Kupi Beungoh
Asoe Lhok Te Deng Deng, Ureng Tameng Yang Dapat Kerja
Banyak usaha di Aceh tapi orang Aceh banyak yang nganggur, tidak di terima bekerja, atau tidak bisa melamar karena tidak memenuhi persyaratan.
Oleh: Dr.Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag
Sering kita dengar suara kecewa di masyarakat yang disampaikan oleh rakyat biasa, atau or ang-orang yang luar biasa dalam bidang masih-masing-masing. Tentang lowongan pekerjaan di Aceh, di isi oleh orang-orang yang berasal dari luar Aceh.
Beberapa usaha di Aceh yang pemiliknya orang Aceh atau orang luar Aceh, saya perhatikan para pekerjanya sebagian besar bukan orang Aceh, bahkan ada yang tidak ada sama sekali orang Aceh.
Sedih jika melihatnya, banyak usaha di Aceh tapi orang Aceh banyak yang nganggur, tidak di terima bekerja, atau tidak bisa melamar karena tidak memenuhi persyaratan.
Setelah beberapa usaha atau pekerjaan, saya perhatikan seperti pabrik, bengkel, pembangunan gedung, jalan, usaha kuliner, dan lainnya, sebagian besar pekerjanya dari luar Aceh. Kalau kita tanya kepada mereka dari mana asalnya, mereka menjawab dari luar Aceh.
Ada masalah apa, dengan anak muda Aceh, kalau kita liat banyak generasi muda Aceh yang pengangguran.
Baca juga: Mewujudkan Harapan Hadirnya Pejabat Aceh yang Melayani
Saya beranikan bertanya kepada pemilik atau atasannya, kenapa bukan orang Aceh yang dijadikan tenaga kerjanya.
Berikut ini sebagian jawaban kenapa yang mereka pekerjaan bukan orang Aceh. "Orang Aceh itu terlalu banyak ngopi, dan ngobrol jika bekerja, terlalu banyak istirahat dibandingkan dengan waktu bekerja.
Dengan ngopi dan ngobrol terlalu banyak, menjadikan target pekerjaan yang harus di selesaikan tidak tercapai dengan maksimal. Ini menunjukkan sikap orang malas, sedangkan gaji berharap yang maksimal.
Alasan lain, orang Aceh tidak suka ditegur atau diingatkan jika ada pekerjaan yang tidak bagus, pimpinan menegur nya, dia pasti marah.
Kurang disiplin, kurang bertanggung jawab, sehingga banyak pekerjaan terbengkalai, jika di tegur mereka marah dengan atasannya. Maunya bekerja sesuai kemauan mereka, bukan sebagaimana aturan.
Yang paling mengkhawatirkan skiil anak-anak Aceh yang terbatas dalam bidang yang biasa di butuhkan.
Oleh karena itu, ini perlu menjadi perhatian semua pihak yang hendak menjaga generasi Aceh, terutama yang bergerak di bidang pendidikan, agar pendidikan yang di bangun, pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan harus berorientasi pada kebutuhan tuntutan lowongan pekerjaan atau ladang pekerjaan yang memungkinkan mereka buka ditempat asal mereka, setelah lulus sekolah atau kuliah.
Baca juga: Pentingnya Waktu Suami Untuk Istri Dan Anak
Pendidikan yang disediakan tentunya harus berorentasi pada skiil tempat yang bersangkutan belajar, lulusan pendidikan lembaga tersebut betul dapat meluluskan generasi yang kompeten dibidangnya.
Karena realita saat ini banyak sarjana menganggur setelah lulus kuliah. Jika memang sudah kompeten, kenapa anak-anak muda di Aceh banyak pengangguran.
Lembaga pendidikan dengan konsisten dan kontinyu mengevaluasi hasil yang sudah tercapai, berupa evaluasi hasil kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik, tidak hanya sudah selesai proses kegiatannya.
Ini penting agar generasi mudah Aceh di masa mendatang dapat hidup makmur dan sejahtera.
Perlu upaya-upaya peningkatan dan penyadaran kepada mereka para generasi muda akan kebutuhan skiil, disiplin dan keseriusan dalam pekerjaan.
Mengingat saat ini, sebagian besar para remaja, generasi muda Aceh, menghabiskan waktu di warkop, kafe dan tempat-tempat lainnya untuk ngopi, nongkrong, main game, menikmati berbagai program yang ada di handphone masing-masing, sampai bisa lupa waktu lupa semua kewajiban.
Ini gambaran generasi muda kita di Aceh, tidak salah jika orang luar bekerja di tempat kita, tapi salah kita, anak-anak kita tidak memenuhi syarat dan skiil yang dibutuhkan.
Namun bukan berarti tidak ada generasi muda Aceh yang berprestasi dan kompeten di dalam berbagai bidang. Mereka ini tidak nampak, karena Kurang mendapat perhatian dari petinggi negeri.
Yang mengisi lowongan pekerjaan sebagian besar anak-anak yang orang tuanya punya jabatan, punya hubungan kekerabatan meski terkadang di dapati tidak punya kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan yang di jalaninya.
Sebagai contoh bekerja dibidang IT itu harusnya mereka yang lulusan Teknik Infortika atau yangsesuai lainnya, tapi terkadang kita lihat mereka yang bekerja di ruang tersebut adalah orang yang bukan bidang tersebut, ada juga kita perhatikan yang bekerja dibidang keuangan bukan ahli keuangan.
Yang terjadi kemudian, setiap ada pekerjaan laporan tidak bisa dikerjakan, ini kita ketahui ketika pimpinan mengeluhkan keadaan bahwa anggotanya tidak bisa membuat laporan keuangan, bagaimana dia bisa buat laporan, dia bukan sarjana yang mengurus tentang keuangan. Inilah realitas dikehidupan yang nyata.
Moga ke depan pendidikan ini, bisa lebih fokus kepada hasil dan itu benar-benar dipastikan terjadi, agar generasi muda Aceh memiliki skiil dalam berbagai bidang pekerjaan yang ada dan dibutuhkan di Aceh.
Moga lembaga pendidikan itu dan semua yang bertanggung jawab dibidang pendidikan adalah orang-orang yang shaleh lagi jujur dan menjunjung tinggi nilai kejujuran, agar apa yang ditulis dikertas itulah yang tertulis pada setiap pribadi lulusannya.
Kepada pimpinan, hendaknya memberikan perhatian kepada mereka-mereka yang memiliki kompetensi dan prestasi untuk dapat bekerja di instansi-instansi yang ada, tidak hanya anak-anak yang punya hubungan kekerabatan, atau orang tua yang punya kekuasaan.
Harapan juga, petinggi negeri membuat pemetaan kebutuhan pekerjaan di Aceh, lalu memberikan penyuluhan, pelatihan kepada generasi muda Aceh agar berkualitas, ini salah satu cara agar uang yang digunakan tidak sia-sia langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dengan cara ini, dapat mengurangi generasi muda Aceh yang menghabiskan waktu mereka nongkrong di warkop dan kafe bermain handphone atau gedget lainnya siang malam, kecuali untuk duduk sebentar istirahat, ngopi setelah lelah bekerja.
Ini dapat dilakukan sampai ke pedesaan, saya rasa ini lebih tepat dibandingkan dengan pemberian uang tunai kepada masyarakat yang tidak mampu, kemudian saya lihat dipergunakan untuk membeli handphone, pakaian baru untuk ikut model, dan perawatan kecantikan bagi sebagian orang.
Demikian juga hendaknya ada aturan bahwa dalam penerimaan pekerjaan di Aceh selain memberikan syarat berupa skiil yang sesuai, syarat lainnya adalah harus diutamakan orang daerah sendiri yaitu anak-anak Aceh disamping orang luar juga diterima karena skiil yang dibutuhkan.
Jika tidak demikian, Aceh ke depan akan mundur dan hancur seiring hancurnya generasi mudah yang banyak menganggur.
Dikarenakan menganggur mereka habiskan waktu siang malam di warkop dan kafe, baik sekedar nongkrong, untuk main judi, main game atau pekerjaan lainnya yang tidak bermanfaat.
Rumah tangga akan banyak yang hancur, karena masalah ekonomi, lalu bercerai, anak-anak yang orang tuanya bercerai adalah masalah baru dan masalah terbesar lagi di masa mendatang.
Jika anak-anak yang ada hubungan kekerabatan dengan penguasa yang sedang menjabat harus menjadi perhatian, dan prioritas meski mereka tidak punya waktu skiil yang sesuai, untuk ke depan sebaiknya harus ditambah dengan syarat skiil agar tidak terjadi kecemburuan di masyarakat.
Jika pekerjaan diberikan karena kekerabatan atau jabatan orang tua, bukan karena kemampuannya, ini nanti dapat kita ketahui ketika yang bersangkutan tidak mampu bekerja, jika diingatkan oleh atasan dia berani marah, karena dia merasa dia adalah seseorang yang penting dan berkuasa.
Tentunya pekerjaan akan rusak dan hancur Jika diurus oleh orang seperti ini, karena tidak ahli. Sebagaimana Hadis Rasulullah SAW:
“Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari).
*) PENULIS Dr. Ainal Mardhiah, S.Ag, M.Ag adalah Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar Raniry Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
BACA TULISAN KUPI BEUNGOH LAINNYA DISINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.