Kupi Beungoh
Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh I: Jhon Rumbiak dan Pasang Surut “Ethno Nationalism”
Menulis korupsi, KPK, perdamaian Aceh, Jhon Rumbiak,ethno nationalism- nasionalisme etnis, kelihatannya seperti menghubungkan sesuatu yang tak relevan
Jhon kemudian berhasil membangun sebuah jaringan ampuh untuk perjuangan Papua merdeka di AS.
Nama jaringan itu adalah lobby Papua-AS yang kemudian menghasilkan sejumlah resolusi yang membuat pemerintah RI, harus bekerja keras dan lebih hati-hati.
Di pembicaraan telpon pagi itu kami sepakat untuk sore hari bertemu dan minum kopi di sebuah Coffee Shop di kecil kawasan DuPont Circle. Washinton DC.
Baca juga: Disebut Bela Irwandi Yusuf usai Kritik KPK, Humam Hamid Singgung soal Peunayah Pascadamai
Saya lebih duluan sampai dan John terlambat dua menit dari waktu yang kami sepakati. Dari jauh ia berjalan gontai, mirip orang AS keterunan Afrika yang cukup banyak berseliweran di kawasan itu.
Pertemuan itu diawali dengan saling pelukan, kawan lama yang tak bertemu. Begitu duduk ia langsung menanyakan saya, “ngapain kau kemari” ? Mau tahu judulnya?
Saya menjawab. Lalu lanjut saya “ mencari damai Aceh-Indonesia di Amerika” Kau yakin itu ? “Aku yakin” saya menjawab.
Saya balik bertanya, “apa yang kau cari di AS Jhon”? Ia menjawab “Papua Barat yang hilang karena Amerika”. Kami berdua tertawa terbahak-bahak.
Saya berseloroh, “kamu sudah transformasi John dari aktivis HAM , anti kekerasan, ke pejuang Papua ya? “. Ia tersenyum, namun menjawab tegas, “tetapi aku tetap saja tak setuju kekerasan”.
Pembicaraan kami panjang, dan tiba-tiba terasa benar ia tahu apa yang sedang saya lakukan beberapa hari selama berada di Washington pada saat itu.
Baca juga: Pernyataan Prof Humam Terkait KPK, Ayah Merin dan Irwandi Yusuf Ditanggapi Pro-Kontra
Ia tahu tentang keikutsertaan saya disebuah Workshop seri I dari empat seri, yang disponsosori oleh Carnegie Foundation, dan dilaksanakan oleh East West Center beberapa hari sebelumnya.
Temanya adalah tentang kajian konflik dan perdamaian di Aceh, Papua, Xingkiang Cina, dan Moro, Filipina.
Acara itu dilaksanakan di kawasan pinggiran ibu kota AS, Washington DC, tepatnya di sebuah hotel di Rosalyn, bagian utara, negara bagian Virginia.
Peserta workshop yang diundang berjumlah 34 orang pakar, terdiri dari Indonesia, Filipina, Malaysia, Cina, India, dan AS dan Inggris.
Peserta terbanyak adalah dari Indonesia, yakni Todung Mulya Lubis,pengacara dan aktivis HAM terkemuka nasional-sekarang Dubes di Norwegia, Rizal Sukma- direktur CSIS pada masa itu, terakhir mantan Dubes RI di Inggris, Mantan Duber RI di Inggris, Wiryono- Mantan Dubes Indonesia di Australia utusan RI di perundingan GAM_RIyang difasilitasi Henry Dunand Center.
Kami semua diminta menulis untuk workshop berikutnya, namun dengan alsan kesibukan bercampur “malas” semua kami gagal, tak nyambung.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.