Salam
Rohingya, Perlu Ditangani Komprehensif
Aburazak juga meminta Pemerintah Pusat menggandeng sejumlah negara-negara te-tangga, tentu termasuk Myanmar sebagai negara asal Rohingya, dan mencari
PARTAI Aceh, partai lokal yang didirikan oleh para mantan kombat-an GAM, akhirnya mengeluarkan statement resmi terkait kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh. “Penanganan Rohingya jangan Bebani Rakyat Aceh,” demikian bunyi rilis yang dikeluarkan oleh Sekjen Partai Aceh, Kamaruddin Abubakar alias Aburazak, Kamis (14/12/2023).
Siaran pers itu dikeluarkan Partai Aceh menyusul semakin banyak-nya kapal pengungsi Rohingya yang masuk ke Aceh. Terakhir, kema-rin, sebuah kapal yang membawa 50 pengungsi Rohingya mendarat di TPI Idi Cut, Aceh Timur. Seperti sebelumnya, kedatangan para imi-gran Rohingya ini pun kembali mendapat penolakan warga.
Dalam kaitan ini pula Partai Aceh meminta Pemerintah Pusat bertindak komprehensif terhadap pengungsi etnis Rohingya dari Negara Bagian Rakhine, Myanmar. “Jangan tambah beban ma-syarakat Aceh. Rakyat Aceh sendiri butuh kepedulian sebagai akibat dari tata kelola Pemerintah Aceh yang lemah, dan dana Otsus yang menyusut,” kata Aburazak.
Aburazak mempertanyakan mengapa kapal-kapal pengungsi Ro-hingya tersebut seperti diarahkan ke Aceh dan masuk begitu mudah-nya. “Mengapa pertahanan laut begitu lemah, sehingga kapal-kapal kayu seperti itu dengan mudahnya menembus batas negara Indone-sia, seolah-olah kita tidak memiliki kedaulatan di laut,” kata Aburazak.
Karena itulah, Aburazak meminta perhatian Pemerintah Pusat untuk mengambil tindakan yang komprehensif.
Aburazak juga meminta Pemerintah Pusat menggandeng sejumlah negara-negara te-tangga, tentu termasuk Myanmar sebagai negara asal Rohingya, dan mencari solusinya. Selain itu meminta UNHCR untuk ikut terli-bat aktif dan bertanggungjawab dalam persoalan ini.
Persoalan pengungsi Rohingnya, kata Aburazak, harus dilihat secara lebih luas dan lebih jernih. Menurut hasil kajian tim riset dari Partai Aceh, kasus Rohingnya ini adalah persoalan yang su-dah sangat lama di Myanmar.
Persoalan sudah muncul sejak Myanmar (ketika masih Bernama Burma) terpisah dari British-India pada tahun 1937. Etnis Rohingya di-anggap sebagai warga negara sementara, hingga sekarang ini masih tidak diakui status kewarganegaraannya.
Ketidakjelasan status kewarganegaraan ini memunculkan bebe-rapa faktor yang menyudutkan etnis Rohingya. Sehingga ratusan ribu Rohingya meninggalkan tempat asalnya di Myanmar, menye-lamatkan diri dan mengungsi ke wilayah lain, termasuk ke Aceh. “Namun ini mau sampai kapan. Harus dipikirkan jalan keluarnya, jangan sampai justru mengorbankan rakyat Aceh juga,” katanya.
Bahwa ada persoalan kemanusiaan, kata Aburazak, semua pihak ikut prihatin. “Namun mengurus rakyat Aceh itu adalah yang utama dan yang paling penting. Jangan rakyat Aceh dima-sukkan dalam pusaran persoalan yang tak berkesudahan itu.”
Dalam rilis itu, Aburazak tidak mengomentari penolakan war-ga Aceh terhadap kehadiran pengungsi Rohingya. Tapi ia me-nyorot lemahnya penjagaan laut, serta juga menggugah kepedu-lian masyarakat internasional terhadap pengungsi Rohingya.
Terkait penjagaan laut, sebenarnya bukan hal berat bagi Angkat-an Laut Indonesia untuk menghalau kapal-kapal pengungsi Rohing-ya. Tapi penting diketahui bahwa, sebagai sebuah negara, Indone-sia tidak boleh menghalau para pengungsi dan pencari suaka.
Kendati belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, namun peme-rintah Indonesia terikat dengan prinsip nonrefoulement pada Konvensi 1951. Prinsip tersebut tidak mengirim balik pengungsi ke negara semu-la apabila hal tersebut membahayakan keselamatan mereka. Ini sudah menjadi hukum kebiasaan internasional (international customary law).
Penting juga diketahui bahwa sejak lama hukum Islam sudah mengatur mengenai perlindungan hak asasi manusia, yang mempe-ngaruhi pengaturan hukum pengungsi internasional. Syariat Islam ha-dir untuk melakukan prinsip-prinsip kemanusiaan seperti persaudara-an, persamaan hak, dan toleransi pemberian bantuan.
Jaminan keamanan dan perlindungan kepada orang yang membutuhkan, hingga kepada musuh sekalipun, merupakan ajaran mulia syariat Islam, yang hadir mendahului kelahiran se-jumlah instrumen hukum internasional modern tentang hak asa-si manusia dan pengungsi. Semua itu dalam rangka melindungi keselamatan jiwa orang yang bersangkutan dan menghindar-kannya dari penganiayaan atau pembunuhan.
Maka, kita tentu sepakat dengan permintaan agar Pemerintah In-donesia, bersama negara-negara ASEAN dan seluruh negara Islam di dunia, perlu lebih keras lagi menyuarakan dan mendorong Pemerin-tah Myanmar agar merepatriasi dan mengakui keberadaan etnis Ro-hingya di negara itu. Sehingga persoalan Rohingya bisa tertangani se-cara komprehensif. Dengan demikian, orang-orang Rohingya tidak lagi menjadi etnis paling teraniaya di atas muka bumi.
POJOK
Hamas sergap 15 tentara elite Israel
Apa juga elite
Teungku Malik Mahmud kembali dikukuhkan sebagai Wali Nanggroe
Ini baru elite
Pemerintah jamin miliaran data aman dari serangan hacker
Mudah-mudahan hackernya bukan hacker elite
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.