Kupi Beungoh

Korupsi, KPK, dan Perdamaian Aceh XII - Pokir dan Cerita Pertemuan di Pesawat Domestik tak Berjadwal

Disebalik Merin dan  irwandi, sebagian publik Aceh juga sangat gembira, karena terbongkarnya praktek “pokir” DPRA yang telah berjalan bertahun-tahun.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/HANDOVER
Prof. Dr. Ahmad Human Hamid, MA, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. 

Tak jelas apakah mereka “takut” atau “takjub” dengan gubernur Marzuki, karena telah berhasil membongkar kasus Pokir.

Luar biasa memang.

Yang paling hebat, ketika ketua KPK, Firli Bahuri datang ke Aceh, memberi kuliah di UIN dan ceramah pada acara sebuah partai lokal, tak ada yang mempersoalkan gubernur Marzuki dan Ketua DPRA yang mensponsori pokir Aceh itu.

Pada waktu senggangpun, sebelum Firli kembali ke Jakarta juga tak ada yang mempersoalkannya.

Tak ada juga ada sedikitpun pertanyaan tentang gratifikasi layanan private Jet-gubernur Marzuki dari Bakrie Group pada bulan Desember 2022.

Kesimpulan sementara dari kedaan terakhir ini semakin membuktikan ada semacam kondisi baru yang sedang  dialami oleh mereka yang rajin “mensyiarkan” anti korupsi akhir-akhir ini terhadap tersangka “aktor lokal”.

Mereka hebat dan “garang” ketika berhadapan dengan tokoh kelas ringan  seperti Merin, atau Irwandi yang dianggap tajinya sudah patah.

Sebaliknya mereka  menjadi ragu, atau jangan-jangan takut, walau hanya bertanya, ketika sampai pada dugaan kasus  korupsi via pokir atau gratifikasi yang terkait dengan Marzuki.

Ketika bersuara tentang Merin dan Irwandi, seolah mereka menjadi “manok agam” luar biasa.  Tetapi sebaliknya, mereka segera berobah posisinya menjadi “ayam sayur” ketika sampai pada kasus pokir Marzuki dan DPRA, berikut gratifikasi private jet Bakrie Group terhadap sang gubernur.

Menggunakan narasi pembicaran “gampong” di Aceh, persoalan pokir DPRA, bahkan hampir semua DPRK yang ada di Aceh, tak lebih  seperti cerita “ureung lhen” -orang telanjang-.

Yang dimaksud adalah, publik tahu namun tak pernah melihat orang telanjang.

Yang terjadi sesungguhnya, anggota legislatif itu ketika membahas APBA tahunan, ibarat sekelompok orang yang telanjang dan berkumpul dalam suatu ruangan yang tertutup rapat, siang dan malam.

Hanya beberapa orang saja yang sempat melihat mereka telanjang dalam ruangan itu, terutama mereka yang mengantar makanan dan minuman pada waktu-waktu tertentu.

Dari merekalah cerita “orang telanjang” itu berkembang ke publik selama bertahun-tahun.

Apakah pihak eksekutif tidak ikut telanjang dalam ruangan itu?

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved