Opini
Haruskah Menitip Mimpi kepada Anak
BANYAK orang tua merasa patah hati saat mendapati perilaku anak tidak sesuai dengan harapannya. Sebab, mereka pasti mengharapkan anak-anaknya saleh da
Hayail Umroh SlPsi MSi, Dosen Psikologi Keluarga Unmuha dan Duta Kesehatan Mental Dandiah Aceh
BANYAK orang tua merasa patah hati saat mendapati perilaku anak tidak sesuai dengan harapannya. Sebab, mereka pasti mengharapkan anak-anaknya saleh dan salehah, baik budi, menurut dan berbakti serta sayang pada orang tua, selamat di dunia dan akhirat kelak. Oleh sebab itu banyak orang tua yang bekerja mencari nafkah mati-matian untuk membiayai pendidikan anak-anaknya demi harapan anaknya sukses di masa depan.
Diikutkannya juga berbagai les, didaftarkannya mengaji di lembaga pengajian terbaik, disekolahkan dan dipesantrenkan di pesantren terbaik agar mendapatkan hasil terbaik. Sebagai orang tua rasanya kita telah melakukan banyak hal demi kesuksesan, keberhasilan juga kebahagiaan mereka.
Namun terkadang balasan yang kita terima adalah perilaku membangkang dan manipulatif seperti izinnya keluar rumah untuk shalat Jumat namun ternyata mereka duduk kongkow di pojok gedung kosong sambil merokok. Izinnya berangkat sekolah namun ternyata bolos dan berkumpul dengan teman-temannya di warung kopi bermain game online dan lainnya. Bilangnya untuk membayar SPP sekolah namun uangnya dipakai untuk membeli rokok dan mentraktir teman-temannya. Sehingga tiba-tiba kita mendapat teguran dari sekolah sebab si anak tak pernah membayar SPP dan sebagainya.
Anak adalah ujian
Dalam Alquran dikatakan bahwa selain sebagai hiasan, anak juga ujian bagi orang tuanya. Ujian hadir bukan sebagai bentuk kebencian Allah terhadap manusia. Namun sebaliknya, ia adalah bentuk kasih sayang Allah terhadap manusia. Allah ingin manusia bergerak mencari jalan keluar dari masalahnya.
Ujian mengembangkan kemampuan berpikir, merasa dan ikhtiar manusia. Semua pengalaman pencarian solusi dari ujian tersebut meningkatkan pengetahuan serta pemahaman dan gerak manusia.
Makin bijak menyikapi masalah, makin kuat relasinya terhadap Pencipta dan terasah empati juga kepedulian terhadap kondisi sulit orang lain dan juga anak. Semua itu bermaksud untuk meningkatkan derajat manusia di sisi Allah swt. maka jangan sampai ujian yang Allah berikan berubah menjadi azab sebab kita marah dan mengutuk kehendak-Nya.
Namun, dalam mengatasi ujian yang Allah beri melalui perilaku anak, banyak orang tua yang kesulitan menghadapinya karena orang tua kurang terlatih melihat permasalahan dari sisi anak. Masih ada orang tua yang belum memahami bahwa anak juga memiliki kebutuhan, harapan dan hak yang sama seperti orang tuanya.
Sebagaimana kita yang tidak suka dan sedih jika dibentak, disalahkan, direndahkan, tidak dianggap dan dipuji kemampuannya, diatur sedemikian ketat, dibanding-bandingkan, diabaikan, tidak dimengerti, dimaafkan, dan diterima dengan sikap menyenangkan, seperti tidak dikutuk dan dimaki, maka anak juga tidak suka diperlakukan demikian.
Masih ada orang tua yang memaksakan kehendaknya dan tidak mengerti perasaan, kelemahan dan keterbatasan anak, tidak mampu melihat kebutuhan psikologis usianya serta mengerti bagaimana karakter dan sifatnya yang memiliki kebutuhan untuk berkembang.
Orang tua kerap menuntut anak sesuai dengan harapannya dengan dalih kasih sayang agar anak bisa menjadi “orang”, tanpa memikirkan potensi dan kebahagiaannya. Terkadang kita perlu merelakan dan melepaskan apa-apa yang kita anggap baik agar mereka bahagia. Apa yang kita lepaskan ternyata bisa mendatangkan lebih banyak manfaat bagi anak dan kita sebagai orang tua di kemudian hari.
Tidak menuntut melebihi kemampuannya, terlebih merenggut kebahagiaannya, menghilangkan seri wajahnya dan membuat jiwanya kacau antara berbakti namun menderita. Anak saleh dan berbakti tidak harus menderita. Demi orang tuanya mereka bertahan meski mengalami kejadian menyakitkan yang tidak diceritakannya karena takut mengecewakan harapan. Saat ini, dipahami adalah kebutuhannya, tentunya mereka akan sangat bahagia.
