Opini

Peta Sejarah Pembaruan Islam Indonesia

Tokoh pelakunya disebut mujaddid. Artinya memperbaharui, atau mengembalikan Islam pada ajaran yang murni.

Editor: mufti
IST
Nab Bahany Ahmad, Budayawan, tinggal di Banda Aceh 

Nab Bahany Ahmad, Budayawan, tinggal di Banda Aceh

KADANG orang menanyakan, mengapa harus ada gerakan pembaruan pemikiran dalam Islam. Bukankah Islam agama yang sudah cukup sempurna dan agama yang diridhai Allah (QS Al-Ma’idah; 3) untuk apa lagi diperbarui? Bukan Islamnya yang diperbarui, melainkan cara berpikir umat yang harus diadakan pembaruannya.

Itu sebabnya, dalam gerakan pembaruan pemikiran Islam ada yang menggunakan istilah reformasi pemikiran Islam. Tokoh pelaku gerakan reformasi Islam ini disebut para reformis. Ada juga yang mengistilahkan gerakan pembaruan pemikiran Islam ini dengan tajdid. Tokoh pelakunya disebut mujaddid. Artinya memperbaharui, atau mengembalikan Islam pada ajaran yang murni.

Namun, yang lebih revolusioner lagi,  gerakan pembaruan pemikiran Islam ini disebut Pan Islamisme, yaitu suatu gerakan pembaruan Islam yang di dalamnya mengusung cita-cita penyatuan kembali umat Islam dalam suatu kekhalifahan secara mendunia.

Kenapa muncul gagasan pembaruan pemikiran dalam Islam? Disadari, sejak kejatuhan kejayaan peradaban Islam yang menguasai dunia, baik disebabkan oleh perang salib, maupun oleh perebutan kekuasaan yang menimbulkan kerajaan-kerajaan kecil di kalangan umat Islam sendiri. Sejak itu kejayaan peradaban umat Islam pun mengalami kemunduran.

Kondisi itu diperparah lagi seiring munculnya abad pencerahan yang disebut zaman renaisans abad 13 M. Yaitu abad kebangkitan dunia Barat, yang mengambil alih hampir seluruh ilmu pengetahuan yang dikembangkan umat Islam selama 12 abad di masa-masa kejayaannya.

Untuk mengatasi kemunduran umat Islam inilah, yang memicu munculnya mujadid-mujadid seperti Ibnu Tamiyyah (1263-1328 M) di Damaskus (Suriah sekarang) menjelang akhir abad ke-13, Muhammad Abdul Wahab (1703-1792 M) di Jazirah Arab abad ke-17, Syah Waliyullah (1703-1762 M) di India periode yang sama. Mereka adalah tokoh pergerakan pembaruan pemikiran Islam periode awal, yang inti gerakannya selain hendak mengembalikan umat Islam pada ajaran yang murni. Juga ingin mendobrak kembali pintu ijtihad umat Islam yang seolah-olah sudah tertutup ketika itu.

Apa yang telah dirintis Ibnu Taimyyah, Muhammad Abdul Wahab, kemudian diteruskan oleh mujadid-mujadid Islam abad modern. Sehingga, dalam abad ke-18 sampai 19 dunia Islam kembali mencatat sejarahnya dengan bangkit tokoh-tokoh pembaruan Islam revolusioner. Dalam periode ini muncul apa yang disebut gerakan Pan Islamisme yang paling ditakuti dunia Barat.

Dalam periode ini mucul tokoh-tokoh reformis Islam revolusioner. Sepeti Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897) yang dijuluki si Rajawali dunia Islam, dan Syekh Muhammad Abduh (1848-1905) di Mesir. Dua tokoh penggerak pembaharuan Islam abad modern ini, menghendaki penyatuan kembali umat Islam untuk berjuang menghapuskan penjajahan Barat atas dunia Islam. Walau kedua tokoh ini memiliki tujuan yang sama dalam gerakan pembaruan pemikiran Islam, namun dalam geraknya mereka memilih haluan berbeda.

Al-Afgani dalam gerakannya lebih menempuh jalur politik, ia tampil dengan gaya dan strategi revolusioner. Muhammad Abduh yang sebelumnya berjuang di jalur politik dengan Al-Afgani, kemudian Abduh mengubah haluan dari politik menempuh jalur sosial.

Karena menurut Abduh, untuk memajukan kembali umat Islam, yang harus dilakukan lebih dulu pembinaan mental umat dan memperbaiki kondisi sosial ekonomi mereka. Di samping meningkatkan kecerdasan dan keinsafannya terhadap kewajiban agama berdasarkan Alquran dan Hadist.

Pan Islamisme

Gagasan penyatuan kembali umat Islam dalam suatu kekhalifahan yang digerakkan Jamaluddin Al-Afgani dan Muhammad Abduh pada Abad ke-18, tak hanya mendapat sambutan umat Islam di Timur Tengah, melainkan didukung luas seluruh dunia Islam, termasuk  Indonesia, terutama dari kalangan keturunan Arab golongan Said yang ada di Batavia (sekarang Jakarta). Golongan keturunan Arab inilah yang pertama sekali menampung gagasan pembaruan pemikiran Islam di Indonesia.

Ada dua saluran strategis yang mempercepat masuknya gerakan pembaruan Islam ke Indonesia. Pertama, melalui jalur naik haji umat Islam Indonesia ke Mekkah. Terlebih setelah dibukanya terusan Suez (1869) yang makin mempermudah hubungan Arab dengan Timur Jauh dan Nusantara (Indonesia). Sejak itu, jumlah umat Islam Indonesia naik haji ke Mekkah makin bertambah banyak.

Sebaliknya, imigran Arab yang berdatangan ke Indonesia semakin meningkat. Mereka umumnya berangkat dari Hadramaud baik sebagai pedagang maupun pendakwah. Sudah tentu selain mereka di Indonesia,  juga mendakwahkan ide-ide Pan Islamisme, terutama di kalangan keturunan mereka (Arab) yang sudah lebih dulu ada di Indonesia.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved