Jurnalisme Warga

Kisah Pak Kalam yang Multitalenta

Pak Mohd Kalam Daud, Dosen UIN Ar-Raniry yang meninggal Desember lalu, juga meninggalkan warisan berupa karya tulis

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Kisah Pak Kalam yang Multitalenta
FOR SERAMBINEWS.COM
T. A. SAKTI, Penerima Anugerah Budaya “Tajul Alam” dari Pemerintah Aceh dalam Rangka Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) V Tahun 2009, melaporkan dari Gampong Rukoh, Darussalam, Banda Aceh

OLEH T. A. SAKTI, Penerima Anugerah Budaya “Tajul Alam” dari Pemerintah Aceh dalam Rangka Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) V Tahun 2009, melaporkan dari Gampong Rukoh, Darussalam, Banda Aceh

SELAIN menebar ilmu, Pak Mohd Kalam Daud, Dosen UIN Ar-Raniry yang meninggal Desember lalu, juga meninggalkan warisan berupa karya tulis.

Topik tulisannya cukup beragam.

Hanya karena karakter beliau yang zuhud sehingga tidak doyan “mempromosikan diri”, maka terkesan beliau tidak memiliki karya apa-apa.

Padahal, dia sosok yang multitalenta.

Talenta olah pikir Pak Kalam banyak ragamnya.

Beliau cakap menulis puisi dalam bahasa Indonesia, menulis syae (syair) Aceh, menulis karya ilmiah, pintar ilmu falak, piawai mentransliterasi huruf Arab Jawoe/Arab Melayu, baik bahasa Melayu maupun bahasa Aceh, ke aksara Latin.

Ia juga mampu menerjemahkan buku-kitab berbahasa Arab ke bahasa Indonesia, mampu memberi ceramah, menulis sejumlah buku, dan lain-lain.

Puisi ciptaan Pak Kalam biasanya saya jumpai pada bagian permulaan sebuah buku.

Salah satu contoh puisinya adalah pada awal buku “Al-Tibyan fi Ma’rifah Al-Adyan” karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, diterbitkan oleh Yayasan PeNA, Banda Aceh, 1432 /2011.

Baca juga: Pak Kalam Daud dalam Kenangan

Baca juga: Mengenang Sosok dan Jasa Pak Kalam Daud

Puisinya sebagai berikut: MENGENANG SYAIKH NURUDDIN ARRANIRY

Ia datang, tidak ada situs umur dan kelahiran, tidak mengumbarkan siapa bangsa dan keturunan, tidak dieluelukan karena harta dan jabatan.

Ia bagaikan musim datang sesaat, memekarkan kuncup makrifat, menebarkan aroma filsafat kepada arif dititip pesan, tentang ittihad dan syatahat jangan sampai mulhid dan sesat.

Jika di sini, fatwanya pernah membahana halal darah, sulutkan api atau di hari ini dalam tudung sajinya berisi fatalis, namun ia tidak bisa divonis, mungkinkah ia munafik kepada pewaris? Sebagai wali sunni yang sah, ia tidak akan berkiat lain, persis! Kemudian ia pulang di sini, ia hanya tinggal nama, dengan sekian jejak goresan pena.

Di sini ia tidak punya pusara tak merasa perlu dibalas dan dipuja, kini ia disambut oleh ahlullah, di mana muhdis dan muhdas, tidak lagi menjadi sengketa.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved