Kupi Beungoh
Rumoh Geudong: Memori Kolektif Aceh dan Janji Para Presiden – Bagian II
Sukarno seakan mampu “merasa” ada perpaduan energi kebangsaan, keislaman, dan keacehan yang dimiliki oleh Ali Hasyimi yang menggambarkan Aceh ideal.
Tindakan Megawati itu kemudian menjadi sebuah “mitos” seolah trah Sukarno berikut dengan paham politik kebangsaan yang dibawanya tak akan pernah bisa berbaik baik dengan Aceh.
Ingatan publik Aceh berdampak panjang.
Masyarakat Aceh sangat tahu jumah suara pemilih dalam keputusan penting negera, seperti pemilihan presiden tidak besar, dan bahkan tak banyak membantu para kontestan.
Publik Aceh tak peduli apakah mereka mengkuti arus besar nasional atau tidak.
Baca juga: Kisah Horor Rumoh Geudong, Penuh Jeritan & Lepotan Darah Manusia Tempat Bersejarah Sejak era Belanda
Berimbas Pada Jokowi - JK
Korban dari ingatan publik yang buruk terhadap Megawati menimpa presiden Jokowi pada Pilpres 2014.
Jokowi-JK kalah di Aceh.
Sulit menjelaskan secara sosiologis kenapa Jokowi-JK kalah di Aceh.
Seorang wali kota sukses, dan gubernur sukses didampingi oleh seorang matan Wakil Presiden sebelumnya yang menjadi aktor utama perdamaian Aceh, kalah dalam pemilu di daerah ini.
Padahal lawannya adalah mantan Jenderal TNI, Prabowo Subianto yang merupakan representasi, bahkan ikon dari penindasan dan kekerasan yang dialami oleh masyarakat Aceh sekitar tiga dekade.
Kenapa memori kopassus, bahkan komandan kopassus yang melekat pada Prabowo tidak menjadi masalah.
Publik Aceh juga tak peduli dengan kadar penghayatan dan praktık keislaman Prabowo yang berada dibawah rata-rata.
Mereka tak memilih sang mantan wali kota Solo dan gubernur DKI dan sosok JK yang paling populer.
Pasangan itu mendapat dukungan dimana-mana.
Apa alasan masyarakat Aceh tak memilih Jokowi? Jawabannya hanya satu.
Jokowi berasosiasi dengan nama pemimpin “ingkar janji”- Megawati.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.