Kupi Beungoh

Menakar Persepsi Kualitas Mutu Parpol dan Calon Gubernur Aceh 2024

Dalam konteks pemilihan cagub Aceh kedepan, popularitas tidak selalu berujung pada elektabilitas

Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Direktur Research and Development e-TRUST 

Disisi lain, jika ditanya partai nasional mana yang akan dipilih (aspek pilihan elektabilitas) jika pemilu diadakan pada rentang waktu di atas, maka publik juga menjatuhkan pilihan ke  tiga partai di atas juga.

Partai Demokrat dipilih sebanyak 30,40, disusul oleh NasDem dengan 18, 41 persen dan PKS dengan porsi 17, 42 pesen.

Artinya publik dan calon pemilih di Aceh memvalidasi kembali bahwa poros koalisi NasDem-PKS-Demokrat cukup mendapat tempat dalam peta politik di provinsi paling ujung sumatera ini.

Jadi popularitas dalam konteks parpol yang dipilih berjalan beriringan dan saling mendukung.

Baca juga: KPK Kembali Tetapkan Hakim Yustisial MA Tersangka Baru Kasus Suap Pengurusan Perkara

Baca juga: Warga Argentina Kritik Baju Jubah Arab Lionel Messi, Sebut Seperti Daster

Selain itu, jika ditanya terkait partai politik lokal yang mana yang akan dipilih, masyarakat Aceh masih cenderung memilih PA dengan kisaran 57 persen, disusul PNA dengan 25 persen dan SIRA, PDA, PAS yang melengkapi posisi lima besar diambang batas 4 persen electoral threshold.

Sekali lagi, ini mengkonfirmasi bahwa kepercayaan publik pada partai politik lokal berbasis Islam masih belum mampu mendobrak dominasi PA dan PNA yang notabene bagian penting dari amanat MOU Helsinki dan UUPA.

Menariknya lagi, jika ditanya alasan memilih parpol nasional atau lokal, responden di Aceh banyak menjawab bahwa ideologi partai sebanyak 29,3 persen, kemudian tokoh partai sebanyak 20 persen, program yang ditawarkan sebanyak 19, 9 persen, dan agama sebanyak 9, 9 persen.

Sederhanya, hasil ini menunjukkan dua hal. Pertama calon pemilih di Aceh cukup sadar bahwa rasionalisasi mutu dalam konteks ideologi dan program partai memainkan peranan penting sebagai alasan mereka memilih, setidaknya untuk saat ini.

Dengan asumsi pasukan nasi bungkus, pasukan kue kotak dan pasukan serangan fajar belum bergerak.

Kedua, pilihan mereka terhadap calon poros koalisi NasDem-PKS-Demokrat adalah pilihan rasional orang Aceh dalam kondisi normal.

Baca juga: Prancis Kutuk Israel, Usir Pengacara HAM Prancis-Palestina dari Tanah Kelahirannya Jerusalem Timur

Baca juga: Mantan Pejabat AS dan Oposisi Iran Gelar Pertemuan di Washington, Rezim Teheran Harus Digulingkan

Artinya mereka cukup sadar Aceh dan Indonesia butuh perubahan. Sebuah hal yang membuat optimisme bahwa perubahan ke arah yang lebih baik masih ada dalam benak dan harapan orang-orang yang tinggal di Aceh.

Dalam konteks yang juga saling terkait, rakyat Aceh juga menyebutkan jika Pilkada dilaksanakan tahun 2022, maka cagub yang akan mereka pilih adalah Nasir Djamil dengan proporsi 13, 6 persen, disusul kemudian oleh Muzakir Manaf dengan 11, 1 persen, dan Sudirman dengan 6, 9 persen.

Dibelakangnya ada Tu Sop dengan 6, 6 persen dan Irwandi Yusuf yang kembali masuk bursa dengan 5, 6 persen.

Jika ditanya siapa cagub yang paling mereka kenal, maka responden di 23 kabupaten kota di Aceh menjawab bahwa Muzakir Manaf justru ada di urutan pertama dan Nasir Jamil balik membuntutinya di urutan kedua.

Sebuah prevalensi yang sekaligus mengingatkan kita akan fenomena bahwa dalam konteks pemilihan cagub Aceh kedepan, popularitas tidak selalu berujung pada elektabilitas.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved