Berani Kritik KPK dan Presiden Jokowi Terkait Kasus Ayah Merin dan Irwandi Yusuf, Siapa Humam Hamid?
ini bukan soal bela membela, melainkan melihat perspektif pada masa itu dengan kacamata yang lebih jernih, bukan dengan emosi.
Penulis: Sara Masroni | Editor: Zaenal
"Saya harus melihat dengan jernih dan itulah yang orang katakan sama kayak membelot, bukan membelot," ungkap Prof Humam.
"Itulah pendapat saya yang melihat dengan kejernihan pikiran, kalau itu disebut membelot ya alhamdulillah. Terserah orang," tambahnya sambil tertawa.
Ia bercerita Irwandi yang merupakan pejabat publik sempat mengalami stroke saat menjabat sebagai Gubernur Aceh, karena cukup kuatnya tekanan pada masa itu.
Irwandi menjadi gubernur pada periode pertama pasca-damai Aceh ketika ribuan orang eks kombatan GAM dan keluarga yang berharap mendapat banyak hal dari buah perdamaian, termasuk Ayah Merin.
"Orang tidak sabar, itu kan kejadian Sabang itu program kedua (Irwandi menjabat) yang Sabang itu. Jadi, orang itu (KPK) tidak tahu yang namanya Merin, hanya tahu Irwandi," kata Humam.
"Irwandi itu berkali-kali berkelahi dengan eks kombatan di depan ruang kerjanya, karena mereka memaki-maki dia, mana uang, mana ini, mana itu, diancam pakai senjata, capek itu mengurus pasca-konflik, begitu juga Ayah Merin," tambahnya.
Jadi menurutnya, ini bukan soal bela membela, melainkan melihat perspektif pada masa itu dengan kacamata yang lebih jernih, bukan dengan emosi.
Menurut Prof Humam, sebagai mantan petinggi GAM, Irwandi dan Ayah Merin, serta para panglima GAM lainnya, saat itu sangat kesulitan menghadapi para mantan kombatan dan korban konflik yang menuntut “peunayah” alias uang ganti rugi sebagai implikasi dari perdamaian Aceh.
Baca juga: Irwandi Yusuf: Kader PNA Jangan Ragu Lagi Mendaftar Caleg
Sebut KPK Jangan Permalukan Aceh
Sebelumnya Sosiolog yang juga Guru Besar USK, Prof Ahmad Humam Hamid meminta KPK tidak mempermalukan Aceh melalui penanganan kasus Ayah Merin.
Ia menilai penanganan kasus gratifikasi yang melibatkan Ayah Merin tidak seharusnya dilihat dari perspektif hukum semata.
Tetapi harus juga dilihat dari perspektif sosial karena saat itu Aceh dalam masa transisi pascadamai, yaitu dari perang ke perdamaian.
"Kasus itu harus dilihat dalam perspektif transisi kata Humam secara langsung kepada Serambi pada Sabtu (18/2/2023) menanggapi penangkapan Ayah Merin oleh KPK.
"Dari ekonomi perang ke ekonomi damai yang belum jelas benar bagaimana bentuk kesejahteraan kepada eks kombatan, anak yatim, janda konflik saat itu," tambahnya.
Humam menegaskan bahwa apa yang disampaikannya tersebut tidak dalam rangka membela Ayah Merin, apalagi mantan gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Sebagai sosiolog, ia hanya melihat dari sisi bagaimana pemerintah pusat memperlakukan Aceh.
"Jadi menurut saya, sebaiknya (kasus) ini dihentikan. Ini sosiologis, saya tidak bicara hukum," ungkap Humam.
"Dan kadang-kadang sosiologis ini lebih penting daripada hukum. Saya juga tahu Izil bukan manusia hebat dan baik sekali. Tetapi ia punya tanggung jawab. Itu yang saya hormati," tambahnya.
Beda SBY dengan Jokowi
Prof Humam Hamid menjelaskan, dalam konteks penanganan kasus, Presiden Jokowi dan KPK tidak ada kaitan.
Akan tetapi, terang Humam, publik Aceh akan memiliki dua memori berbeda terhadap pemerintah pusat dalam menjaga harkat dan martabat Aceh.
“Pada masa Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dia berusaha sekuat tenaga untuk mendamaikan Aceh. Pada masa Pak Jokowi, walaupun ini korupsi disebut atau apapun namanya, ini adalah mempermalukan Aceh,” tegas Humam.
Menurut Humam, apa yang dilakukan Ayah Merin saat itu adalah sebuah upaya menjaga perdamaian yang masih muda.
Bahkan di sisi lain, Ayah Merin juga menjaga agar senjata dan bom sisa konflik tidak meledak karena persoalan kesejahteraan.
"Kalau kasus ini berlanjut dan Izil ( Ayah Merin) dihukum, apapun ceritanya uang itu mengalir ke banyak orang. Kecil sekali uang 32 miliar yang terlibat banyak orang itu dipertaruhkan untuk sebuah perdamaian dan masa depan Indonesia," tambah dia.
"Pada masa itu, GAM sangat beda. (Kasus Ayah Merin) ini narasinya bukan korupsi seperti (yang dilakukan pejabat) saat ini. Kalau pun ada, lebih kepada uang keamanan yang biasa dipraktikkan eks kombatan masa perang," ujar Humam.
"Apalagi pada masa itu ada beberapa eks kombatan ada yang menjadi pejabat, ada Gubernur, Bupati, Wali Kota, DPR. Itu artinya, ada beban besar kepada petinggi GAM untuk mencari cara bagaimana menenangkan eks kombatan walaupun sesaat," katanya.
Karena itu, Humam berharap pegiat anti korupsi di Aceh agar jeli melihat kasus ini dan memahami konstruksi persoalannya.
"Saya anti juga dengan koruptor. Tangkap aja koruptor. Tapi ini lain, di sini ada konteks perdamaian," ucapnya lagi.
Di samping itu, Humam juga sangat yakin Irwandi Yusuf tidak terlibat.
Namun apabila kasus ini dikaitkan dengan korupsi, maka Irwandi sebagai mantan gubernur Aceh juga harus ditangkap.
"Saya duga Irwandi tidak terlibat. Saya haqqul yakin. Dan untuk menangkap Ayah Merin, itu Irwandi harus ditangkap. Jika ini korupsi, Irwandi harus ditangkap. Ini tidak benar. Saya juga mendengar Irwandi tidak memerintahkan Ayah Merin," tutup Humam.
(Serambinews.com/Sara Masroni)
BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Sosiolog humam hamid
humam hamid aceh
Ahmad Humam Hamid
KPK di Aceh
kpk jangan permalukan aceh
Irwandi Yusuf
Izil Azhar
Ayah Merin
Serambi Indonesia
Serambinews
Berita Serambi hari ini
Harga Emas di Aceh Timur Kembali Menguat, Tertinggi Sejak Pekan Lalu |
![]() |
---|
Aceh Kembali Kirim 87 Ribu Barel Kondesat dari WK B di Aceh Utara ke Thailand |
![]() |
---|
Cuaca Abdya Hari Ini 28 Agustus 2025, Empat Wilayah Diprediksi Hujan Ringan |
![]() |
---|
Pemko Sabang Musnahkan Obat dan BMHP Kedaluwarsa Senilai Rp2,3 Miliar |
![]() |
---|
Harga Emas di Abdya Naik Tajam, Segini Pasaran pada Edisi 28 Agustus 2025 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.