Konflik Palestina vs Israel
Pasukan Paramiliter Iran Divisi Imam Hossein Dilaporkan Tiba di Lebanon, Siap Gempur Israel
Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel mengatakan paramiliter Divisi Imam Hossein, biasa beraktivitas di Suriah telah datang untuk membantu Hizbullah
SERAMBINEWS.COM - Pejabat militer Israel mengatakan unit khusus pasukan paramiliter Iran telah tiba di Lebanon.
Pasukan paramiliter itu disebut bakal berpartisipasi dalam serangan ke Israel di tengah serangan yang dilakukan negara Zionis itu ke Gaza yang tengah bereskalasi.
Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF mengatakan paramiliter Divisi Imam Hossein, yang biasa beraktivitas di Suriah telah datang untuk membantu Hizbullah.
Ia pun mengungkapkan bahwa mereka sudah tiba di Lebanon Selatan.
“Mereka telah terlibat dalam konfrontasi dengan IDF di perbatasan Lebanon pada beberapa pekan terakhir, dan ambil bagian dalam aktivitas penyerangan ke wilayah Israel,” ujar juru bicara Israel dikutip dari Newsweek.
“Pada pandangan kami, Hizbullah dan milisi Imam Hossein menyeret Lebanon untuk membayar akibat Hamas-ISIS,” ujarnya.
Ia juga mengatakan IDF sangat siap untuk merespons dengan tegas siapa pun yang mencoba merusak situasi keamanan di utara.
Dalam laporan intelijen yang dibagikan kepada Newsweek, Divisi Imam Hossein merupakan produk dari Pasukan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC Quds).
Mereka disebut sebagai kekuatan tempur paling elite di Suriah.
Pasukan itu didirikan pada 2016 untuk mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad melawan pemberontak dan jihadis, termasuk ISIS di tengah perang saudara di Suriah.
Setelah kekalahan ISIS, Divisi Imam Hossein berada di balik beberapa serangan rudal terhadap Israel dari wilaya Suriah dan serangan roket terhadap pasukan AS di sana.
Kelompok ini dilaporkan dipersenjatai dengan amunisi berpemandu presisi serta drone bersenjata dan pengintai.
Pasukan ini terdiri dari departemen tempur, pasukan khusus dan logistik, dengan kekuatan tempur yang terdiri dari ribuan pejuang.
Sebagian besar di antara mereka adalah warga Suriah, tetapi juga berasal dari Afghanistan, Lebanon, Pakistan, Sudan, Yaman dan tempat lain. Kelompok ini bahkan disebut sebagai Hizbullah 2.0.
Baca juga: Pilu! Jenazah Bocah 7 Tahun Dekap Ibunda di Reruntuhan Gaza, Sudah Lebih 3.600 Anak Palestina Syahid
Ultimatum AS Agar Israel Gencatan Senjata di Gaza, Jika Tidak Hizbullah Akan Mobilisasi Pasukan
Pemimpin Hizbollah di Lebanon, Sheikh Hassan Nasrallah, memberikan ultimatum kepada AS melalui perantara untuk mengakhiri operasi militer Israel di Gaza pada tanggal 3 November, demikian laporan surat kabar Kuwait Al-Jarida, yang mengutip sumber diplomatik Iran seperti laporan TASS, Kamis, (2/11/2023).
Menurut laporan tersebut, jika AS gagal memenuhi tuntutan tersebut, Sheikh Nasrullah akan umumkan "mobilisasi umum unit Syiah untuk perang melawan Israel dan meluncurkan operasi militer melawan Israel dari semua arah."
Al-Jarida mencatat pemimpin Hezbollah menyetujui ultimatum ini dengan Brigadir Jenderal Esmail Qaani, kepala Pasukan Quds Garda Revolusi Iran, yang tiba di ibu kota Lebanon, Beirut, hari Selasa, (31/10/2023).
Menurut laporan tersebut, Jenderal Qaani sebelumnya dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran menyatakan sekutu regional Tehran mungkin akan kehilangan dukungan populer jika mereka gagal "bergabung dalam perjuangan untuk mendukung rakyat Palestina."
Pasukan darat Israel terus melaju menuju Kota Gaza sementara upaya diplomatik semakin intens untuk setidaknya menghentikan perang di Gaza.
Presiden AS Joe Biden mengusulkan "jeda" kemanusiaan dan diharapkan Menteri Luar Negeri Antony Blinken akan kembali ke wilayah tersebut pada hari Jumat.
Negara-negara Arab, termasuk yang bersekutu dengan AS dan damai dengan Israel, telah menyatakan kekhawatiran yang meningkat terhadap perang tersebut.
Pembukaan perlintasan perbatasan Rafah, yang memungkinkan ratusan pemegang paspor asing dan warga Palestina terluka meninggalkan Gaza, menyusul berbulan-bulan pembicaraan antara Mesir, Israel, AS, dan Qatar, yang menjadi mediator dengan Hamas.
Kementerian Kesehatan palestina di Gaza mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan israel sejak 7 Oktober lalu yang tercatat mencapai 9.061 per Kamis (2/11/2023), termasuk 3.760 anak-anak.
Seorang pejabat kementerian menyebut 256 warga sipil terbunuh serangan Israel dalam kurun 24 jam terakhir.
Ribuan orang pun masih dinyatakan hilang, diduga terkubur reruntuhan di Jalur Gaza, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967 dan diblokade sejak 2007.
Rumah Sakit Al-Shifa menerima laporan sekitar 2.600 orang hilang, termasuk 1.150 anak-anak yang diduga hilang atau terkubur reruntuhan.
Baca juga: Lagi, Empat Tentara Penjajah Israel Terbunuh dalam Pertempuran dengan Pejuang Hamas di jalur Gaza
Israel Sebut Pengepungan Gaza Telah Lengkap: Gencatan Senjata Tak akan Terjadi
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyebut pengepungan terhadap Gaza, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967, telah lengkap.
Hal tersebut diungkapkan juru bicara IDF, Laksamana Muda Daniel Hagari. Ia menegaskan, gencatan senjata tak akan terjadi saat ini.
“Tentara kami telah melengkapkan pengepungan Gaza, pusat dari aktivitas Hamas,” ujar Hagari, Kamis (2/11/2023, dikutip dari The Times of Israel.
Ia mengeklaim pemimpin Hamas, Ismael Haniyah, yang tinggal di Qatar, tengah melakukan kunjungan ke Iran dengan jet pribadinya.
“Mereka mencoba mengalihkan perhatian kami dari fokus pada Gaza, kami fokus pada Hamas,” ujarnya.
Gambar satelit dan laporan di media sosial memperlihatkan militer Israel memasuki Gaza dari tiga arah.
Tank berkumpul di dekat pantai di utara Gaza, dengan bala bantuan menyeberang dari Israel ke jalur tersebut dari timur laut. Sementara kendaraan lapis baja menuju ke laut di selatan kota tersebut.
Israel meneruskan operasi dari udara dan darat terhadap Gaza yang dihuni jutaan warga sipil, meski Amerika Serikat (AS) dan sekutunya meminta penundaan kekerasan pada Rabu (4/11/2023), untuk membebaskan sandera yang ditahan Hamas.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken diperkirakan bakal menyampaikan pesan itu kepada pemimpin Israel, Jumat (3/11/2023), pada putaran pertama kunjungan diplomatiknya ke Timur Tengah.
Israel menyerbu Gaza dengan 10.000 amunisi sejak penyerangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu.
Dilansir Al Jazeera, Israel sebelumnya telah menyerang kamp pengungsi Jabalia pada 9, 12, 19, dan 22 Oktober dan menewaskan serta melukai ratusan orang.
Militer Israel berdalih serangan tersebut menargetkan pemimpin Hamas.
Baca juga: Keluarga Keberatan Gadis Woyla Disebut Meninggal Kecelakaan, Polisi Akui Sudah Selidiki Sesuai SOP
Baca juga: Dian Sastrowardoyo Main Serial Gadis Kretek, Kurangi Sosialisasi hingga Hanya Dengar Gamelan
Baca juga: Harga Emas di Calang Aceh Jaya Turun, Berikut Harga Hari Ini
Selain itu, sebanyak 16 rumah sakit dan 32 fasilitas medis berhenti beroperasi di Jalur Gaza yang dihuni sekitar 2,3 juta jiwa. Sebanyak 135 tenaga medis terbunuh dan 25 ambulans hancur sejauh ini.
Lebih dari 1.400 orang di Israel tewas, sebagian besar dari mereka dalam serangan Hamas pada 7 Oktober yang memicu pertempuran, dan sekitar 240 sandera dibawa dari Israel ke Gaza oleh kelompok militan.
Kompastv: Pasukan Paramiliter Iran Dilaporkan Tiba di Lebanon, Dikerahkan untuk Serang Israel
Trump Sesumbar Akhiri Perang Gaza dalam Dua Pekan di Tengah Serangan Israel yang Terus Meningkat |
![]() |
---|
Kehancuran Rumah Sakit Nasser Gaza usai Serangan Ganda Israel, 22 Orang Tewas Termasuk 5 Jurnalis |
![]() |
---|
Trump Siapkan Rencana Gaza Pasca-perang, Warga Palestina Khawatir Jadi Korban Relokasi Paksa |
![]() |
---|
Enam Orang Tewas dan Puluhan Terluka Akibat Serangan Israel ke Ibu Kota Yaman, Houthi Janji Balas |
![]() |
---|
Israel Serang Ibu Kota Yaman dengan Bom Cluster, Menargetkan Infrastruktur Sipil |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.