Kupi Beungoh

Sarawak Bumi Kenyalang, Antara "Buku Hijau" dan Partai Lokal yang Bucho Bhan

Semua orang yang memasuki Sarawak dari luar negeri ini di wajibkan melewati lorong imigrasi untuk pemeriksaan passport dan pemberian visa.

Editor: Agus Ramadhan
FOR SERAMBINEWS.COM
Iskandarsyah Bin Syarifuddin berdiri dengan berlatar belakangkan Sarawak State Legislative Assembly atau Gedung Dewan Undangan negeri Sarawak 

Oleh : Iskandarsyah Bin Syarifuddin

SERAMBINEWS.COM - 'Sarawak Bumi Kenyalang', itulah julukan untuk wilayah otonom di bagian timur Malaysia, berbatas darat dengan Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara ini.

Pertengahan 2019, tepatnya tanggal 23 bulanApril, saya pertama kali menginjakkan kaki ke negeri bekas jajahan James Brooke, seorang pelaut Inggris ini.

Saya mengambil perjalan dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA), menggunakan maskapai nasional Malaysia.

Setelah 1 jam 45 menit berada di atas awan, kami turun di Bandara Internasional Kuching, yang berada di ibu kota Sarawak.

Sebelum turun ada pengumuman yang tidak lazim dari awak pesawat untuk penerbangan domestik.

Semua penumpang pesawat diperingati untuk tidak lupa menyertakan passport ketika melewati pintu imigrasi.

Negeri ini agak berbeda dari negeri-negeri otonom lain nya di Malaysia.

Semua orang yang memasuki Sarawak dari luar negeri ini di wajibkan melewati lorong imigrasi untuk pemeriksaan passport dan pemberian visa.

Tidak terkecuali dia warga negara Malaysia non Sarawak.

Mereka layaknya warga asing yang memasuki negara tertentu. Setelah mendapatkan visa satu bulan.

Kami harus melewati pemeriksaan bea cukai yang disini disebut kastam,untuk pemeriksaan barang bawaan.

Ketika keluar bandara saya merasakan tidak ada perbedaan yang mencolok tentang daerah ini dari dibandingkan negeri di semenjung lain nya.

Dalam perjalanan menuju ke tempat penginapan, saya baru merasa aneh ketika melihat pom bensin berjejer di antaranya Petronas, Shell, Petron dan juga Petros.

Untuk tiga nama perusahaan pertama sudah lazim bagi saya karna di Malaysia tidak ada monopoli petronas dalam hal surat izin untuk pengelola pom bensin.

Untuk petros agak baru di mata saya.

Dengan warna khas Sarawak, merah kuning hitam, membuat di hati saya untuk mencari tahu.

Sambil bercerita dengan pembawa taxi yang asli orang melayu Sarawak, saya mendapati informasi bahwa petros ini adalah Pertaminanya Sarawak.

Perusahaan daerah yang mengelola minyak dan gas Sarawak, terlepas dari Petronas perusahaan minyak pelat merah Pemerintah Malaysia.

Sesampai di tujuan tempat menginap, saya melihat ada hal berbeda lagi

Ada sebuah gardu listrik yang bertuliskan Sarawak Energy Berhad, biasanya di negeri negeri semenanjung Malaysia gardu listri kepunyaan TNB atau Tenaga Nasional Berhad.

TNB merupakan perusahaan pelat merah yang mengelola listrik di Malaysia, layaknya PLN di negara kita.

Baru 2 jam saya menginjakkan kaki di negeri Sarawak yang identik dengan burung (cicem ba kurunda kalau kami di Aceh menyebutnya), saya sudah melihat dua hal yang negeri otonom ini telah merdeka dalam bingkai kerjaan persekutuan yang namanya Malaysia.

Dari hal-hal yang "ganjil" tadi yang terasa istimewa ini, lahirlah rasa ingin tahu saya mendalam tentang kenapa Sarawak bisa memperoleh banyak keistimewaan.

Padahal mereka tidak mengangkat senjata layaknya negeri saya, dan mereka tidak ada MoU Helsinky alias buku hijau yang sangat sakral di negeri saya.

Setelah saya mentelusuri, ternyata kekuatan yang bisa menjadi nilai tawar bagi negeri Sarawak ketika berhadapan dengan Kuala Lumpur sebagai induk mereka adalah persatuan dan kesatuan dari etnik-etnik yang mendiami negeri Sarawak itu sendiri.

Tidak kira Bangsa Melayu, Bangsa Iban Bidayuh dan bangsa lain nya.

Mereka tidak akan pernah bisa dipecah belah dengan iming-iming apapun.

Tidak ada istilah 'pileh peng griek lam peureude trieng' bagi mereka.

Ketika pemilu raya partai gabungan Sarawak Bersatu atau GPS menyapu bersih semua kursi parlemen yang diperebutkan.

GPS adalah partai paling besar dan utama di negeri Sarawak layaknya Partai Aceh di bumoe indatu.

Tapi mereka tidak bisa bertanding sampai ke parlemen Malaysia di Putrajaya walaupun status mereka partai lokal.

Tidak seperti partai-partai lokal di Aceh yang sampai perbatasan Aceh Tamiang - Langkat sudah terhenti alias ka bucho bhan.

Partai yang di pimpin oleh Abang Haji Abdul Rahman Zohari Tun Abang Haji Openg atau sering di panggil " Abang Jo" ini memperolehi 23 kursi parlemen ke PutraJaya dari 31 kursi yang dipertandingkan di negeri Sarawak untuk mewakili rakyat Sarawak di parlemen Malaysia.

Dengan jumlah kursi yang lumayan banyak ini mereka bisa jadi nilai tawar untuk pusat.

Jika mereka tidak menyertai koalisi Pakatan Harapan yang dipengurusi oleh Dato Sri Anwar Ibrahim, mustahil Anwar Ibrahim bisa menjadi Perdana Menteri ke-10 Malaysia, dikarnakan tidak bisa memperolehi mayoritas di parlemen.

Jika dilihat dari cara mereka berpolitik,tidak salah Aceh dengan kekhususannya bisa mencontoh apa yang bangsa Borneo ini lakukan.

DPRA selaku institusi parlemen Aceh bisa membuat studi banding ke Sarawak untuk bahan pertimbang dalam mengambil kebijakan merevisi UUPA.

Hal itu supaya mimpi pemerintahan sendiri yang "merdeka" dalam bingkai NKRI seperti mana sering didengungkan oleh Tgk Saiful Bahri alias Pon Yahya selaku ketua DPRA bisa cepat terealisasi.

Apa yang Sarawak boleh capai tidak mustahil Aceh bisa mengwujudkan jika kita mau belajar dari apa yang orang lain buat.

Dalam revisi UUPA ,penguatan partai lokal di Aceh harus benar-benar di ambil.

Partai lokal Aceh bek lee bucho bhan sampe batas Tamiang.

Semoga kedepan legislator-legislator dari Partai Aceh atau PNA atau SIRA cs dalam "Fraksi Aceh Meusaboh" akan bersuara lantang di gedung kura-kura ketika berbicara soal kekhususan Aceh. Wassalam (*)

 

*) Penulis adalah Iskandarsyah Bin Syarifuddin, tenaga kerja profesional yang menjabat sebagai site superintendent di sebuah perusahaan kontruksi di negeri Sarawak.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Baca artikel KUPI BEUNGOH lainnya DI SINI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved