Kupi Beungoh

Kekerasan Seksual dan Rusaknya Budaya Kita

Kasus asusila tersebut melibatkan pasangan muda yang belum menikah, juga mereka yang telah menikah, namun berani melakukan "hubungan gelap"

Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM/Handover
Jabal Ali Husin Sab, Ketua Umum DKC Garda Bangsa Kota Banda Aceh 

Oleh: Jabal Ali Husin Sab*)

Aceh sedang dihebohkan dengan sederet kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di bawah umur.

Bersamaan dengan itu, kasus asusila oleh pasangan non muhrim selalu kita lihat pemberitaannya saban hari.

Kasus asusila tersebut melibatkan pasangan muda yang belum menikah, juga mereka yang telah menikah, namun berani melakukan "hubungan gelap" yang dicela oleh agama.

Fenomena ini mencerminkan betapa terpuruknya kita masyarakat Aceh sebagai sebuah entitas masyarakat yang beragama dan berbudaya.

Sebagian pihak telah mencoba menangani masalah ini dengan mencoba mengajukan gagasan mengenai rancangan qanun (raqan) mengenai kekerasan seksual.

Juga muncul wacana mengenai merevisi Qanun Jinayat yang mengatur masalah hubungan asusila, yang dianggap gagal memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual, khususnya perempuan dan anak di bawah umur.

Gagasan ini diwacanakan setelah pelaku kekerasan seksual yang baru-baru ini divonis bebas oleh Mahkamah Syariah akibat ketiadaan saksi dan bukti.

Suatu masalah teknis penghadiran bukti dan saksi dalam pengadilan syariah yang masih merujuk pada standar-standar tertentu yang tidak diperbaharui, misalnya dengan tidak melakukan pembuktian dengan bukti laboratorium/visum dan penghadiran saksi ahli seperti dokter atau ahli bidang tertentu.

Masalah-masalah teknis yang sebenarnya layak untuk diperbaharui demi tegaknya keadilan.

Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Al Ghazali Putra Ahmad Dhani, Nyaris Jadi Korban Pelecehan Seksual Guru Les

Krisis Moral dan Rusaknya Budaya

Dari cara kita menangani permasalahan memalukan berupa kekerasan seksual dan perbuatan asusila, kita masih melihat masalah ini hanya sebatas persoalan legal-struktural.

Saya tidak menafikan bahwa masalah keadilan terhadap korban adalah masalah pertama dan yang paling utama di dalam sistem penegakan hukum kita.

Korban kekerasan seksual yakni perempuan dan anak di bawah umur harus mendapatkan keadilan melalui hukum dan sistem peradilan yang berlaku.

Setiap perempuan dan anak-anak di Aceh harus merasa aman hidup di Aceh dari segala tindak kekerasan seksual, atau merasa aman hanya dari sekedar pelecehan minor.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved