Jurnalisme Warga
Promosi Kuliner Aceh Melalui Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka
Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Dalam Negeri (PMM DN) batch 2 mahasiswa peserta berkesempatan mengenal dan memperkenalkan budaya

OLEH MIRDA MASTURA, Mahasiswi Prodi Sarjana Keperawatan Universitas Bina Bangsa, serta Peserta Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Inbond Universitas Muhammadiyah Semarang, melaporkan dari Jawa Tengah
MELALUI Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Dalam Negeri (PMM DN) batch 2 mahasiswa peserta berkesempatan mengenal dan memperkenalkan budaya dari daerah asal masing-masing.
Kegiatan pengenalan budaya ini dirangkum dengan nama "Kenali Asalku" yang diselenggarakan di kampus penerima, dalam hal ini adalah Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus).
Kegiatan ini menampilkan tarian sebagai simbol budaya dari masing-masing daerah.
Semua daerah menampilkan tarian terbaik dengan antusias.
Sebagai salah satu mahasiswa peserta PMM DN batch 2 di kampus penerima Unimus yang berasal dari Aceh, saya turut berpartisipasi dalam rangkaian acara Kenali Asalku.
Saya dan temanteman dari Aceh tergabung dalam tim yang beranggotakan sepuluh orang suku Aceh dan satu orang suku Gayo.
Kami menampilkan tari ranup lampuan dan tari guel.
Karena Tari ranup lampuan mencerminkan kebiasaan masyarakat Aceh, yaitu "peumulia jamee" yang artinya memuliakan tamu.
Dengan gerakan lemah lembut menggambarkan estetika dan etika yang tinggi masyarakat Aceh, tarian ini kami tarikan ditandai dengan gerakan jemari yang mengayun ke kiri dan ke kanan.
Ini melambangkan rasa khidmat dalam memberi penghormatan menyambut kedatangan tamu undangan.
Urutan puncak tarian ini ada di saat gerakan mempersiapkan sirih untuk dipersembahkan kepada tamu undangan sebagai simbol persaudaraan adat Aceh.
Baca juga: Malam Ini Serumpun Melayu Raya Tamiang Dihelat, Hadirkan Kuliner, Busana, dan Seni Aceh Tamiang
Baca juga: Peserta Nikmati Kuliner Aceh, Malam Ini Puncak API Awards 2022
Di akhir penampilan kami, ditutup dengan tarian solo guel dari suku Gayo, Aceh Tengah.
Tarian yang biasanya ditampilkan pada acara pernikahan Ini mengandung unsur keras dan lembut.
Berkisah tentang proses upaya menemukan dan membujuk gajah putih dari negeri Linge Gayo menuju Aceh Darussalam untuk dipersembahkan kepada Sultan Aceh.
Tari guel menggambarkan temali sejarah yang menghubungkan Kerajaan Linge Gayo dan Kerajaan Aceh Darussalam yang begitu dekat dan guyub.
Berbagai proses untuk penampilan kami persiapkan.
Tarian ranup lampuan menggunakan instrumen puan, mangkuk, bunga tabur, daun sirih, kapur sirih, gambir, dan pinang.
Dalam prosesnya, kami kesulitan menemukan penjual pinang karena minimnya keberadaan pohon pinang yang tumbuh dan dijual di seputaran Semarang.
Hal ini dibuktikan saat kami menanyakan ke pedagang di pasar Kedungmundu, Semarang.
Mereka mengaku belum pernah melihat langsung bentuk pinang dan tidak tahu tentang khasiat serta kegunaannya.
Meski mengalami beberapa kendala, kami bisa tampil dengan baik setelah latihan selama seminggu.
Acara Kenali Asalku ditutup dengan menyanyikan lagu "Indonesia Jaya" dan "Pelajar Pancasila" bersama 128 peserta PMM DN batch 2 inbond Unimus.
Acara pengenalan budaya daerah masing-masing tak hanya sampai sebatas tarian.
Baca juga: Balamang Basamo Meriahkan Event Penutupan Festival dan Demo Produk UMKM Kuliner Aceh Selatan
Dilanjutkan juga dengan acara "Kulinerku" yang diselenggarakan setelah beberapa hari selesainya acara Kenali Asalku.
Acara Kulinerku memadukan beberapa daerah menjadi satu kelompok yang beranggotakan 5-7 orang.
Acara masak-memasak makanan khas daerah ini diselenggarakan dalam ruang Laboratorium Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Saya tergabung dalam kelompok Sumatra yang anggotanya terdiri atas Aceh, Padang, dan Lampung.
Kami memasak gulai ayam khas Sumatera Barat.
Gulai merupakan salah satu jenis hidangan yang tersebar luas di Nusantara.
