Breaking News

Kupi Beungoh

Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XXIV) - Salahkah Putin Menuduh Barat Salah?

Tak hanya dalam perang, banyaknya negara-negara anggota NATO yang berbatasan langsung dengan Rusia juga menjadi ancaman bagi stabilitas domestik Rusia

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Oleh: Ahmad Humam Hamid*)

Pada peringatan hari kemenangan Uni Soviet terhadap gempuran tentara Nazi Jerman pada Perang Dunia II, pada tanggal 9 Mei beberapa hari yang lalu, Putin mengulangi lagi tuduhannya terhadap Barat dalam hal perang Ukraina.

Peringatan yang berlangsung di Red Suare-lapangan Merah, Moscow yang dimeriahkan dengan parade militer Rusia itu, digunakan oleh Putin untuk menjelaskan kepada rakyat Rusia dan Dunia, tentang kenapa Rusia terpaksa melakukan sebuah operasi militer untuk menginvasi tetangganya, Ukraina.

Rusia oleh Barat dihadapkan kepada sebuah situasi dilematis antara “diam” membiarkan dirinya terkepung secara perlahan, namun pasti oleh AS dan sekutunya NATO di Eropa.

Atau memberikan “reaksi” untuk menghentikan strategi AS yang telah berangsung lama untuk mengunci Rusia dengan memasukkan satu persatu negara eks Uni Soviet menjadi anggota NATO, bergabung dengan sekutu AS di Eropa Barat dan Timur.

Setelah menerima keanggotaan tiga negara Baltik, Estonia, Lithuania, dan Latvia yang bertetangga dengan Rusia menjadi anggota NATO, AS kembali bersiap-siap untuk menerima Ukraina, Moldova, dan bahkan Georgia menjadi anggota baru pakta pertahanan itu.

Jika hal itu terjadi praktis Rusia berbatasan dengan mayoritas negara-negara anggota NATO.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XVI) - Peringatan Untuk Biden, Putin, dan Tsar Bomba 50 Megaton

Itu artinya jika saja konflik memuncak antara Rusia dan AS dalam berbagai hal di masa depan, Rusia praktis tidak mempunyai wilayah penyangga dalam perang, maupun konflik.

Tidak hanya dalam perang, banyaknya negara-negara anggota NATO yang berbatasan langsung dengan Rusia juga menjadi ancaman bagi stabilitas domestik Rusia.

Ketika negara-negara tetangganya menjadi anggota NATO, hampir dapat dipastikan negara-negara itu juga akan menjadi anggota Uni Eropa yang memberi banyak kemudahan dalam pembangunan ekonomi.

Menjadi anggota NATO dan sekaligus anggota Uni Eropa pada hakekatnya menjadikan negara-negara itu lebih berpeluang menjadi negara demokratis, bebas, dan maju secara ekonomi.

Kebebasan, demokrasi, kemajuan,dan kesejehateraan negara tetangga adalah ancaman instabilitas Rusia, karena rakyat Rusia akan menuntut hal yang sama dari pemerintahannya.

Hal itulah yang sangat dikhawatirkan Putin, karena kalau hal itu terjadi, Republik Federasi Rusia akan mengalami proses kehancuran Uni Soviet jilid II yang terjadi pada tahun 1991.

Sodium Ferro Cyanide AS dan NATO sama sekali tidak memerangi Uni Soviet pada saat itu.

Kekacauan ekonomi dan keberanian yang berlebihan dan tidak sistematis dari Mikhail Gorbachev untuk pembaharuan Uni Soviet, telah membuat negeri itu tidak hanya kehilangan wilayah pengaruh di Eropa Timur, akan tetapi juga telah membuat Uni Soviet tutup buku dalam sejarah. Putin tidak mau hal itu terjadi.

Baca juga: Bukan Cuma Gertak, Rusia Serang Senjata yang Dipasok Ke Ukraina Oleh AS dan Eropa

Pergumulan AS dan sekutunya dengan Rusia dalam memperebutkan Ukraina sebenarnya telah berlangsung lama, dan mencapai puncaknya ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych, yang pro Rusia digulingkan oleh protes rakyat Ukraina pada Februari 2014.

Tidak dapat disangkal AS dan sekutunya berperan dibalik penggulingan itu. Tidak bisa menerima kenyataan itu, pada bulan April 2014, Rusia menginvasi Crimea, dan mendukung pemisahan diri dua kawasan Timur Ukraina, Donetsk dan Luhanks.

Kedua kawasan dengan mayoritas penduduk berbahasa Rusia itu kemudian memproklamirkan diri menjadi dua republik yang memisahkan diri dari Ukraina yang mendapat dukungan penuh dari negara Rusia.

Kejadian itu sesungguhnya lebih merupakan pesan Putin kepada AS dan sekutunya untuk tidak menarik Ukraina ke dalam NATO, dan bahkan untuk anggota Un Eropa sekalipun.

