Berita Abdya
IMM Demo Kejari Abdya, Tuntut Kejelasan Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Informasi Tokopika
“Jadi, kehadiran kami ke sini untuk mempertanyakan kejelasan bagaimana kelanjutan kasus Tokopika yang hingga saat ini belum ada kejelasan,” ujarnya.
Penulis: Rahmat Saputra | Editor: Saifullah
Ia mengaku, kasus tersebut tetap jalan dan saat ini sedang menunggu penghitungan kerugian negara dari pihak Inspektorat.
“Kalau besok keluar, ada hasil perhitungan (kerugian negera), tolong pegang ucapan saya, akan saya tetapkan tersangka, saya akan tahan,” tegas kasi Pidsus Kejari Abdya, Riki Guswandri, SH yang disambut teriakan hidup mahasiswa.
Bukan itu saja, Riki juga berjanji jika Inspektorat tidak mampu mengeluarkan hasil kerugian negara, maka pihaknya akan meminta pihak BPKP untuk menghitung kerugian negara kasus Tokopika tersebut.
“Kami minta Inspektorat kibarkan bendera putih, kita minta ke BPKP bersama-sama kita ke BPKP,” pungkasnya.
Baca juga: Mengenal Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Seperti diketahui, Kejari Abdya resmi meningkatkan status dugaan korupsi pengadaan aplikasi sistem informasi terpadu Toko Online Pusat Informasi Kreatif Abdya (Tokopika) senilai Rp 1,3 miliar.
Kabarnya, pengadaan aplikasi yang berada dibawah Dinas Koperasi UKM dan Perindag pada tahun 2020 itu, diduga terjadi mark-up harga yang cukup tinggi, dan menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
Untuk mengungkapkan kasus ini, tim penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, mulai rekanan, konsultan, hingga pejabat Dinas Koperasi UKM dan Perindag Abdya.
Kajari Abdya, Nilawati, SH, MH mengatakan, bahwa pihaknya telah meningkatkan status kasus dugaan korupsi pengadaan aplikasi Tokopika ke tahap penyidikan.
Ia mengakui dalam pengadaan Tokopika itu, ada beberapa item barang, harganya cukop tinggi dari nilai pasar, sehingga menyebabkan terjadi kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah.
Baca juga: VIDEO Tiga Tersangka Dugaan Korupsi Dana Desa Bintang Kekelip Diserahkan ke Jaksa Aceh Tengah
“Kalau angka pasti (kerugian negara) belum ada, namun real costnya sangat jauh berbeda dengan nilai kontrak,” sebutnya.(*)