Opini

Melawan Lupa Rumoh Geudong

Pembongkaran ini menuai kecaman dari berbagai pihak di Aceh dari masyarakat sipil seperti Organisasi HAM  termasuk Komite Peralihan Aceh hingga Organi

Editor: mufti
SERAMBINEWS.COM/ FOR SERAMBINEWS
Dr Phil Munawar  A Djalil MA, Pegiat Dakwah dan Pemerhati Masalah Politik Aceh, Tinggal di Cot Masjid Banda Aceh 

Dr Phil Munawar A Djalil MA, Pegiat Dakwah dan Peneliti Pelanggaran HAM di Aceh (1989-1998) tinggal di Cot Masjid Banda Aceh

KALAU tidak ada aral melintang Presiden Jokowi pada 27 Juni 2023 akan kembali berkunjung ke Aceh dengan salah satu agenda utamanya adalah kick off Pelaksanaan Rekomendasi Tim Pemantau Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat.

Nonyudisial Pelanggaran HAM ini merupakan penyelesaian bukan melalui jalur hukum  melainkan para korban akan direparasi meliputi pemenuhan hak kompensasi, restitusi, rehabilitasi, satisfaksi, pengungkapan kebenaran dan jaminan agar peristiwa kelam tersebut tak terulang lagi.

Menariknya Pemerintah menjadikan Aceh tepatnya Pidie sebagai pusat dimulainya (kick off) Penyelesaian Pelanggaran HAM Nonyudisial dan titik sentralnya adalah Rumoh Geudong yang beberapa hari lalu rumah tersebut telah dibongkar, dibersihkan dan sirna. Bekas tapaknya sekalipun telah diratakan buldoser.

Saksi bisu kejahatan

Pembongkaran ini menuai kecaman dari berbagai pihak di Aceh dari masyarakat sipil seperti Organisasi HAM  termasuk Komite Peralihan Aceh hingga Organisasi Amnesty Internasional Indonesia. Kecaman yang diucapkan ini sungguh sangat beralasan karena diyakini bahwa bangunan tersebut sebagai situs sejarah menjadi bukti bahwa di Aceh khususnya di Pidie pernah terjadi kejahatan sangat serius. Betapa tidak--selama Operasi Militer berlangsung dari masa DOM hingga Darurat Militer di Aceh ribuan warga Aceh menjadi korban bahkan sampai kini masih ada korban tak diketahui rimbanya.

Seakan-akan saat itu Aceh telah menjadi ladang pembantaian (killing field) seperti yang terjadi di Bosnia dan beberapa negara lain di dunia. Adalah fakta dan data sebelum mereka dibunuh mereka disiksa ada yang dikelupas kulit kepalanya, istri dan anaknya diperkosa di hadapan suaminya disuruh berzina dengan tahanan wanita dan berbagai tingkah biadab lainnya dan lagi-lagi di saat itu Rumoh Geudong menjadi saksi bisu.

Apa pun alasan pembenarannya pelaku tersebut berbuat dan bertindak atas nama Negara. Sebab Pemerintah-lah yang mendeklarasikan secara resmi operasi militer berlaku di Aceh dengan sebutan Operasi Jaring Merah dan operasi ini berakhir pada masa Alllahuyarham BJ.Habibie menjadi Presiden dan tepat pada tanggal 7 Agustus 1998 DOM resmi di cabut.

Ironinya operasi militer di Aceh tidak berakhir sampai di situ, 5 tahun kemudian operasi militer kembali digelar di Aceh tepatnya 19 Mei 2003. Melalui Keputusan Presiden (Kepres) Presiden Megawati menetapkan Aceh sebagai daerah berstatus Darurat Militer karena gagalnya perundingan Tokyo antara GAM dan Pemerintah RI dan selama 1 tahun Darurat Militer di Aceh ribuan anggota dan simpatisan GAM terbunuh, tertangkap dan menyerahkan diri dan operasi ini terus berlangsung hingga gempa-tsunami melanda Aceh.

Secuil cerita ini hanya sebagai memorialisasi untuk melawan lupa bahwa di negeri ini telah dan pernah terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Negara dan atas nama Negara pula Presiden Jokowi meminta maaf dan akan menyelesaikan pelanggaran HAM berat ini dengan harapan Presiden agar pelanggaran ini tidak terulang di kemudian hari.

Penulis teringat Pidato Habibie ketika pencabutan DOM 7 Agustus 1998: “Dengan penuh kesadaran dan menjunjung tinggi amanah penghormatan dan pelaksanaan Hak-hak Asasi Manusia dengan ini saya menyampaikan permohonan maaf kepada Masyarakat Aceh, khususnya kepada keluarga korban. Saya selaku Presiden berjanji kejadian semacam itu tidak akan terulang lagi pada masa-masa yang akan datang di Daerah Istimewa Aceh ini”.

Nah, setelah kedua Presiden beda masa ini menyadari, malah ada keadaan yang dilematis di satu sisi ada keinginan baik Pemerintah untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Aceh di sisi lain Pemerintah justru tak peduli dengan keinginan masyarakat Aceh termasuk korban dan keluarganya yaitu membongkar saksi bisu Rumoh Geudong sebagai bukti pelanggaran HAM itu terjadi.

Hakikatnya peristiwa Rumoh Geudong bukanlah cerita kosong  melainkan dia menjadi cerita yang penuh duka di dalamnya. Presiden Jokowi sendiri pada Januari 2023 telah menyampaikan bahwa tragedi Rumoh Geudong menjadi salah satu dari 12 pelanggaran berat yang diakui Negara di samping peristiwa Simpang KKA 1999 (Aceh Utara) dan peristiwa Jampo Keupok 2003 (Aceh Selatan).

Negara tak dapat menyangkal Tragedi Rumoh Geudong karena secara fakta dan data Rumoh Geudong sejak DOM berlaku (1989-1998) hingga kemudian Pemerintah mengumumkan Darurat Militer Aceh dijadikan sebagai POS Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) Kabupaten Pidie dan disinyalir Rumoh Geudong digunakan sebagai tempat penyekapan, penyiksaan dan pembunuhan bagi warga yang dicurigai terlibat Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Meskipun saat ini Rumoh Geudong terlanjur dimusnahkan.

Situs memorial

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved