Jurnalisme Warga
Gelora Sepak Bola di Gampong Bucue
Sepak bola setiap sore semakin sering digelar. Namun, bukan lagi sebagai “permainan” tapi sudah berubah menjadi latihan untuk menghadapi turnamen seke
Ternyata semua rencana kami berlangsung tanpa meleset. Para pemain yang dijemput, langsung dibawa ke lapangan untuk bermain. Selesai bertanding mereka kami antar pulang ke kampung masing-masing. Beberapa orang yang tak sempat pulang, karena sudah malam, mereka tidur di rumah saya.
Jadi, selama banyak tamu, rumah saya jadi ramai dan semarak dengan celoteh para pemain bola. Ibunda saya dengan senang hati dan gembira menjamu mereka sampai menyembelih satu-dua ekor ayam untuk lauk makan para tamu bola.
Alhamdulillah, sampai nyaris acara turnamen berakhir segala program kami berjalan mulus tanpa kendala. Semua kesebelasan yang berhadapan dengan klub Gampong Bucue harus menyerah kalah. Bendera “PORBUSI” yang dipancangkan di sudut-sudut lapangan melambai-lambai dengan gagah dan rancaknya.
Hingga sampailah klub bola kami ke babak final dengan menghadapi “Badak Hitam” sebagai klub paling tangguh milik Batalion 113 di Kotabakti saat itu. Pertandingan kali terakhir ini, kalau menang berarti Klub PORBUSI menjadi juara pertama, bila kalah bakal mendapat juara dua.
Menghadapi kesebelasan yang cukup kuat itu, kesiapan “pasukan” Bucue pun semakin ditempa. Saya dan Abdul Kadir betul-betul sudah memilih para pemain yang cukup tangguh. Hampir semua pilihan pemain berasal dari Sigli dan sekitaranya. Anggapan kami, paling kurang mereka lebih sering menonton strategi sepak bola klub PSAP (Persatuan Sepak Bola Aceh Pidie).
Tetap dengan semangat pantang menyerah sebelum bertanding, bendera PORBUSI terus berkibar-kibar dengan penuh perkasa. Masyarakat Bucue tumpah ruah mendatangi lapangan bola Blang Peureulak di sore itu. Mereka ingin gampong Bucue maju dan harum namanya. Usaha dan doa telah mereka panjatkan, tinggal menunggu nasib yang menentukan.
Penjemputan pemain dari Sigli pada awal hari itu berjalan lancar dan aman. Barulah pada jemputan kedua armada angkutan kami mulai bermasalah.
Ban belakang Honda saya bocor di Bambi hingga butuh waktu untuk menempelnya. Agar tidak terlambat sampai ke lapangan, seorang pemain dibantu bonceng Bang Abdullah Saidi seorang pegawai yang pulang ke Titeue. Pemain ini diturunkan di Kotabakti. Sebagai pendatang baru ia tak dapat ke lapangan Peureulak yang masih cukup jauh. Ada dua orang pemain pembela PORBUSI, yang bernasib sama.
Pepatah menyebutkan, ”Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Hanya takdir Allah yang jadi kenyataan.”
Ternyata, kesebelasan PORBUSI mendapat juara 2 pada adu penalti dengan skor 4–5 bagi kemenangan “Badak Hitam” sebagai juara 1.. Sangat miris!
Tapak Tilas Perjuangan Teuku Umar di Puncak Mugo, Wisata Sejarah yang Menggetarkan Jiwa |
![]() |
---|
Serunya Lomba Kompetisi Berbasis Revolusi Industri 4.0 hingga Future Skill |
![]() |
---|
Pesona Krueng Teunom, Amazonnya Aceh |
![]() |
---|
KMP Papuyu, Transportasi Harapan Menghubungkan Masa Depan |
![]() |
---|
SMK Beringin Lhokseumawe Cetak Mekanik Andal dan Berkarakter |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.