Ciri khas gulai dari Sumatera Barat adalah banyak mencampurkan rempah dapur dan dimasak dalam santan kental sehingga terasa lebih gurih.
Sebagai minuman pendampingnya, kami memilih minuman segar khas Aceh "ie lincah mameh".
Di Aceh minuman ini mudah sekali ditemukan saat bulan Ramadhan dan biasa juga disajikan saat acara besar seperti maulid Nabi Muhammad saw, pernikahan, peusijuek (syukuran) tujuh bulanan, dan acara lainnya.
Minuman yang menyegarkan ini memadukan rasa segar dan pedas sesuai lidah orang Aceh yang suka pedas dan asam.
Menggunakan buah yang asam, manis, ditambah rasa pedas dari cabai menghasilkan cita rasa kesegaran yang sangat khas saat sampai di tenggorokan.
Teman-teman dari kelompok yang berasal dari seantero Nusantara juga menampilkan makanan dan minuman khas masing masing, seperti es pisang ijo dari Kalimantan, sambal seruit dari Lampung, sanggara balanda dari Sulawesi Selatan, tekwan dari Palembang, ayam tok-tok dari Medan, lema dari Bengkulu, Barobbo dari Sulawesi Tenggara, jagung Bonsei dari Nusa Tenggara Timur, dan masih banyak lagi.
Sedangkan teman-teman kelompok lain dari Aceh menghidangkan beragam makanan atau minuman khas Aceh, seperti kopi gayo.
Baca juga: Tgk Amran Buka Festival dan Demo Produk UMKM Kuliner Aceh Selatan
Kopi kebanggaan Aceh ini merupakan varietas kopi arabika yang menjadi salah satu komoditas unggulan berasal dari Takengon.
Ada juga yang menghidangkan cimpe, kue khas suku Alas, Aceh Tenggara.
Kue ini populer di beberapa daerah lain seperti Tapanuli Selatan yang menyebutnya kue cimpa unung.
Yang membuat cimpe berbeda adalah balutannya menggunakan daun pandan sehingga aroma khas pandan akan sangat terasa dalam gigitan pertama.
Selanjutnya ada juga kue "lapek ketan" dari suku Aneuk Jamee, suku berdarah Minang yang menghuni kawasan barat-selatan Aceh (Barsela).
Kue satu ini mirip "pulot bakar" khas Aceh, bedanya lapek ketan ditambah kelapa parut pada nasi ketan sebelum dipanggang.
Sedangkan pulot bakar menggunakan nasi ketan yang sudah dikukus dengan santan ditambahkan gula lalu dibakar.
Kue Lapek ketan biasanya dibuat saat maulid Nabi atau acara lainnya.
Sedangkan pulot bakar menjadi makanan pembuka sehari-hari yang biasa disandingkan dengan teh atau kopi pagi.
Acara Kulinerku merupakan acara pengenalan budaya melalui makanan khas daerah.
Pada awal perencanaan kami yang berasal dari Aceh sempat kebingungan karena kendala tidak tersedianya bahan makanan khas untuk dimasak seperti pliek u, asam dunti, u neulhue (kelapa gongseng), dan bumbu masakan Aceh lainnya untuk memasak makanan khas Aceh.
Salah satu warga Aceh Utara, yang tinggal di Magelang, Jawa Tengah, Nur Afifah menyebutkan untuk menemukan bahan masakan Aceh memang sulit di Jawa Tengah.
Menurutnya, untuk tetap bisa menikmati makanan khas Aceh, bumbu khasnya dikirim langsung oleh orang tuanya dari Aceh.
Hal ini menunjukkan bumbu masakan Aceh sulit ditemukan di luar daerah Aceh.
Baca juga: 38 Pemilik Usaha Pemula Menjahit dan Kuliner Bireuen Ikut Bimbingan Teknis
Akhirnya, kami memutuskan untuk memasak makanan yang tidak menggunakan bumbu khas dengan tetap mengusung tema makanan khas Aceh.
Salah satu dosen Modul Nusantara, Ibu Dr Siti Aminah STP, MSi menuturkan bahwa masakan Aceh memiliki cita rasa asam, pedas, dan kaya rempah.
Hal ini menjadi pembeda dengan masakan Semarang yang terbilang manis dan gurih.
Di balik proses rangkaian kegiatan program PMM yang penuh lika-liku, tentu ada manfaat besar yang berhasil menambah pengetahuan, membuka wawasan, dan kelak melalui pengalaman ini akan membawa perubahan dalam kehidupan kami para peserta pertukaran mahasiswa. (mirdamastura07@gmail.com)
Baca juga: Jaringan Discovery Channel, Arab Warner Bros Ubah Pola Kuliner, Ini Formatnya
Baca juga: Kemendagri Setujui Tiga Kampung di Tamiang, Mursil: Libatkan Pelaku Usaha Kuliner