Jurnalisme Warga
Restorative Justice, Penyelesaian Perkara Hukum dengan Damai
Konsep ini lahir sebagai respons terhadap kegagalan sistem peradilan pidana dalam menanggulangi kejahatan dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat

OLEH CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Umuslim, Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Hukum Uniki, dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Matangglumpang Dua
HUKUM adalah peraturan berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, tegaknya keadilan, dan mencegah terjadinya kekacauan.
Hukum memiliki tugas menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Keberadaan lembaga penegak/ pelindung hukum sangatlah diperlukan.
Salah satu lembaga penegak hukum di Bireuen, yaitu Kejaksaan Negeri Bireuen, saat ini sedang giat-giatnya mengadakan sosialisasi Pelaksanaan Penyelesaian Hukum berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) disingkat RJ.
Konsep ini lahir sebagai respons terhadap kegagalan sistem peradilan pidana dalam menanggulangi kejahatan dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, sebagaimana yang disampaikan Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr ST Burhanuddin MH pada kuliah Tamu yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga pada Kamis, 30 Juni 2022 (fh.unair.ac.id).
Baru-baru ini dalam rangka peringatan Hari Bhakti Adhyaksa, Kejaksaan Negeri Bireuen menggandeng Universitas Almuslim (Umuslim) melaksanakan seminar hukum dengan tema “Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) oleh Kejaksaaan”.
Kegiatan ini digelar di Aula Ampon Chiek Peusangan, Bireuen, dengan melibatkan tujuh narasumber yang kompeten di bidangnya.
Pemateri utama, Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Bapak Muhmmad Farid Rumdana MH dalam pemaparannya mengatakan bahwa penyelesaian perkara dengan RJ diartikan bagaimana mengembalikan suatu keadaan kepada keadaan semula, yang tadinya baik kemudian berkelahi, lalu baikan lagi.
Baca juga: Kasus Pria Pukul Wanita di Tangse Dihentikan, Jaksa Selesaikan Secara Restorative Justice
Baca juga: Puluhan Desa di Aceh Singkil Ikut Sosialisasi Raqan Restorative Justice
Apabila diteruskan ke pengadilan maka akan panjang prosesnya dan akan ada efek yang ditimbulkan, terutama kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Jika ada yang ditahan, maka ada efek yang timbul kemudian salah satunya masyarakat akan memberikan label tersangka atau korban kepada yang berperkara.
Ada beberapa perkara yang telah ditangani oleh Kejaksaan Bireuen dan diselesaikan secara RJ.
Di Bireuen juga sudah dibangun salah satu Balai Damai di Gampong Blang Dalam, Kecamatan Jeumpa.
Fungsinya untuk menyelesaikan perkara secara musyawarah dan mufakat untuk mencari jalan tengah atau perdamaian.
Syarat yang harus dipenuhi terkait penyelesaian perkara dengan RJ ini adalah adanya pelaku dan korban, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda, atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.
Selain itu, tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban dan tersangka juga mengganti kerugian korban.
RJ ini berhubungan pula dengan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2009 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Istiadat yang intinya perselisihan diselesaikan secara bertahap menggunakan adat istiadat gampong.
Pemateri kedua adalah Dr H Muzakkar A Gani MH. Mantan bupati Bireuen ini menjelaskan beberapa difinisi tentang RJ.
Baca juga: Kejari Sabang Kembali Damaikan Kasus Sengketa Melalui Restorative Justice
Mengutip Bagir Manan, Muzakkar menyebutkan bahwa RJ berisi prinsip membangun partisipasi bersama antara pelaku dan kelompok masyarakat untuk menyelesaikan suatu kejadian.
Ada tiga prinsip dasar RJ, yaitu 1) terjadinya pemulihan kepada mereka yang menderita kerugian akibat kejahatan; 2) pelaku memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pemulihan keadaan; dan 3) pengdilan berperan untuk menjaga ketertiban umum dan masyarakat berperan untuk melestarikan perdamaian yang adil.
Dalam materinya, sosok yang pernah menjabat Dekan FISIP dan Wakil Rektor III Universitas Almuslim ini memaparkan bahwa penyelesaian kasus secara adat di Aceh telah disepakati bersama sesuai surat keputusan bersama antara Gubernur Aceh, Kapolda, dan Ketua Majelis Adat Aceh nomor 189/677/2011, 1054/MAA/XII/2011 dan No.B/121/1/2012 tentang Kesepakatan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) melalui Peradilan Adat Gampong.
Muzakkar menyampaikan bahwa Pemkab Bireuen telah menuangkan bentuk dukungan dengan penandatangan perjanjian kerja sama dalam penanganan perkara oleh kejaksaan antara Pemkab Bireuen dengan Kejaksaaan Negeri Bireuen.