Kejadian itu juga menjadi peringatan penting kepada elit dan masyarakat Ukraina untuk melupakan keinginan menjadi bagian dari kekuatan AS dan NATO, seperti langkah yang diambil oleh elit pemerintahan pasca Yanukovich yang semakin dekat dengan Barat setelah penggulingan itu.

Pesawat Militer Rusia yang Membawa Hulu Ledak Nuklir Memasuki Wilayah Uni Eropa
Pesawat Militer Rusia yang Membawa Hulu Ledak Nuklir Memasuki Wilayah Uni Eropa (Serambi on TV)

Seperti diketahui, pemerintah sementara pimpinan Yukochenko yang mengikuti revolusi pro-Barat itu akhirnya menandatangani perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa yang dipandang sebagai langkah pertama menuju keanggotaan blok tersebut.

Kebijakan geopolitik AS tentang perluasan keanggotan NATO, terutama terhadap beberapa bekas negara anggota Uni Soviet dalam kaitannya dengan Rusia, telah menimbulkan perbedaan pedapat, terutama dikalangan ilmuwan dan pemikir geopolitik AS.

Sebagian berpendapat, sudah saatnya Rusia dllemahkan secara strategis dengan menjadikan negara-negara perbatasannya menjadi anggota NATO, sementara yang lainnya menilai kebijakan itu akan membuat Rusia terpojok.

Akhirnya hal itu akan memaksa Rusia untuk melakukan hal-hal sebaliknya yang akan menimbulkan kegocangan baru di Eropa.

Salah seorang penentang keras kebijakan perluasan keanggotaan NATO untuk negara-negara eks Uni Soviet yang tersisa oleh AS, terutama terhadap Ukraina, adalah John Mearsheimer, guru besar ilmu politik internasional dari Universitas Chicago.

Baca juga: NATO Buka Pintu Untuk Anggota Baru, Kecuali Ukraina, Tidak Dapat Diterima

Penulis buku terlaris “ The Israel Lobby and US Foreign Policy, jauh sebelum perang Ukraina telah mengeritik kebijakan AS dalam hal perluasan keanggotaan NATO, dan hubungan istimewa AS dengan Ukraina.

Bahkan Mearsheimer dengan tegas menyebutkan keputusan Putin untuk menganeksasi Crimea, sepenuhnya kesalahan dan tanggung jawab AS dan sekutunya di Eropa.

Bagi Mearsheimer, AS tidak pernah berhenti menggerus dan medesak Rusia ke dalam posisi yang membuat negeri itu tak berdaya adalah sebuah kesalahan besar.

Tidak berhenti dengan memasukkan semua negara eks Pakta Warsawa, yakni negara-negara Eropa Timur menjadi anggota NATO, negara-negara itu segera menjadi anggota Uni Eropa.

Keadaan menjadi bertambah panas ketika berlangsung Pertemuan Puncak NATO di Bucharest, Romania, pada tahun 2008 yang mengumumkan Georgia dan Ukraina akan segera menjadi anggota NATO.

Segera saja setelah itu Putin menyebutkan langkah NATO adalah ancaman terhadap kelansungan negara Rusia

Bagi Putin rencana itu bukan hanya perluasan NATO dalam arti fisik, tetapi membuat Rusia langsung berhadapan dengan kekuatan barat di halaman depan rumahnya sendiri.

Apalagi dengan kembaran fisik militer NATO, kekuatan ekonomi Uni Eropa. Ancaman ideologi demokrasi liberal dan ekonomi pasar bebas negara-negara perbatasan adalah masalah ançaman masa depan Rusia.

Bayangkan saja hari ini, jika Rusia mempunyai sekutunya Kanada atau Mexico, lalu satu atau kedua negara menjadi anggota aliansi militer yang disponsori Rusia.

Bahkan kalau perlu dengan penempatan pasukan Rusia, berikut dengan berbagai perangkat milter, dan bahkan kalau perlu rudal nuklir. Apa tindakan AS terhadap langkah itu.

Baca juga: Rusia Ancam Dengan Senjata Nuklir, Prancis Peringkatkan Putin : NATO Adalah Aliansi Nuklir

AS pernah mengalami hal itu pada tahun enam puluhan ketika Presiden Rusia, Nikita Khrushchev  menempatkan hulu ledak nuklir di Teluk Babi, Kuba.

Rakyat AS takut bercampur marah, dan segera setelah itu Presiden John F Kennedy mengancam Rusia dengan dua pilihan.

Segera memindahkan peluru kendali dari Kuba, atau AS akan segera memasuki perang nuklir dengan Rusia.

Memang pada masa itu kemajuan persenjataan nuklir AS masih jauh di atas kemajuan Rusia.

Hal itu membuat Khrushchev sangat kaget dan terancam. Hulu ledak nuklir Rusia kemudian dicabut.

Kennedy di puja dan dianggap berani, rakyat AS menjadikan Kennedy sebagai pahlawan. Sebaliknya Khrushchev dianggap pengecut oleh rakyat dan elit Rusia. Akhirnya ia digulingkan.

Mearsheimer tidak secara langsung mengeritik doktrin Monroe yang secara esensi menekankan bahwa perang antara AS dengan musuhnya tidak boleh terjadi di AS.

Pilihannya bisa di sebuah tempat tertentu, atau langsung di negeri musuh AS itu sendiri.

Sebuah keuntungan besar yang dimiliki AS sampai dengan hari ini adalah negara itu mempunyai penyangga besar di timur, samudera Atlantik, dan di barat, samudra Pasifik yang mempunyai nilai pertahanan yang luar biasa terhadap serangan fisik musuh manapun.

Baca juga: Joe Biden Akan Tampung Ilmuwan Top Rusia, Sebaliknya Siap Menyita Aset Oligarki Rusia untuk Ukraina

Sementara di utara AS sangat tidak mungkin berperang dengan Kanada. Sementara di Selatan, Amerika Serikat bertetangga dengan negara yang sangat tergantung dengan AS, yakni Meksiko.

AS juga menjadi penguasa tunggal laut Karibia, setelah pada awal abad ke 20 mengusir Spanyol dari kawasan itu, dan memaksa secara tak langung, Perancis untuk mengundurkan diri.

Bagi Mearsheimer, persoalan penyebar luasan nilai-nilai demokrasi liberal bagi AS, bukanlah persoalan utama ideologi.

Akan tetapi lebih banyak berurusan dengan kepentingan negara itu sendiri. AS tak segan menjatuhkan pemerintah demokrasi negara lain, jika itu bertentangan dengan kepentingan nasionalnya.

Bagi Mearsheimer, kebijakan AS kadang sering tak ada hubungannya dengan nilai-nilai universal yang dianutnya, apalagi demokrasi, akan tetapi lebih sebagai hakikat permainan negara adi kuasa.

Sebaliknya, seperti kasus Teluk Babi Kuba pada tahun enam puluhan, dimana AS sangat takut dan terancam dengan kehadiran militer dan senjata nuklir Uni Soviet.

Hal yang sama juga wajar terjadi jika Rusia takut dan terancam dengan bergabungnya Ukraina dengan NATO dan Uni Eropa.

Berbeda dengan Mearsheimer, bagi kelompok pendukung kebijakan ekspansi NATO, AS sudah sepatutnya dan sangat perlu terlibat tidak langsung dalam perang Ukraina.

Baca juga: Putin, Ukraina, dan Perang Dunia 3 (XV) - Kinzhal, Mie Razali, Canai Mamak, dan Stringer

Alasannya juga cukup kuat, karena Putin adalah “pemimpi” kebesaran Rusia masa lalu. Dari berbagai tulisan dan pidato Putin terlihat jelas Putin ingin menempatkan dirinya dalam sejarah Rusia sejajar kalau tidak lebih besar dari Peter Agung abad ke 17, atau Katherina Agung abad ke 18.

Kedua penguasa itu adalah simbol kekuatan dan modernitas Rusia. Rusia mempunyai wilayah persis seperti yang pernah dimiliki oleh Uni Soviet pada awal abad ke 20.

Jalan pikiran Putin dipandang oleh pendukung keteribatan AS di Ukraina, terutama oleh ilmuwan seperti Francis Fukuyama, atau sejarawan Steven Kotkin, sangat berbahaya.

Bagi Fukuyama, adalah kewajiban bagi AS untuk melanjutkan pekerjaan penyebaran ideologi liberal-demokrasi dan pasar bebas.

Sementara itu bagi Kotkin ucapan dan tulisan Putin tentang Ukraina bukan sebagai negara, adalah cerminan sikap imperial Rusia klasik yang sangat berbahaya bagi masa depan Eropa dan dunia.

Pada bulan Juli 2021, Putin menulis sebuah artikel yang menguraikan tentang sejarah persatuan antara Rusia dan Ukraina, yang pada hakekatnya menyebutkan dua entitas itu sebagai sebuah kesatuan yang tak terpisahkan, yakni Rusia.

Hanya karena kecelakaan sejarahlah yang membuat Rusia dan Ukraina menjadi dua negara.

Baca juga: VIDEO Amerika Serikat Paksa ASEAN Kutuk dan Jatuhkan Sanksi ke Rusia

Misi Putin adalah membuat kesalahan sejarah itu kembali diluruskan untuk ditempatkan pada posisi yang semestinya. Russky Mir,-dunia Rusia, Novorossiya,- Rusia baru, yediyi narod- satu bangsa antara Rusia dan Ukraina adalah beberapa terminologi yang kerap digunakan Putin dalam membangkitkan nasionalisme Rusia, terutama menjelang perang Ukraina.

Perdebatan salah atau benar Putin mengivasi Ukraina, atau salah atau benar AS dan sekutunya membantu Ukraina adalah debat panjang yang tak pernah selesai.

Tidak ada seorang hakimpun yang mampu memberikan vonis yang objektif terhadap tindakan kedua negara adikuasa itu.(*)

*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

BACA ARTIKEL KUPI BEUNGOH LAINNYA DI SINI

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved