Kupi Beungoh
Aceh dan Ideologi Peng Grik
Apapun yang sedang mereka lakoni sekarang, lakukanlah dengan keikhlasan, bukan karena iming-iming, atau macam ayam yang sedang diberikan umpan
Kalau memang benar, semoga mereka memiliki sebuah inisiatif yang luar biasa agar ke depan administrasi dan birokrasi mampu menampung dan mengakomodir kebutuhan rakyat.
Anggaran pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Aceh dan tidak hanya kelompok-kelompok tertentu saja.
Pertanyaan kedua adalah, apakah sudah sampai masanya seperti prediksi para indatu kita dahulu yang mengatakan “bak saboeh masa, daripada ie leubeih geut leuhop, daripada syedara droe leubeih geut goeb”
Terjemahan bebasnya kira-kira begini “suatu hari nanti, lumpur akan lebih bagus daripada air, maksudnya rrang lain akan lebih bagus daripada saudara sendiri.”
Pertanyaan kedua ini muncul karena, ketika Nova Iriansyah yang notabenenya putra Aceh memimpin provinsi ini, ramai yang mengkritik bahkan sampai mencaci di media sosial.
Baca juga: Butuh Terobosan Bangun Kembali Ekonomi Aceh
Tidak hanya di situ malah ada juga yang melabelkannya sebagai gubernur terburuk sepanjang sejarah provinsi Aceh.
Tidak hanya untuk pemimpin di level provinsi, kritikan yang terkadang disertai caci maki dan haba meunyet-nyet, juga terjadi terhadap pemimpin di beberapa kabupaten/kota di Aceh.
Kondisi tersebut jelas berbanding terbalik saat ini, ketika Aceh di bawah kepemimpinan nonputra Aceh.
Kondisi Aceh malah lebih tenang, lebih nyaman dan lebih kondusif.
Di level kabupaten/kota, beberapa daerah yang pj-nya bukan putra Aceh juga relatif lebih tenang dari hiruk pikuk kritikan, makian, dan haba meunyet-nyet.
Media sosial masih relatif aman dari haba meunyet-nyet, walaupun ada sedikit riak-riak kecil, namun itu masih dalam tataran normal.
Belum juga ada tanda-tanda akan lahirnya sikap mosi tak percaya dari anggota dewan terhormat yang nantinya akan muncul “interpelasi dewan” sebagaimana yang terjadi pada masa Nova Iriansyah.
Baca juga: Orang Aceh, Antara Fanatisme dan Histeria
Meski interpelasi tersebut tak ubahnya seperti “es lam ujeun” (es balok di tengah hujan), tapi lumayan meramaikan jagat penghuni dunia maya dan dunia perkopian.
Sehingga ramai yang bilang bahwa hak angket lahir karena hak yang diterima anggota dewan tidak sesuai dengan harapan.
Namun begitu hak cukup, hak angket juga menguap sendiri tanpa ada kejelasan apakah akan dilanjutkan atau dihentikan dengan alasan tertentu.
