Kupi Beungoh
Malware Politik Kelamin, Humam Hamid Hendak Menyerang Siapa?
Dari sudut pandang Partai Aceh, sosok Humam Hamid laksana hacker yang sedang berupaya merusak sistem Partai Aceh dengan meluncurkan malware politik
Oleh: Dr. Nurlis E. Meuko*)
MALWARE politik kelamin kini terdeksi sedang menyerang server Partai Aceh.
Targetnya adalah merusak sistem yang sudah dibangun dan sedang disempurnakan, tentunya sangat kental dengan kepentingan politik.
Aktor di balik itu, publik mudah menebaknya, dialah Profesor Humam Hamid.
Lalu benarkah Humam Hamid hendak menyerang Partai Aceh?
Dari sudut pandang Partai Aceh, sosok Humam Hamid laksana hacker yang sedang berupaya merusak sistem Partai Aceh dengan meluncurkan malware politik kelamin.
Bahkan malware politik tersebut sudah pula diuploadnya dan kini sedang bekerja menusuk dan berupaya menembus sistem ketahanan pada jantung server Partai Aceh.
Tidak cukup sekali, Humam Hamid mengupload malwarenya sampai enam tulisan dengan judul Gubernur Aceh: Marzuki, Luhut Panjaitan, dan Ganti Kelamin Partai Aceh.
Tulisannya dipublish di Serambinews.com pada rubrik Kupi Beungoh.
Melihat durasi tulisan serial tersebut, maka jelas serangan itu terencana dengan matang.
Namun, sayangnya serangan yang dibangun masih terkesan pekerjaan seorang pemula dengan kemampuan koding yang biasa-biasa saja.
Namun bukan berarti tidak berbahaya, penanganannya tetap harus serius.
Partai Aceh perlu menambal bug yang sudah terbuka, sehingga hacker pemula pun mampu menembusnya.
Sebab, kendati serangannya sederhana dan mengalun, Humam Hamid sudah menemukan celah berupa bug yang selama ini dibiarkan terbuka, sehingga dia mampu mengupload malwarenya dan menggerogoti sistemnya.
Jika kerusakan server terjadi, maka bagi resiko yang harus ditanggung Partai Aceh akan terimbas ke imajinasi publik tentang partai.
Sebetulnya, jika membaca dengan seksama serangannya, dapat dilihat dengan jelas bahwa tujuan utama serangan malware politik kelamin Humam Hamid tidak hanya Partai Aceh, tetapi juga menyasar Penjabat Gubernur Aceh, yaitu Mayjen (Purn) TNI Ahmad Marzuki yang mantan Pangdam Iskandar Muda.
Hanya saja, gerakan Humam Hamid mengorbankan Partai Aceh untuk kepentingan politik dengan sasaran penjabat gubernur Aceh.
Artinya, Humam Hamid membuat serangan malware politik kelamin dengan gerakan menyodok bola biliar, menembak Partai Aceh dengan harapan pantulannya menerpa penjabat gubernur Aceh dan masuk ke dalam lubang harapannya.
Tentu saja, di sini pertanyaannya adalah siapa yang menjadi sosok yang diharapkan untuk menggantikan penjabat Gubernur Aceh yang sekarang ini.
Tulisan ini tentu saja tidak hendak menerka siapa sosok yang sedang diupayakan untuk menggantikan penjabat gubernur Aceh.
Sebab sangat mudah untuk menjawabnya.
Caranya pun gampang, lihat saja ke mana Humam Hamid melangkah, dan siapa sosok yang sering berkomunikasi dengannya.
Kategori sosok itu pun pasti sudah diukur sesuai persyaratan jabatan yang tertera dalam undang-undang.
Jumlah pejabat di Aceh yang memiliki kapasitas seperti itu tentu juga bisa dihitung dengan jari.
Kembali ke pola serangan yang telah dibangun Humam Hamid.
Jika membacanya secara awam, maka Humam Hamid sedang membangun citra negatif untuk Partai Aceh.
Namun, karena kemampuan koding yang biasa-biasa saja maka tak mampu mengangkat kelas serangan ke kasta yang lebih baik, sehingga pusaran pemikiran pun hanya berputar pada pemikiran awam yang memandang miring ke Partai Aceh.
Seolah-olah, jika Partai Aceh mengajukan militer sebagai penjabat gubernur Aceh menjadi suatu kesalahan fatal yangf melanggar fatsun politik Aceh.
Karena koding yang lemah itu pula, Humam Hamid sampai salah mengambil data sehingga salah dalam menganalisa soal sosok penjabat gubernur Aceh.
Sehingga data yang dipasok yang mengesankan Partai Aceh yang mendorong Ahmad Marzuki menjadi penjabat Gubernur Aceh langsung mendapat bantahan dari Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri.
Nama Ahmad Marzuki ini pun muncul berdasarkan usulan Partai Golkar dan Gerindra di DPR Aceh.
Baca juga: Soal Pengusulan Pj Gubernur Aceh, Pernyataan Humam Hamid Menyesatkan
Humam Hamid juga terlalu memaksakan mengenai tafsir soal fatsun politik Aceh yang berkaitan dengan Gubernur Aceh.
Kesannya adalah suatu keterpaksaan saja jika Pemerintah Pusat menunjuk sosok yang bukan “orang Aceh” untuk menjadi penjajabat Gubernur Aceh.
Itu fatsun politik yang disebut sudah berlangsung sejak 70 tahun.
Bahkan Humam Hamid mengklaim, di masa Orde Baru tak diizinkan penjabat gubernur di Aceh dari kalangan militer, kecuali terpaksa itu tadi.
Padahal menurut daftar nama Gubernur Aceh, maka di situ tertera nama B. M. Danubroto yang memimpin Aceh pada 1951-1953, kemudian ada Eddy Sabara yang menjadi penjabat Gubernur Aceh pada 1981, lalu ada Soedarmo yang menjadi penjabat pada 2016-2017 sekarang tampil Ahmad Marzuki.
Bahkan tiga dari empat tokoh luar Aceh yang pernah memimpin di Aceh itu berasal dari kalangan militer.
Eddy Sabara adalah militer pada masa Orde Baru yang menjadi penjabat Gubernur Aceh.
Semuanya tampil memimpin Aceh menjadi penjabat gubernur tanpa ada istilah “terpaksa” atau melanggar fatsun.
Jadilah Humam Hamid mengupload malware politik kelamin ini dengan kekeliruan data yang elementer dan mengesankan emosional.
Tak mengherankan jika hasilnya juga akan menyimpang.
Pertanyaannya apakah data itu memang keliru, atau memang sengaja diambil yang salah untuk mudah melakukan serangan ke penjabat gubernur Aceh untuk memengaruhi pemikiran pemerintah pusat.
Sementara Partai Aceh hanya menjadi korban yang sangat merusak ke sendi-sendi politiknya.
Hanya saja, pilihan terhadap data yang salah itu, baik disengaja atau tidak, tetap saja menjadi pekerjaan yang kurang cerdas untuk sosok sekaliber Humam Hamid yang telah mencapai seorang guru besar.
Dua pilihan itu, kedua-duanya adalah konyol.
Bagi Humam Hamid, melalui malware politik kelamin itu juga telah merancang peta serangan yang tidak hanya mengarah kepada dirinya sendiri, namun juga ke arah sosok yang sedang disanjungnya.
Kesengajaan ini juga dapat membuat Humam Hamid terjerambab.
Meminjam istilah Max Weber, yang seorang bapak ilmu sosiologi, bahwa penulis narasi politik yang menyesatkan berada pada golongan paria yang lebih rendah dari kasta sudra pada zaman India kuno.
Selain itu pekerja narasi politik yang menyesatkan adalah demagogis (bersifat demagogi).
Biasanya kelompok paria yang demagogis gemar berkumpul ke tempat politisi dan tertawa terbahak-bahak ketika narasi-narasi politiknya termakan oleh publik.
Mereka tak peduli apa yang menjadi korban, dan siapa yang akan dimakannya.
Paling utama adalah hasrat politiknya tercapai.
Kembali lagi kepada Partai Aceh, perlu segera menutupi bug-bug yang dapat merusak server yang disusupi malware politik kelamin Humam Hamid dan memperbaiki backdoor politik Aceh.
Sudah seharusnya menutupi celah-celah yang kontra produktif dan merusak selama ini.
Selain itu, sekarang adalah saatnya bekerja total untuk rakyat Aceh sebagaimana sejatinya Partai Aceh yang dicita-citakan.
*) PENULIS: Dr. Nurlis E. Meuko (Nurlis Effendi) adalah Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.