Ruang lingkup kerja sama ini adalah pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, pemberian pendapat hukum, pendampingan hukum, dan audit hukum.
Sementara itu, pemateri ketiga, Muchlis Rama (mewakili Ketua DPRK Bireuen/ Ketua Komisi V) menyampaikan bahwa tidak semua perkara harus diselesaikan secara formal.
Dengan hadirnya penyelesaian secara RJ harus dapat disampaikan kepada masyarakat melalui kepala desa atau wakil rakyat bahwa jalan tidaknya program ini tanggung jawab bersama antara legislatif dan eksekutif.
Politisi muda ini menambahkan, keadilan restoratif ini dilakukan oleh Kejaksaan Bireuen dalam upaya untuk meminimalkan orang berkasus yang memenuhi kriteria perdamaian agar tidak masuk penjara.
Narasumber keempat, AKBP Mike Hardy Wirapraja MH (Kapolres Bireuen), menyampaikan bahwa proses peradilan yang dilakukan oleh polisi, sama prinsipnya yang dilakukan oleh Kejari.
Polisi sangat terbantu dengan adanya keadilan restoratif.
Baca juga: Kasus Keributan di Lapangan Bola Diselesaikan Kejari Aceh Singkil Melalui Restorative Justice
Kendala yang ditemukan di lapangan adalah batas waktu penangkapan.
Polri diibaratkan sebagai dokter sosial harus mampu menangani semua tindak pidana berupa tindak pidana (TP) umum, TP khusus, TP ITE, TP terorisme, TP narkoba, dan TP lainnya.
“Berbicara tindak pidana, maka kita berbicara konflik.
Tentunya dalam pelaksanaan di masyarakat ada yang suka dan tidak suka,” ujarnya.
Materi dari perspektif akademisi disampaikan oleh Dr Marwan MPd.
Menurut Rektor UniversitasAlmuslim ini, perlu adanya tinjauan akademikdi dalam kurikulum untuk implementasi MBK, memuat substansi kearifan lokal berupa adanya konsep RJ dalam materi kuliah di ruang kelas.
Lebih lanjut, katanya, kampus dapat mengimplementasikan RJ dengan memberikan pemahaman kepada mahasiswa terkait konsep RJ dan harus dapat disosialisasikan oleh sivitas akademika kepada masyarakat.
Pemateri berikutnya, Drs Ridwan Khalid (Ketua Majelis Adat Aceh, Bireuen), mengatakan bahwa dasar hukum pelaksanaan peradilan adat di Aceh utamanya tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Peradilan Adat Gampong dan Mukim atau nama lainnya di Aceh.
RJ di sini, menurutnya, bukanlah hal baru, melainkan sudah sangat sering diterapkan.
Ia beberkan juga sanksisanksi adat menurut Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008, yakni berupa nasihat, teguran, pernyataan maaf, sayam, diyat, denda, ganti kerugian, dikucilkan, dan dikeluarkan dari gampong.
Materi pemungkas disampaikan oleh Muhammad Zubir MH (Ketua YARA Kabupaten Bireuen).
Baca juga: Kejari Aceh Singkil Luncurkan Rumah Restorative Justice, Hapo Hukum Sime Keadilan
Tokoh muda yang berprofesi sebagai pengacara ini mengatakan bahwa RJ ini adalah bagaimana negara hadir dalam menyelesaikan sengketa dengan adanya alternatif lain tanpa harus diselesaikan di pengadilan.
Menurutnya, hal ini menjadi suatu barometer bagi nasional bahwa NKRI mengakui kearifan lokal dalam penyelesaian sengketa.
Proses penyelesaian sengketa di pengadilan menghabiskan uang negara yang sangat besar.
Maka upaya penyelesaian sengketa hendaknya dapat diminimalkan dan dicari alternatif lain berupa pemberian regulasi oleh negara untuk penyelesaian sengketa dengan pendekatan kearifan lokal secara penuh.
RJ, menurut Zubir, merupakan suatu terobosan yang sangat luar biasa dalam penyelesaian sengketa pidana.
Seminar yang turut dihadiri para pejabat, tokoh masyarakat, mahasiwa, dan dosen itu berlangsung dalam suasana penuh keakraban dan sarat bobot ilmiah.
Jujur, sebagai mahasiswa fakultas hukum, saya mendapat banyak ilmu dan wawasan dalam seminar ini. (chairulb06@gmail.com)
Baca juga: Polda Terapkan Restorative Justice untuk Perakit Senpi, Pastikan RFR tak Terlibat Kelompok Radikal
Baca juga: Aceh Barat Punya Rumah Restorative Justice, Kajari: Tipiring Bisa Diselesaikan di Tingkat Gampong