu maupun kelompok masyarakat yang berbeda paham dengan keyakinannya tanpa argumentasi teologis yang benar.

Keempat akomodatif terhadap budaya lokal, perjumpaan antara agama dan budaya kerap mengundang perdebatan yang panjang dan menyisakan beberapa persoalan.

Misalnya, Islam sebagai agama yang bersumber dari wahyu dan setelah nabi wafat sudah tidak turun lagi, sementara budaya adalah hasil kreasi manusia yang dapat berubah sesuai kebutuhan hidup manusia.

Hubungan antara agama dan budaya merupakan sesuatu yang ambivalen. Pada sisi ini rentan terjadi pertentangan antara paham keagamaan, terutama keislaman dengan tradisi lokal yang berkembang di masyarakat setempat.

Baca juga: Bocah 8 Tahun Tergilas Mobil Tangki di Aceh Selatan, Naik Sepmor yang Dikendarai Ibunya

Untuk lebih kongkrit indikator yang disebutkan di atas dapat terwujud dalam kerangka kerja dengan memperhatikan perinsi-prinsip moderasi beragama berikut ini.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved