Kupi Beungoh

Korupsi , KPK, dan Perdamaian Aceh VI - Merin itu Bukan Orang Baik Sekali

Dalam struktur angkatan perang Gerakan Aceh Merdeka, Ayah Merin menjabat sebagai Panglima Wilayah Sabang, termasuk Pulo Aceh.

Editor: Zaenal
Dok Pribadi
Ahmad Humam Hamid, Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala 

Melayani dengan Sepenuh Hati

Di sebalik penampilannya galak, dan terkesan pongah, dan sangat arogan, menurut cerita teman-temannya, ketika ada anggota keluarga korban konflik yang meminta bantuan, dia akan melayaninya sepenuh hati.

Ada beberapa kasus, Merin menangis terisak-isak ketika yang meminta bantuan itu adalah orang tua dan anak-anak korban konflik yang kebetulan kawannya atau ia kenal orang tuanya yang telah tiada.

Namanya mendadak ramai disebut ketika KPK pada tahun 2018 menangkap Irwandi Yusuf atas kasus “tangkap tangan” gratifikasi dari bupati Bener Meriah, Ahmadi, yang kemudian ditimpakan lagi dengan dua tuduhan korupsi lainnya.

Tak cukup dengan tiga tuduhan itu, Irwandi disangkakan lagi dengan kasus korupsi pembangunan dermaga Sabang APBN 2006-2011.

Seperti yang dilansir Harian Kompas (26/1/23), Merin disangka sebagai orang kepercayaan Irwandi untuk menjadi penerima gratifikasi dari konsorsium Nindya Sejati yang membangun dermaga Sabang.

Uang yang didapatkan sebanyak Rp 32,4 miliar, dalam dakwaan terhadap Irwandi, disebut diterima oleh Irwandi sebagai gratifikasi sebanyak 59 kali penyaluran oleh Merin, semenjak 2008
 

Baca juga: Menimbang Frasa "Permalukan Aceh" dari Humam Hamid

 
Transaksi Merin-Irwandi dan Keputusan Pengadilan

Dalam pengadilan pada 2018 itu, tentang kasus Sabang itu, pada 2008 Irwandi didakwa oleh jaksa menerima Rp 2,9 miliar, sebanyak 18 kali setoran dari Merin.

Itu artinya secara matematik, rata-rata uang yang disetor Merin kepada Irwandi berkisar pada angka kurang lebih   161 juta rupiah setiap kali. Pada tahun 2009 dan 2010 Merin kembali menyerahkan uang secara berturut-turut Rp 6,9 miliar, dan Rp 9.5 miliar.

Pada tahun 2011, jaksa mendakwa Irwandi menerima dari Izil sebesar Rp 13,030 miliar yang terbagi dalam 39 transaksi.

Ini artinya rata-rata, setiap transaksi yang dilakukan bernilai sekitar Rp 334 juta.

Apa yang menjadi catatan penting dari dakwaan itu adalah jumlah 59 transaksi yang dilakukan selama 4 tahun, yang kemudian terdistribusi tidak merata.

Yang paling menarik dari dakwaan itu adalah aliran tahun pertama-2008 sebanyak 18 kali, dan itu diulangi lagi pada tahun 2011, sebanyak 39 transaksi.

Kalaulah ada sesuatu yang paling unik dari 59 transaksi yang dituduh oleh jaksa itu adalah bahwa kedua mereka- atau satu di antaranya, merupakan manusia yang sangat cerdas, sehingga mampu mengatur transaksi sedemikian rupa.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved