Jurnalisme Warga

Gelora Sepak Bola di Gampong Bucue

Sepak bola setiap sore semakin sering digelar. Namun, bukan lagi sebagai “permainan” tapi sudah berubah menjadi latihan untuk menghadapi turnamen seke

Editor: mufti
SERAMBINEWS/tambeh.wordpress.com
T A SAKTI, penerima Kehati Award 2001 dari Yayasan Keanekaragaman Kehidupan Hayati Indonesia (Kehati) Jakarta, melaporkan dari Dusun Lamnyong, Gampong Rukoh, Darussalam, Banda Aceh 

Ternyata semua rencana kami berlangsung tanpa meleset.  Para pemain yang dijemput, langsung dibawa ke lapangan untuk bermain. Selesai bertanding mereka kami antar pulang ke kampung masing-masing. Beberapa orang  yang tak sempat pulang, karena sudah malam, mereka tidur di rumah saya.

Jadi, selama banyak tamu, rumah saya  jadi  ramai dan semarak dengan celoteh para pemain bola. Ibunda saya dengan senang hati dan gembira menjamu mereka sampai  menyembelih satu-dua ekor ayam untuk lauk makan para tamu bola.

Alhamdulillah, sampai nyaris acara turnamen  berakhir segala program kami berjalan mulus tanpa kendala.  Semua kesebelasan yang berhadapan dengan klub  Gampong Bucue  harus menyerah kalah.  Bendera   “PORBUSI”   yang dipancangkan di sudut-sudut lapangan  melambai-lambai  dengan  gagah dan rancaknya.

Hingga sampailah klub bola kami ke babak final dengan menghadapi  “Badak Hitam” sebagai  klub paling tangguh   milik Batalion  113  di Kotabakti saat itu. Pertandingan kali terakhir ini, kalau menang berarti Klub PORBUSI menjadi juara pertama, bila kalah bakal mendapat juara dua.

Menghadapi kesebelasan yang cukup kuat itu, kesiapan “pasukan” Bucue pun semakin ditempa. Saya dan Abdul Kadir betul-betul sudah memilih para pemain yang cukup tangguh. Hampir semua pilihan pemain berasal dari Sigli dan sekitaranya. Anggapan kami, paling kurang  mereka lebih sering menonton strategi sepak bola klub PSAP (Persatuan Sepak Bola Aceh Pidie).

Tetap dengan semangat pantang menyerah sebelum bertanding,  bendera  PORBUSI terus berkibar-kibar  dengan penuh  perkasa. Masyarakat Bucue tumpah ruah mendatangi lapangan  bola Blang Peureulak di sore itu. Mereka ingin gampong Bucue maju dan harum namanya. Usaha  dan doa telah mereka panjatkan, tinggal menunggu nasib yang menentukan.

Penjemputan pemain dari Sigli pada awal hari itu  berjalan  lancar dan aman. Barulah pada jemputan kedua armada angkutan kami mulai bermasalah.

Ban belakang Honda saya bocor di Bambi hingga butuh waktu untuk menempelnya. Agar tidak terlambat sampai ke lapangan, seorang pemain dibantu bonceng Bang Abdullah Saidi seorang pegawai  yang pulang ke Titeue. Pemain ini diturunkan di Kotabakti. Sebagai pendatang   baru ia tak dapat ke lapangan Peureulak yang masih cukup jauh. Ada dua orang pemain pembela PORBUSI, yang bernasib sama.

Pepatah menyebutkan, ”Malang tak dapat ditolak,  untung  tak dapat diraih.  Hanya takdir Allah yang jadi kenyataan.”

Ternyata, kesebelasan PORBUSI mendapat juara 2 pada adu penalti dengan skor  4–5 bagi kemenangan “Badak Hitam” sebagai juara 1.. Sangat  miris!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved