MKMK Putuskan Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK karena Pelanggaran Berat, Harusnya Dipecat

Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie dalam amar putusan menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Editor: Faisal Zamzami
KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan hakim konstitusi Anwar Usman terbukti melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat minimal usia capres-cawapres.

Ketua MKMK Jimly Ashhiddiqie dalam amar putusan menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.

Buntut pelanggaran ini, adik ipar Presiden Joko Widodo tersebut tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tutur Jimly.

Baca juga: Buntut Putusan Batas Usia Capres-Cawapres, Pelapor Desak MKMK Pecat Ketua MK Anwar Usman

 

"Dissenting Opinion", Anggota MKMK Anggap Anwar Usman Harusnya Dipecat

 

 Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) perwakilan akademisi, Bintan Saragih, menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.

Bintan menyampaikan, Anwar seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.

"Karena hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," jelas Bintan pada sidang pembacaan putusan, Selasa (7/11/2023).

Baca juga: Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK karena Pelanggaran Berat

Bintan yang sebelumnya mengetuai Dewan Etik MK 2017-2020 menyinggung rekam jejak dan cara berpikirnya sebagai akademisi, yang selalu menilai suatu masalah, peristiwa, keadaan, dan gejala yang ada secara apa adanya.

"Saya berpikir dan berpendapat selalu konsisten sebagai seorang ilmuan atau akademisi," uajr dia.

"Itulah sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi a quo, saya memberi putusan sesuai aturan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran Kode Etik yang terjadi dan terbukti, yaitu sanksi bagi Hakim Terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi," kata Bintan.

Baca juga: Keputusannya Soal Usia Capres-Cawapres Jadi Polemik, Anwar Usman Enggan Mundur: Jabatan Milik Allah

MKMK: Anwar Usman Harusnya Sadar Tak Ikut Adili Perkara yang Konflik Kepentingan

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membacakan putusan atas dugaan pelanggaran etik Ketua MK Anwar Usman, Selasa (7/11/2023).

Dalam putusan itu, anggota MKMK Wahiduddin Adams menegaskan bahwa hakim konstitusi sebagai negarawan seharusnya memiliki kesadaran etik dari nurani masing-masing untuk berinisiatif mundur dari perkara yang dirinya berpotensi tidak objektif karena konflik kepentingan.

"Termasuk untuk mencegah anggapan umum tentang keberpihakan hakim yang semestinya sudah dapat diperkirakan sebelumnya," kata Wahiduddin membacakan putusan.

"Sikap demikian semestinya diambil tanpa harus selalu didahului adanya permintaan dari pihak-pihak lain di luar dirinya, termasuk pihak-pihak yang beperkara, atau publik pada umumnya," tambahnya.

MKMK juga menegaskan, tidak seharusnya seorang hakim berdalih bahwa MK norma abstrak dan/atau dengan dalih pihak-pihak yang beperkara bukan merupakan anggota keluarganya.

Sebelumnya, dalih itu disampaikan Anwar Usman di hadapan wartawan dalam jumpa pers pada 23 Oktober 2023.

"Dengan kata lain, sepanjang perkara tersebut secara jelas menyiratkan potensi kepentingan diri hakim konstitusi dan/atau kepentingan anggota keluarganya, sudah seharusnya hakim konstitusi mengundurkan diri dari proses pemeriksaan dan pengambilan keputusan suatu perkara konstitusi," jelas Wahiduddin.

 

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).


Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Padahal, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000, mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.

Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun.

Total, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

MKMK membacakan putusan ini sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Tiba di Aceh, Sengaja Mangkir dari Pemeriksaan Polda Metro Jaya?

Baca juga: VIDEO - Israel Sewa Tentara Spanyol Selama Perang di Gaza, Seharga Rp 65 Juta Perminggu

Baca juga: VIDEO Ukraina Dilupakan, AS Alihkan Puluhan Ribu Amunisi ke Israel, Seharusnya Dikirim ke Kiev

Sudah tayang di Kompas.com: Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK karena Pelanggaran Berat

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved