Opini

Fenomena Dokter Minus Etika

Kode Etik Kedokteran adalah aturan-aturan atau pedoman tentang sikap dan perilaku yang harus dimiliki dan dipatuhi seorang dokter.

Editor: mufti
IST
Sri Wahyuni, Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh 

Dari kasus yang terjadi, tak ada pihak yang diuntungkan jika dokter melakukan perbuatan tercela. Pihak pertama, adalah masyarakat sebagai pengguna layanan adalah pihak yang paling dirugikan. Pihak kedua, adalah dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan tempatnya bekerja sebab reputasinya akan rusak dan tak dipercaya. Pihak ketiga, profesi kedokteran yang tercoreng martabat dan keluhurannya.
Sebenarnya, dokter yang melakukan perbuatan tercela adalah dokter yang minus etika, karena perbuatannya tersebut merugikan manusia dan kemanusiaan. Untuk mencegah perbuatan tercela itu terjadi tentulah harus dimulai dari dokter itu sendiri.

Dokter harus sadar bahwasanya ia sedang menerima amanah dan tanggung jawab atas kepercayaan pasien. Ia juga harus menjunjung tinggi kepercayaan yang ia terima dengan memberi pelayanan dan perawatan sebaik-baiknya.

Sementara untuk organisasi profesi mengambil tanggung jawab untuk mencegah terjadinya praktik dokter minus etika. Mengimbau dan melarang anggotanya berperilaku tercela demi menjaga kehormatan masyarakat dan keluhuran profesinya. Organisasi profesi juga membina anggotanya agar mematuhi sumpah dokter dan kode etik kedokteran di kesehariannya.

Pasal 66 Undang-undang Praktik Kedokteran menjelaskan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Apabila telah diingatkan tetapi tetap berperilaku minus etika, dan didalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, organisasi profesi dituntut memberi sanksi etik. Sanksi berupa teguran, peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang, pengasingan atau pengucilan, pencabutan surat izin praktik, skorsing hingga dikeluarkan dari keanggotaan organisasi profesi dokter yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Apabila dokter tersebut menerima sanksi dan menjalankan sanksi dengan tulus, organisasi profesi akan merehabilitasi namanya agar bisa kembali diterima para sejawatnya. Namun jika dokter tersebut tidak setuju atau merasa keberatan, ia berhak mengajukan pembelaan diri.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved