Kupi Beungoh
Fasisme Berbalut Paham Hakikat
Faktanya, fasisme menikmati kebangkitan khusus pada tahun 1990an. Pada awal tahun 1933, Organisasi Indo-Fasis Belanda (NIFO) dibentuk di Batavia.
Dalam fasisme, yang penting bukan lagi perdebatan bebas tentang Tuhan, doa atau ibadah, tapi hanya mendengarkan ceramah-ceramah sang murabbi sambil menelan ajarannya secara utuh tanpa berpikir kritis.
Hal inilah yang terjadi di Indonesia, ketika benih-benih fasisme seperti kemiskinan parah, tingginya frustrasi terhadap demokrasi, tingginya eksklusivisme agama dan fanatisme agama sangat nyata di depan mata kita.
Jadi, fasisme sebenarnya ada di hadapan kita, dan itu adalah fasisme yang menyamar sebagai agama, yang selalu memberikan ancaman yang sangat nyata dan selalu ingin menghancurkan musuh-musuh “agama”-nya meski hanya khayalan belaka.
Menganggap kelompoknya yang paling benar, sementara kelompok diluar mereka dianggap selalu berada dalam kebatilan.
Di Sumatera Bagian Utara termasuk di Provinsi Aceh kasus-kasus yang demikian banyak sekali terjadi. Sebagai salah satu contoh misalnya; Kelompok yang mengatasnamakan "Tauhid-Tasawuf" yang menggemborkan ajaran Hakikat "versi mereka".
Yang harusnya kajian-kajian seperti itu lebih cocok di ranah privat, tapi malah digaungkan ke ruang publik sehingga banyak terjadi kegaduhan dan kebingungan ditengah masyarakat muslim.
Mereka yang mengatasnamakan Ajaran Tasawuf tapi nyatanya menciderai ajaran tasawuf, karena Tasawuf merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara membersihkan jiwa (Tazkiyatun Nafs) dari berbagai macam penyakit hati, dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji melalui metode mujahadah dan riyadhah.
Sehingga, merasakan kedekatan dengan Allah (Taqarrub Ila Allah) dalam dirinya. Maka dengan itu seorang hamba atau sufi akan menjadi sosok pribadi yang berbudi luhur dan memiliki akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
Bukan malah membanggakan kelompok sendiri, merasa paling berakhlak kamil, paling bertasawuf, paling ma'rifat, paling paham hakikat.
Sangat sering kita melihat tulisan mereka yang menuding kelompok diluar mereka sebagai manusia cinta dunia, fasik, bodoh, tidak paham hakikat, dan lain sebagainya.
Tentu saja ini mengkhianati inti dari ajaran tasawuf itu sendiri. Tasawuf itu kaji diri, bukan mengkaji atau menuduh orang lain.
Jika dilihat secara kritis, kelompok-kelompok tersebut memiliki persamaan yang signifikan dengan Ideologi fasis, yang mana mereka menganggap dunia selalu dibayangkan dalam kondisi perang.
Dunia dianggap penuh dengan musuh-musuh yang diciptakan oleh pikiran atau kelompoknya sendiri.
Bagi mereka yang berpikir fasis sosok musuh tidak selalu berbentuk nyata, dengan menciptakan "musuh imajiner" sudah cukup bagi mereka.
Hemat saya, kita tidak perlu mendudukkan persoalan secara jelas agar kita tidak merendahkan orang-orang yang masih mengamalkan syari'at.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.