Opini

Runtuhnya Benteng Keadilan

Dalam kasus pidana, seseorang yang tak menerima putusan pengadilan negeri, dapat mengajukan banding ke pengadilan tinggi

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Runtuhnya Benteng Keadilan
For Serambinews.com
SAIFUDDIN BANTASYAM, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Jika publik tidak lagi menaruh kepercayaan maka tidak ada lagi kepemimpinan meskipun pimpinan itu menyatakan secara jujur sudah bertaubat terhadap kesalahan masa lalu dan menggunakan retorika yang indah dan menarik untuk memukau publik.

Namun, publik tetap tak akan percaya.

Kepercayaan publik adalah pilar kekuatan.

Ketika pilar kekuatan tidak ada lagi, konstruksi bangunan akan hancur, roboh menimpa para penghuninya, yang merupakan penegak keadilan.

Karena itu, mereka yang ada di area tersebut, mesti dijaga agar taat pada etika dan memiliki moralitas yang tinggi.

Kata Aristoteles, etika adalah filsafat moral.

Etika (ethos) adalah perasaan batin, kecenderungan hati seseorang untuk berbuat kebaikan.

Ada pun moralitas adalah apa yang disebut oleh Immanuel Kant sebagai kesesuaian sikap kita dengan norma atau hukum batiniah kita, apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita.

Menurut Kant, moralitas itu akan tercapai apabila kita menaati hukum lahiriah bukan lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan kita atau takut pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan karena kita menyadari bahwa hukum itu merupakan kewajiban kita.

Keseluruhan perbuatan dan perilaku penegak hukum, diatur, ditentukan, dan dibimbing oleh norma moral yang berlaku umum untuk semua manusia.

Dalam konteks ini, perbuatan dan perilaku manusia yang berlandas pada syarat-syarat moral dianggap sebagai perilaku yang baik.

Namun, jika sebaliknya, maka akan dinyatakan sebagai perbuatan dan perilaku yang buruk.

Pagar makan tanaman tentulah suatu bentuk perilaku buruk, tidak etis sekaligus tidak bermoral dan karena itu harus dicegah.

Pasar gelap yang memperdagangkan keadilan itu harus ditutup permanen.

Kasus Sudrajad itu mungkin dapat dijadikan pintu masuk untuk melakukan pembersihan dan membongkar kemungkinan terlibatnya lebih banyak hakim dan panitera.

Di samping itu, proses rekrutmen, pengawasan oleh KY dan MA terhadap hakim, semestinya juga menyentuh sisi-sisi moral para hakim, bahkan sebelum jadi hakim.

Perkembangan kesadaran moral ini memerlukan pendidikan, keteladanan, bimbingan, arahan, dan kemudian tak memberi ampun saat hal tersebut dilanggar oleh mereka yang “mewakili” Tuhan di dunia.(saifudin@unsyiah.ac.id)

Baca juga: Forkopimda Bireuen Hadiri Seminar Hukum Terkait Keadilan Restoratif

Baca juga: Kejari Aceh Singkil Luncurkan Rumah Restorative Justice, Hapo Hukum Sime Keadilan

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved