Kupi Beungoh
Pengungsi Rohingya, Tolak atau Terima?
etnis Rohingya memilih keluar dari Myanmar karena ada konflik kekerasan yang memicu munculnya perlawanan sipil termasuk perlawanan dari etnis Rohingya
Namun, karena Indonesia masih sebagai negara non pihak terhadap Konvensi 1951 dan Protokol 1967, maka prosedur penentuan status pengungsi (RSD) masih dilakukan oleh UNHCR atas nama Pemerintah Indonesia.
Menjadi problem karena proses penentuan status pengungsi tidak jelas sehingga cenderung memakan waktu yang lama. Begitu juga kuota negara penampung pengungsi juga tidak jelas dan menurun.
Beberapa negara donor untuk membantu pengungsi seperti Australia menghentikan bantuannya, serta belum adanya aturan rinci penggunaan APBN meski sudah ada Perpres 125/2016.
Dengan keadaan itu, jumlah pengungsi otomatis terus bertambah seiring meningkatkan konflik kekerasan diberbagai negara yang memicu terjadinya pengungsian.
Per Maret 2023, jumlah pengungsi luar negeri di Indonesia yang dicatat oleh UNHCR adalah 12.704 ribu. 73 persen adalah orang dewasa dan 27 persen adalah anak-anak.
Mengacu pada data Juni 2021, pengungsi di Indonesia tidak hanya dari Myanmar, tapi juga dari Somalia dan Afganistan serta lainnya.
Sebagai negara yang secara konstitusi menghormati HAM, maka Indonesia juga terikat dengan prinsip non refoulment, yaitu prinsip setiap negara tidak dibenarkan untuk mengusir pengungsi yang membutuhkan bantuan.
Prinsip non refoulement ini yang merupakan bagian dari hukum internasional wajib ditaati setiap negara di dunia tanpa terkecuali, baik yang meratifikasi Konvensi 1951 terkait pengungsi maupun tidak.
Jika ingin menuntaskan pengungsi Rohingya yang kini sudah memicu benturan di dalam negeri antar warga negara, maka mau tidak mau negara-negara yang tergabung dalam Komunitas ASEAN mereformasi dirinya.
Baca juga: 7 Hal Tentang Pengungsi Rohingya, Asal dan Penyebab Semakin Banyak yang Menuju ke Indonesia
Kekakuan yang disebabkan norma non-intervensi harus segera diatasi sehingga dapat mengatasi kekerasan yang meningkat di Myanmar.
Bagaimanapun, negara yang rezimnya membenarkan tindakan kekerasan terhadap rakyatnya pasti akan membawa pengaruh kepada negara-negara lain akibat gelombang pengungsian.
Rakyat Aceh yang condong melihat dirinya sebagai warga dunia yang sudah memicu reformasi di beberapa negara ASEAN terhadap pengungsi dari Myanmar tidak seharusnya mengubah daya juangnya untuk terus memperbaiki keadaan di dunia.
Jika suara-suara penolakan terhadap pengungsi Rohingya, maka negara-negara di ASEAN akan cenderung bersikap praktis terhadap apa yang terjadi di Myanmar.
Dan, jika Myanmar sukses dengan proyek politik militerismenya terhadap rakyat, maka sangat mungkin kebangkitan kepemimpinan militeristik akan terjadi pula di negara-negara lainnya di Asia Tenggara.
Baca juga: Beredar Kabar Rohingya Bergerak ke Aceh, Warga Aceh Timur Kompak Jaga Pesisir Pantai
Jika itu berlaku di negeri kita sudah pasti juga akan menimbulkan gelombang pengungsi dan pencarian suaka politik sebagaimana pernah terjadi di masa orde baru.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.