Kupi Beungoh

Pak Kun, Integritas, dan Keberuntungan Aceh – Bagian II

Di tengah kompleksitas kordinasi berbagai pemangku kepentingan, dan status darurat milter tak membuat Kuntoro gentar.

Editor: Zaenal
KOMPAS/Lucky Pransiska
Kuntoro Mangkusubroto 

Debut pertama Kuntoro ditandai dengan 45 hari pertama keberadaan BRR, ia dan timnya telah berhasil menangani penyelesaian rencana proyek yang berjumlah sekitar 1.5 miliar dollar.

Padahal kegiatan itu telah mandek selama berbulan semenjak tsunami terjadi.

Selanjutnya, 182 proyek yang diajukan oleh bebagai LSM internasional dan negara donor berhasil diperiksa dan disetujui oleh BRR dengan nilai lebih dari setengah miliar dolar.

Kejadian ini tidak hanya menunjukkan ia mampu menyelesaikan masalah dengan cepat, namun juga memberi optimisme bagi berbagai pemangku kepentingan, terutama LSM internasional, lembaga multilateral, negara donor, dan bahkan PBB sekalipun.

Kemampuan BRR untuk menangani rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias di bawah kepemimpinan Kuntoro sangat menjanjikan.

Ia segera bergerak meminta pemerintah pusat merevisi anggaran tahun 2005.

Jumah yang diminta juga bukan sedikit, mencapai 863 juta dollar yang terdiri atas hibah, utang, dan penundaan pembayaran utang. 

Hal itu sangat mustahil bisa terjadi, tanpa bukti kapasitas dan kepiawaiannya dalam melobi Kementrian Keuangan dan berbagai Kementrian terkait dan DPR RI.

Kuntoro dan BRR yang dipimpinnya segera menunjukkan “taringnya” sebagai “lembaga super” ketika menyederhanakan jalur birokrasi dari kementerian dan lembaga terkait.

Hal yang menjadi fokusnya terutama yang menyangkut lalu lintas barang dan orang yang terkait dengan proses rehab-rekon Aceh.

Ada 1300 kontainer barang-barang bantuan yang sudah tertahan selama beberapa bulan di Pelabuhan Belawan, karena aturan birokrasi yang sangat rumit.

Hal itu segera ditangani melalui kontak dengan Dirjen Bea Cukai dan Kementrian Keuangan.

Ia juga menelepon Kapolri meminta pengurusan izin pekerja asing untuk program rehab-rekon disederhanakan, dari yang sedang dikerjakan oleh Polda Aceh, yang hanya mengikuti aturan yang berlaku.

Pemandangan barisan antrian panjang pria wanita  dari berbagai warna kulit dan wajah yang mengurus izin kerja dengan bayaran 50 ribu rupiah mendadak hilang setelah itu.

Hal lain yang juga tidak kalah rumitnya urusan visa pekerja asing.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved