Masih Ingat Fidelis? Kisah Ganja Medis untuk Selamatkan Istri yang Berujung Jeruji Besi dan Maut
Fidelis, sosok pria di tahun 2017 dengan kisahnya tentang ganja medis untuk selamatkan istri yang berujung jeruji besi dan maut.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
Putusan itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa yang menuntut 5 bulan penjara dan denda Rp 800 juta.
Oleh majelis hakim, perbuatan Fidelis dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 111 dan 116 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Kala itu, Fidelis mengaku kecewa atas vonisnya.
Penjara sekalipun tak mampu mengembalikan nyawa istri tercintanya.
"Saya kecewa, karena toh istri saya nyawanya tak terselamatkan," kata Fidelis dengan suara berat menahan tangis usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Sanggau, 2 Agustus 2017.
Kisah ini sempat mengundang perhatian dan simpati publik. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyesalkan pemidanaan terhadap Fidelis.
Namun demikian, Fidelis tetap menjalani hukumannya hingga bebas 9 bulan setelah ditahan atau pada 16 November 2017.
"Yang pasti saya sangat senang, banyak berucap syukur akhirnya saya dinyatakan bebas," ujar Fidelis.
Berangkat dari kisah Fidelis dan Yeni, diskursus legalisasi ganja medis di Indonesia bolak-balik disuarakan, meski hingga kini belum terealisasi.
Baca juga: Komisi III Undang Pakar Medis Aceh Bahas Ganja dalam RDP, Maruf Amin Minta MUI Keluarkan Fatwa
Perjuangan Santi untuk putrinya
Kini, wacana legalisasi ganja medis hidup kembali.
Hal ini menyusul aksi Santi Warastuti, seorang ibu yang putrinya mengidap cerebral palsy.
Kini Santi tengah mengajukan gugatan uji materi UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Karena penyakitnya, putri Santi membutuhkan pengobatan cannabis oil (CBD) yang terbuat dari ekstrak ganja.
Namun, karena UU Nomor 35 Tahun 2009 melarang penggunaan narkotika untuk kepentingan medis, pengobatan ini menjadi terhalang.
Santi tak sendiri. Ia menggugat ketentuan mengenai larangan penggunaan ganja medis di UU Narkotika bersama dua orang lainnya.
Baca juga: MUI Tunggu Permintaan Resmi Pemerintah dan DPR Soal Fatwa Ganja Medis
Dua orang tersebut ialah Dwi Pertiwi, ibu dari Musa IBN Hassan Pedresen yang juga mengalami cerebral palsy.
Belum sempat mendapatkan pertolongan ganja medis, Musa mengembuskan napas terakhir sebulan setelah ibunya mengajukan gugatan ke MK atau 26 Desember 2020.
Penggugat ketiga juga merupakan seorang ibu bernama Nafiah Muharyanti.
Putri Nafiah, Masayu, mengidap epilepsi dan diplegia spactic yang juga merupakan bentuk dari cerebral palsy.
Hampir dua tahun sejak gugatan diajukan, MK tak kunjung memutuskan perkara ini.
Akhirnya, Santi melakukan aksi membawa poster bertuliskan "Tolong, anakku butuh ganja medis" di Car Free Day (CFD) Bundaran HI Jakarta pada Minggu (26/6/2022).
Unggahan mengenai aksi ini lantas viral di media sosial dan berujung pada terbukanya kembali wacana legalisasi ganja medis di Indonesia.
Terkait hal ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengaku akan mengkaji kemungkinan legalisasi ganja medis seiring dengan rencana revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tak hanya itu, Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin bahkan meminta MUI membuat fatwa mengenai wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis.
Demikian kisah Fidelis yang gunakan ganja medis untuk selamatkan istri namun berujung jeruji besi dan maut, hingga Santi yang tengah mengajukan gugatan uji materi UU Narkotika ke MK untuk selamatkan sang anak.
(Serambinews.com/Sara Masroni, Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)