HUT Ke 33 Serambi Indonesia
33 Tahun Serambi Indonesia: Phaederus, Acta Diurna dan Sjamsul Kahar
Dalam hal menulis, Senat Romawi pada masa itu, melaporkan pekerjaan lembaga itu kepada publik yang ditulis pada batu menir yang dipahat.
Berkaca dari Acta Diurna Romawi klasik, Serambi Indonesia telah berjasa besar dalam komunikasi publik di daerah ini.
Tentu saja ada masa pasang dan surut, dan perang narasi dari berbagai kepentingan yang kadang secara sengaja atau tidak turut berimbas kepada media ini.
Koran ini yang pada misi awalnya menyebutkan keiinginnya untuk untuk mencerdaskan publik Aceh dengan keserasian intelektual, dan religiusitas dalam bingkai persatuan dan semangat zaman.
Semboyan pada masa orde Baru itu kemudian berobah lagi pada masa era reformasi menjadi independen dan kredibel.
Kebaruan dan semangat zaman adalah kunci keberlanjutan sebagai hukum besi evolusi, termasuk evolusi media.
Semangat itu pula yang terus menerus diperjuangkan oleh Serambi Indonesia.
Baca juga: Serambi Indonesia, Korannya Orang Aceh
Sang Maestro Sjamsul Kahar
Tidak dapat dibantah sejak lahirnya Serambi Indonesia 33 tahun yang lalu, konektivitas informasi publik yang diimpikan Ibrahim Hasan tentang media lokal yang mumpuni sebagian besarnya telah terpenuhi.
Beragam peran terus menerus dijalankan, opini publik agenda politik, sosialisasi dan edukasi, pengawasan pemerintahan, dan juga hubungan publik dengan pemerintah.
Kepeloporan dan keberlanjutan Serambi Indonesia hari ini tidak terlepas dari peran sang Maestro, Sjamsul Kahar yang telah melahirkan dan membesarkan koran ini.
Sekalipun banyak yang datang dan pergi ke dan dari Serambi Indonesia, namun kepemimpinan Serambi Indonesia tetap berada di tangan dingin sang Maestro.
Ia dipercaya oleh pemilik, diikuti oleh pekerjanya, dan dihormati oleh berbagai kalangan.
Sjamsul Kahar kini menjadi semakin senior secara pengalaman dan usia.
Dalam jangka waktu 33 tahun banyak rekaman peristiwa dan narasi perjalanan Aceh telah lewat di mata, telinga, dan pikirannya, setiap saat, dan setiap hari.
Sangat pantas bila Sjamsul Kahar membeberkan catatan hariannya kepada publik tentang apa saja yang telah terjadi selama ia memimpin salah satu koran daerah terkemuka di Indonesia.
Ia memimpin Serambi Indonesia ketika lahir, memelihara kesinambungan ketika krisis moneter 1997, mendayung sampan dalam kecamuk konflik GAM-RI, dan membangkitkan kembali Serambi Indonesia dari kehancuran Tsunami.
Kini ia adalah buku hidup seluruh peristuwa Aceh-paling kurang untuk masa 33 tahun-, baik yang terungkap, yang tersingkap, dan yang belum tersingkap.
Mudah-mudahan, dalam waktu yang tidak lama lagi, ia akan membuktikan lagi untuk kali kedua bahwa ia tidak setuju dengan Plato, tentang tidak perlunya tulisan.
Mudah-mudahan ia akan mengikuti jejak Pemimpin Redaksi 15 tahun Financial Times, Lionel Barber yang menulis pengalamannya memimpin Financial Times.
Judul catatan harian Barber The Powerful and The Dammned (2021) adalah gambaran keadaan masa lalu yang bergejolak di Inggris diungkapkan dengan menggunakan lensa masa kini.
Adalah sangat menarik bila 33 tahun memimpin Serambi Indonesia dapat menjadi sebuah dokumen unik yang enak dibaca dan dapat menjadi cermin bagi siapapun yang ingin tahu hampir semuanya tentang Aceh.
Sjamsul Kahar sangat mampu menggunakan lensa masa kini untuk melihat Aceh masa lalu.
Dirgahayu Serambi Indonesia, sehat dan panjang umur Sjamsul Kahar.(*)
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca juga: Denny Sumargo Digugat Hampir Rp 1 Miliar oleh Mantan Manajer Gara-gara Kasus Ini
Baca juga: Momen Marc Marquez Tiba di Lombok, Makan Nasi Kotak hingga Nikmati Sunset dari Bukit Seger Mandalika