Menurut Diah, founder biro psikologi Dandiah, perilaku anak seperti berbohong, mencuri, menjadi pembully atau korban, dan lainnya, merupakan gambaran dari bagaimana relasi ayah dan ibunya, hangat dan saling suppor, atau abai dan toxic, yang mempengaruhi pengasuhan mereka terhadap anak
Sebagai subjek
Pengasuhan terbaik adalah yang menganggap dan melihat anak sebagai subyek yang memiliki hak sama dengan orang tua. Berhak bahagia, berpendapat dan berhak dimaafkan salahnya sama seperti orang tuanya. Mereka bukanlah objek yang harus diperlakukan semena. Ada komunikasi dua arah, berdialog, berdiskusi, menanyakan pendapat anak dan menghargainya serta menyepakati konsekuensi dari perilaku negatif atau kelirunya. Sehingga anak tahu kalau dia salah dan menerima hukumannya dengan lapang dada.
Sebagai orang tua, sah saja jika menitipkan mimpi kepada mereka, meminta anak mengikuti langkah jejak kita. Namun kita juga perlu adil dengan bisa melihat bakat serta minat yang mereka punya. Pada anak yang tidak terlalu bisa duduk tenang dan aktif secara fisik, jangan tuntut dia untuk duduk manis sepanjang pelajaran, terlebih memaksanya duduk tenang untuk menghafal misalnya.
Jangan mencap anak “Bodoh, lelet, lemah” dan sebagainya, sebab anak memiliki kecerdasannya masing-masing. Allah telah menitipkan sifat atau karakter khusus pada setiap orang sejak mereka diciptakan sebagai bekalnya menjalani kehidupan. Tidak semua anak kelak menjadi penghafal Quran atau menjadi dokter, meski itu baik, namun ada di antara mereka yang kelak menjadi pemerhati tanaman dan kebersihan.
Aktfitas menyenangkan baginya adalah membersihkan sampah, merapikan lingkungan kemudian menanam serta merawat pohon agar dunia menjadi lestari. Ada anak yang senang belajar dalam ruangan, namun ada juga anak yang senang beraktivitas di lapangan, bergerak, memenuhi kebutuhan fitrah jasmaninya. Potensi mereka berbeda, maka karakter dan minat mereka juga berbeda.
Kenalilah potensi hebat anak. Jika sesuai dengan harapan dan mimpi kita maka titipkanlah. Namun jika bakat dan minat mereka tidak memenuhi harapan atas cita-cita kita yang dulu tidak sempat kita capai, maka lepaskanlah. Jangan genggam mereka dalam mimpi indah kita. Setiap anak memiliki sinarnya masing-masing. Fokuslah pada sinarnya, jangan pada keterbatasannya, maka mereka akan hebat di bidangnya.
Ada empat ciri sinar anak, pertama ketika mereka merasa senang dan tenggelam dalam aktivitasnya. Kedua, saat mereka terlihat mudah menguasai aktivitasnya. Ketiga, ketika mereka terlihat memukau dengan aktivitasnya. Terakhir ketika mereka menyatakan bahagia dan puas bisa melakukan aktfitas kesukaannya bahkan menghasilkan uang dari hasil karyanya.
Masih banyak anak yang terkungkung kreativitas serta potensi hebatnya atas nama ranking, sehingga makin rendah nilai rapornya maka dianggap anak terbodohlah dia. Hal ini dapat menjatuhkan martabat dan kepercayaan dirinya. Malu terhadap teman dan guru. Label itu secara tidak langsung menempel di kepalanya. Terlebih jika orang tua marah dan menyakiti hatinya dengan kata-kata bodoh dan sebagainya.
Ditambah dengan ungkitan biaya sekolah dan perjuangan orang tua, anak tidak mengerti harus apa dan bagaimana. Di sekolah dia dituntut menguasai pelajaran sementara banyak pelajaran yang bukanlah minatnya. Mereka terus berusaha meski itu sulit dan tidak menyenangkan. Pun ada anak yang terlihat cerdas dan cakap mata pelajaran namun jiwanya tertekan, dia tidak merasa bahagia meski menguasai semuanya.
Akhirnya, menjadi tugas orang tua untuk kembali berkenalan dengan buah hatinya. Mendekat, menghabiskan waktu bersama guna saling mengenal, memahami dan menghormati satu sama lain. Mencari tahu apa potensi terhebat juga aktfitas kesukaannya, sekolah yang bagaimana yang diminatinya, apa yang membuatnya berdaya dengan inisiatifnya. Jeli melihat bahagia dan binar matanya saat berkegiatan dan berkarya kemudian memotivasinya dan tidak memaksakan kehendak. Membiasakan musyawarah atau berunding serta bertanya pendapat dan persetujuannya agar tidak salah menitipkan mimpi dan berbahagia bersama.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.