Salam
Kita Berharap Kian Pemilu Berkualitas
Menko Polhukam, Mahfud MD, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) supaya bekerja secara cermat dan penuh profesionalitas
Menko Polhukam, Mahfud MD, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) supaya bekerja secara cermat dan penuh profesionalitas.
Sebab, dalam pemilu itu selalu ada yang berbuat curang dan sebaliknya ada yang menjadi korban kecurangan.
Makanya, Mahfud meminta KPU bersikap profesional dan bersiap-siap jika ada peserta pemilu yang menggugat.
"Kepada KPU saya ingin menyampaikan pesan, Anda harus sungguh-sungguh bekerja menyelenggarakan pemilu ini dengan sebaik-baiknya, dengan penuh profesionalitas.
Karena apapun yang Anda lakukan itu pasti ada yang menggugat.
Tidak ada pemilu yang tidak digugat, sejak dulu selalu digugat," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Mahfud mengungkap saat dia menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) ada ratusan perkara kecurangan pemilu yang digugat ke MK.
"Saya tahu bahwa kecurangan dalam Pemilu itu selalu terjadi, karena saya mantan hakim MK, saya dulu juga Bawaslu daerah ketika Pemilu pertama reformasi, selalu ada kecurangan.
” Mahfud lalu mengungkap perbedaan kecurangan pemilu saat ini dan Orde Baru.
Baca juga: Tangkal Hoaks, Panwaslih Aceh Ajak Media Kolaborasi Awasi Pemilu 2024
Baca juga: KIP Sosialisasikan PKPU Tentang Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu
Kecurangan pemilu saat itu, dilakukan secara vertikal.
Kecurangan sekarang itu kecurangan horizontal, kecurangan antarkontestan.
Syukurnya, saat ini sudah ada pengadilan dan lembaga pengawas pemilu.
Dan, karenanya, pemilu saat ini sudah lebih demokratis.
Dari banyak catatan dan hasil penelitian, kecurangan dalam pelaksanaan pemilu biasanya dilakukan secara sporadis, tidak merata dan bersifat horizontal.
Kecurangan-kecurangan yang bersifat sporadis itu umumnya tidak terstruktur dan dilakukan oknum pemain di lapangan.
Ada beragam kecurangan secara sporadis yang dilakukan peserta pemilu yakni politik uang, pemborongan suara, perampasan kartu suara, dan lain-lain.
Dan, KPU harus memahami betul modus-modus kecurangan itu demi menjaga kualitas pemilu.
Untuk menjadi pelaksana yang fair, KPU tidak perlu takut atau ragu-ragu bertindak, karena kelembagaan KPU memiliki jaminan hukum yang kuat.
Paling tidak, ada empat dasar hukum yang menjamin KPU.
Pertama, kedudukan KPU berdasarkan UUD 1945 dan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, bersifat mandiri dan tidak bisa diintervensi, baik oleh sejumlah pihak atau oleh pemerintah.
Komisioner kpu bukan diangkat pemerintah melainkan dipilih DPR melalui panitia seleksi (pansel).
Kedua, pada pemilu kali ini ada lembaga pengawas KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Pengawas ini sudah bersifat tegas dan tetap, yakni Bawaslu, DKPP dan sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) dan kemudian berakhir di MK.
Ketiga, pemilu kali ini pengawasan bukan hanya dilakukan lembaga struktural di atas, tetapi dilakukan masyarakat secara bebas baik swasta, negara, ada lembaga survei yang bisa menjadi alat untuk mengontrol kinerja KPU.
Keempat, penghitungan dan penetapan hasil pemilu tidak dilakukan dengan teknologi atau komputerisasi yang bisa dicurigai.
Tidak mungkin program menghasilkan angka tertentu.
Semuanya dihitung secara manual.
Akan tetapi, harus diingat pula, bahwa ada tiga komponen pokok yang menentukan pemilu itu terlaksana secara lancar dan berkualitas.
Pertama adalah penyelenggara pemilu yang berintegritas di dalamnya termasuk KPU dan pengawas.
Kedua adalah peserta pemilu, dan ketiga adalah publik.
Justru itulah, mulai sekarang dan seterusnya, selain KPU dan Bawaslu harus menjadi pelaksana dan pengawas yang profesional, juga harus memberikan pendidikan politik demokrasi kepada masyarakat, sehingga keterlibatan publik dalam pemilu bisa lebih meningkat lagi.
Sebab, tingkat pastisipasi publik dalam pemilu sangat menentukan kualitas pesta demokrasi itu sendiri.
Nah?!
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, KIP Aceh Besar Sosial Peraturan KPU Tentang Verifikasi dan Penetapan Parpol
Baca juga: KIP Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Untuk Sukseskan Pemilu 2024