Kupi Beungoh
Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh IX - Irwandi Bebas 2018 dan Rute Baru KPK via Merin
Kalaulah tuntutan terhadap Merin dikaitkan dengan pasal pemerasan, ancaman, atau apapun namanya yang tergolong kriminal, Merin dipastikan bersalah.
Seorang teman dokter becerita ke saya, stroke Irwandi sepenuhnya karena beban pikiran, bukan karena penyakit.
Buktinya,, kalau stroke karena penyakit, mustahil ia mampu mengawini Stefy Burase, katanya berseloroh namun benar juga adanya.
Seorangpun tidak tahu apa yang akan terjadi dengan Merin dalam pemeriksaan terhadapnya yang kini sedang dilakukan oleh KPK.
Terhadap apa yang disebut dengan berbagai kejadian pascadamai yang berurusan dengan pengambilan uang dengan “berbagai cara” dalam pelelangan dan pelaksanaan pembangunan, maka akan ada kemungkinan satu dari tiga status yang akan dia jalani.
Pertama, dengan model operasi “masa transisi” yang dilakkoni oleh Merin yang didapatkan dalam bentuk uang yang belum pasti jumlahnya-KPK menyebut Rp 32.4 miliar dari joint venture Nindya Sejati-kontraktor pelaksana dermaga Sabang, ia dapat saja diianggap dan terbukti sebagai “pemeras”.
Bila judulnya pemerasan, maka hal itu tak dapat dibuktikan, karena memang, baik BPKS, maupun Nindya-Sejati tidak pernah melaporkan Merin sebagai pemeras kepada kepolisian pada masa itu.
Kedua, dalam kondisi yang sangat rawan dengan kekerasan pada masa awal pascakonflik, pemenang proyek pembangunan harus memastikan bahwa kegiatan lapangan realisasi proyek harus berjalan tepat waktu.
Untuk itu perlu langkah ekstra keamanan baik formal, maupun nonformal.
Seperti layaknya di berbagai tempat lain, bahkan di berbagai kota besar di dunia sekalipun, upaya ekstra keamanan itu selalu berurusan dengan organisasi “pengendali kekerasan”-layaknya Mafia di New York, Triad di Hongkong, atau Yakuza di Tokyo.
Dalam konteks Sabang, organisasi “pengendali kekerasan” pada masa pascakonflik itu adalah Merin dan anak buahnya.
Itu artinya Merin menerima uang “jasa keamanan” yang dibayar yang sepenuhnya berada di bawah otoritas pemberi- Nindya Sejati, yang tak dapat dicampuri oleh siapapun.
Ketiga, apapun judul uang itu dan berapapun jumlahnya, jika berkaitan dengan penyelenggara negara, maka uang yang didapatkan oleh Merin, berikut dengan kegiatan itu dianggap sebagai pelanggaran hukum yang disebut dengan gratifikasi atau korupsi.
Apa yang kini sedang dilakukan oleh KPK adalah membuktikan bahwa uang yang didapatkan Merin itu berkaitan dengan penyelenggara negara, dan itu artinya adalah Irwandi Yusuf, mantan Gubernur Aceh.
Seperti yang telah dituduhkan selama ini kepada Irwandi yang tidak terbukti itu, kini KPK mencari rute lain, dan rute itu adalah mencari bukti dan pengakuan Merin.
Yang ingin dibuktikan bahwa uang yang ia dapatkan itu benar-benar terkait dengan perintah, suruhan, setoran, atau apapun namanya, namun berhubungan dengan nama dan jabatan Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh.
Baca juga: VIDEO - Wawancara Khusus Bersama Irwandi Yusuf Setelah Diperiksa KPK
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.