Opini
Memberdayakan Nelayan
Menurut penelitian BPS tahun 2015-2017 bahwa kantung-kantung kemiskinan terjadi pada malahan sebagian besar pada masyarakat nelayan pesisir pantai
Sejalan dengan hal tersebut, Bengen (2001) menyebutkan bahwa masalah pengelolaan hutan mangrove secara lestari adalah bagaimana menggabungkan antara kepentingan ekologis (konservasi hutan mangrove) dengan kepentingan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Hal ini dapat ditempuh dengan kerja sama masyarakat nelayan dengan pemerintah.
Salah satunya adalah penataan kawasan ekonomi wisata bahari ekosistem mangrove.
Kasus di kawasan Mangrove Center Makassar Lantebung yang disiapkan sebagai kawasan Ekominawisata Bahari Kota Makassar.
Ratusan masyarakat nelayan ketika tidak melaut terkendala perubahan iklim.
Mereka mengakui dalam sehari bisa mendapatkan hingga 3 kg kepiting rajungan, yang dijualnya dengan harga Rp18 - 20 ribu per kg.
Bahkan Ikan-ikan pun sudah banyak karena mangrove sebagai tempat bertelur terjaga dengan baik.
Bahkan keberadaan ekosistem mangrove dapat dijadikan wisata mangrove di daerah mereka.
Sehingga masyarakat nelayan bisa menambah penghasilan warga dari jasa-jasa yang mereka berikan, seperti sewa perahu, menjual ikan dan produk-produk hasil laut lainnya yang diusahakan istri-istri mereka.
Hal ini menjadi sangat penting bahwa di setiap pemberdayaan nelayan dengan melakukan restorasi ekosistem mangrove telah berdampak secara ekologis dan sosial ekonomi pada mereka.
Tanpa adanya upaya pemeliharaan atau perlindungan secara berkesinambungan yang melibatkan partisipasi masyarakat (human system) di sekitar kawasan, maka upaya pengelolaan ekosistem mangrove kecil kemungkinannya akan berhasil.
Pada hakikatnya potensi ekonomi ekosistem mangrove berasal dari tiga sumber yaitu flora, fauna, dan jasa lingkungan dari ekosistem mangrove tersebut.
Di samping menghasilkan bahan dasar untuk industri.
Ekosistem mangrove menyediakan berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi, baik skala lokal, regional, maupun nasional serta sebagai penyangga sistem kehidupan masyarakat sekitar hutan.
Semua fungsi mangrove tersebut akan tetap berlanjut jika keberadaan ekosistem mangrove dapat dipertahankan dan pemanfaatan sumber dayanya berdasarkan pada prinsip- prinsip kelestarian.
Hal ini berarti mangrove berperan sebagai sumber daya renewable dan penyangga sistem kehidupan jika semua proses ekologi yang terjadi di dalam ekosistem mangrove berlangsung tanpa gangguan.
Momentum Hari Nelayan yang jatuh pada tanggal 6 April 2022, bahwasanya pemberdayaan masyarakat nelayan pesisir merupakan hal yang perlu diperhatikan dengan menjadikan masyarakat sebagai komponen utama dalam pengelolaan dan pelestarian ekosistem mangrove.
Oleh karena itu, persepsi atau sudut pandang masyarakat mengenai keberadaan ekosistem mangrove perlu untuk diarahkan kepada cara pandang yang positif.
Baca juga: Boat Nelayan dari Luar Simeulue Diduga Gunakan Bom Ikan
Baca juga: Kapolres Aceh Besar Serahkan Bantuan Modal Kepada 200 Pelaku Usaha, Mulai PKL,Warkop, dan Nelayan