Berita Pidie
Aceh belum Swasembada Garam, Ini Target dan Realisasinya, DKP terus Kembangkan Industri Garam Rakyat
Kendati garis pantai laut di Aceh mencapai ribuan kilometer, tapi sampai kini daerah ujung Pulau Sumatera ini, belum swasembada garam
Penulis: Herianto | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM, PIDIE - Kendati garis pantai laut di Aceh mencapai ribuan kilometer, tapi sampai kini daerah ujung Pulau Sumatera ini, belum swasembada garam.
Buktinya, produksi garam rakyatnya baru mencapai 5.900 ton/tahun, dari targetnya 10.000 ton/tahun.
“Oleh karena itu, DKP Aceh terus mengembangkan industri garam rakyat, melalui berbagai teknologi, diantaranya dengan sistem tunel,” kata Kadis Kelautan dan Perikanan Aceh, Aliman S.Pi, MSi.
Hal itu disampaikan Aliman pada acara panen garam rakyat perdana dengan sistem tunel bersama Pj Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto dan pejabat lainnya, pada hari Kamis (6/10) kemarin di Gampong Cebrek, Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie, dalam press rilisnya yang disampaikan kepada Serambi, Jumat (7/10/2022).
Panen garam melalui sistem tunel yang dilakukan ini, menurut Aliman, sebagai contoh agar pelaku usaha garam rakyat di daerah sentra produksi garam, melakukan hal yang sama.
Aliman mengatakan, pada tahun anggaran 2022 ini, DKP Aceh ada memprogramkan pembangunan tunel garam di empat daerah, yaitu Aceh Besar, Pidie, Pijay dan Aceh Utara.
Masing-masing daerah diberikan 10 unit tunel penjemuran garam kepada kelompok tani garamnya.
Baca juga: Diperiksa Kejagung sebagai Saksi Dugaan Korupsi Impor Garam, Susi Pudjiastuti: Kok Heboh Banget sih?
Kenapa DKP Aceh dalam program peningkatan produksi garam rakyat di Aceh, menggunakan teknologi tunel sebagai proses pembuatan dan produksi garam rakyat di daerah.
Karena sistem kerja penjemuran air laut menggunkan tunel itu, kerjanya sangta efektif, efisien dan ekonomis serta produktivitas garamnya banyak.
Selain itu, ungkap Aliman, warna garamnya bersih putih, rasa garamnya gurih, higenis dan bebas dari najis atau kotoran binatang.
Karena ruang penjemuran air lautnya selain dilapisi oleh terpal hitam (isolator geomembrane) antibocor yang tebal.
Kemudian di atapi dengan menggunakan plastik tebal khusus warna putih transparan.
Sehingga hasil garamnya tidak dikotori oleh binatang yang melintas di udara, seperti burung, maupun binatang melata lainnya di darat, pada saat proses penjemuran air laut yang akan dioleh menjadi garam.
Satu unit tunel garam, sebut Aliman, berukuran 4 x 10 meter. Satu unit tunel bisa menghasilkan 200 Kg garam putih.
Kalau ada 10 unit tunel, dapat memproduksi 2.000 Kg, dikali harga garam rakyat saat ini Rp 3.000/Kg, pendapatan kotor yang diperoleh kelompok tani garam untuk satu kali panen 10 tunel senilai Rp 6 juta.
Baca juga: Menjelajah Little Afrika-nya Aceh, Camping, Arung Jeram hingga Bermain dengan Gajah di DAS Peusangan
Pendapatan sebesar itu, kata Aliman, bila kelompok tani tidak mengolahnya menjadi garam dapur.
Kalau dioleh menjadi garam dapur, ditambah Yodium dan dimasukkan dalam kemasan plastik tebal dan dibuatkan mereknya, harga jual garam naik menjadi Rp 20.000/Kg.
Aliman mengungkapkan, pada tahun ini Aceh diberikan target oleh pemerintah pusat, bisa memproduksi garam sebanyak 10.000 ton/tahun.
Namun dari Januari – September 2022 kemarin, produksi garam rakyat Aceh masih berkisar 5.900 ton, sehingga masih terjadi kekurangan sekitar 4.100 ton lagi/tahun.
Karena itu, kata Aliman, DKP Aceh terus melakukan pembinaan bagi kelompok tani garam rakyat di daerah sentra produksi garam di Aceh, yang tersebar di delapan daerah, yaitu Aceh Besar, Pidie, Pijay, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Aceh Selatan.
Tunel-tunel garam rakyat yang kita bangun itu, kata Aliman, di lokasi sentra produksi garam di masing-masing daerah. Kelompok tani yang akan mengoperasikan tunel garam itu, diseleksi lebih dahulu.
Kemudian diberikan bimbingan tehnis, baru diserahkan tunel garam yang sudha dibangun kepadanya untuk dikelola secra baik dan benar, agar masa pakai tunel garamnya bisa lebih panjang.
Pengalaman beberapa tahun sebelumnya, ungkap Aliman, DKP Aceh, pernah membangun tunel garam yang sama di daerah sentra produksi garam, dibeberapa daerah.
Baca juga: Susi Pudjiastuti Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Impor Garam, Berapa Kerugian Negara?
Karena kelompok tani garam yang menerima tunel garam itu, kurang serius mengurus tunel garamnya, masa pakai tunel garam jadi singkat, satu atau dua tahun, sudah rusak dan tak lagi difungsikan.
Tunel garam yang kita bangun tahun ini, kata Aliman, berbentuk bangunan segi tiga, terbuat dari rangka kayu, diharapkan masa pakainya bisa lebih panjang, sampai lima tahun.
Setelah itu dari penjualan produksi garam, bisa menambah bangunan tunel garam lainnya.
“Maksudnya, dari 10 unit bangunan tunel garam yang kita bantu dan berikan secara gratis kepada kelompok pelaku usaha garam di daerah, pada tahun depan bisa bertambah, satu atau dua tunel, dari penjualan produksi garamnya,”ujar Aliman.
Baca juga: PDA Janji Beri Suara Untuk Caleg DPR RI dari NasDem, Taufiqulhadi: Terima Kasih Abi Muhib
Sementara itu, Pj Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto mengatakan, 10 unit tunel garam rakyat yang dibantu DKP Aceh, tahun depan hendaknya bisa bertambah.
Teknologi memproduksi garam menggunakan sistem tunel bukan hal baru di Aceh maupun daerah lain.
Memproduksi garam dengan sistem tunel, menurut Pj Bupati Pidie, sudah lama dijalankan petani garam di Pulau Jawa.
Pengembangan industri garam rakyat dengan sistem tunel dan menggunkan sumber dana APBK, sangat diperlukan di Pidie.
“Tunel garam, adalah salah satu cara untuk meningkatkan produksi garam daerah dan nasional, serta pendapatan petani garam, karena ia bisa membebas petani garam dari kemiskinan,” pungkas Pj Bupati Pidie.(*)
Baca juga: 400 Mantan Kombatan MILF Atau Eks Pejuang Moro Mencari Amnesti dari Pemerintah Filipina