Opini

Memahami Aceh Antara Sentimen dan Argumen

Tulisan ini tidak bermaksud membangun sentimen melainkan menyuguhkan sedikit argumen agar semua orang paham tentang Aceh baik orang Aceh sendiri yang

Editor: mufti
ist
Dr H Munawar A Djalil MA 

Berangkat dari itu maka yang sering menggerakkan orang untuk berbuat sesuatu bukanlah dari doktrin agama melainkan dari apa yang dipahami mereka tentang doktrin agama dan dari sini muncul mitos, simbol, adagium yang kemudian hari diturunkan dari generasi ke generasi di Aceh.

Bagi masyarakat Aceh, simbol, mitos, adagium atau apapun namanya, sangat besar maknanya dalam kehidupan mereka. Lebih-lebih dalam mempertahankan martabat dan melawan ketidakadilan. Kita melihat perkembangan politik dalam negeri pasca kemerdekaan, telah mengalami pasang surut (fluktuasi) yang panjang ditandai bergolaknya Aceh sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap kebijakan Pemerintah Pusat. Menurut sebagian orang bahwa pergolakan yang terjadi adalah lanjutan perlawanan rakyat masa silam dengan maksud untuk mendapatkan secercah keadilan dan sebongkah harga diri.

Dalam hubungan ini muncul sebuah pertanyaan, bagaimana kemudian orang memahami Aceh dari perspektif kehidupan politik Indonesia? Acap kali, dalam menilai masalah ini, publik berbeda pendapat, masing-masing mereka mempunyai argumen tersendiri. Kasus Aceh yang menonjol diperbincangkan adalah perkembangan politik di Aceh mengalami arah bolak balik sangat tajam sehingga sentimen yang muncul kemudian dibangun berdasarkan argumen  baik berdasarkan sejarah maupun berbasis realitas sosial.

Antara sentimen dan argumen

Bagi masyarakat Aceh semangat militansi untuk mewujudkan Aceh yang “Merdeka” berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sangat argumentatif. Hanya saja semangat itu semestinya harus mendapat dukungan politik secara penuh dari Pemerintah Pusat. Karena sikap Pemerintah Pusat yang seolah masih setengah hati mengurus Aceh berdasarkan UUPA telah memunculkan sentimen rakyat dan asumsi liar  bahwa Pemerintah Pusat telah mengebiri keistimewaan dan kekhususan Aceh.

Selanjutnya yang perlu dipahami pula bahwa orang Aceh tidak akan pernah marah bila tidak dikecewakan. Manakala ia masih mau membuka suara dan berbicara, maka saat itu semua akan diberikan orang Aceh--berbeda saat orang Aceh telah diam, enggan bersuara, tak mau berbicara dan matanya telah memerah (mata hu) maka saat itu pula marahnya telah sampai puncak, sehingga ada satu pameo yang rada sentimental dalam masyarakat Aceh. “Meunyoe hana teupeh pade bijeh dipeugala, meunyoe ka teupeh bu leubeh han ipeutaba”.

Ingat, apa saja telah dan akan dilakukan orang Aceh untuk sebuah dignity dan kehormatan, demikian pula apa saja akan dilakukan kadang-kadang tanpa menggunakan perhitungan logika dan untung rugi, apabila harga diri dan martabat terusik. Kalaupun hari ini Pemerintah telah memberikan otoritas penuh lewat UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Namun masyarakat Aceh lagi-lagi meminta supaya seluruh turunan dari UUPA ini bisa segera di realisasikan. Salah satu misalnya Bendera Aceh, meski ada sindiran bahwa bendera itu tak “mengenyangkan” namun yang mesti dipahami bahwa spirit bendera itu dapat “membahagiakan”. Nah.

Karenanya para Nasionalis yang berada di Aceh, agar tidak memosisikan diri pada kedudukan yang terlalu sulit untuk sebuah usaha menyelamatkan negeri ini dari benih kehancuran. Bagi Penulis, cara menyikapi pergolakan aspirasi rakyat haruslah dilihat dari perspektif psikologis politik yang melekat pada masyarakat Aceh. Faktor tingginya penghormatan pada martabat dan harga diri merupakan karakteristik yang terbina oleh perjalanan sejarah masa lalu. Alangkah naifnya apabila banyak orang kerap pada kesimpulan bahwa sikap dan sifat sentimen orang Aceh memang telah lama timbul. Hemat penulis, justru banyak di antara kita telah ikut memberi andil akan hal itu. Kenapa, karena kegagalan memahami Aceh. Nyan ban.. Allahu ‘alam.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved