Kupi Beungoh

Boh Gantang dan Daya Lumpoe Awak Eropa

Di Aceh, kentang khususnya dibudidayakan di kawasan dataran tinggi, yakni Aceh Tengah dan Bener Meriah.

Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/Handover
Teuku Murdani adalah adalah kadidat doktor dalam bidang Pengembangan Masyarakat Terpencil di University of Canberra, Australia dan Dosen pada jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

Pembangunan merupakan konsep untuk membuat hidup semua orang lebih baik. Konsep pembangunan tidak bisa dipisahkan dari daya lumpoe, daya juang dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat.

Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Eropa rata-rata memiliki lumpoe dan daya juang yang sangat gigih sehingga mereka memiliki peradaban yang sangat modern dan dianggap sebagai model bagi negara-negara miskin dan berkembang, termasuk Indonesia.

Sementara kita sampai saat ini belum mampu menumbuhkan High Class lumpoe dan daya juang yang mumpuni, sehingga kita hanya menjadi konsumen dari kehebatan masyarakat Eropa.

Kentang dengan produk kentang goreng dan keripik kentang merupakan salah satu contoh kecil dimana kita hanya penikmat mimpi orang.

Kondisi kita tidak jauh berbeda dengan apa yang diceritakan oleh Jared Diamond dalam bukunya Gun, Germ, and Steel tentang pertanyaan Yali, seorang penduduk asli dari Papua New Genuine.

Yali bertanya: “Mengapa kalian orang kulit putih memiliki banyak sekali barang yang kalian bawa ke tempat kami? Sedangkan kami orang kulit hitam memiliki sedikit barang untuk diri kami sendiri”.

Baca juga: Navy SEAL AS Tewas Saat Naiki Kapal Diduga Angkut Komponen Iran untuk Rudal Balistik ke Houthi

Barang yang dimaksud oleh Yali dalam cerita Jared adalah produk dalam berbagai bentuk yang diimpor oleh negara-negara yang sedang berkembang, seperti Papua New Genuine dan Indonesia. Mulai dari bahan makanan, pakaian, mesin, dan berbagai produk elektronik.  

Untuk merubah cerita warung kopi dimana kita merupakan negeri yang kaya tapi tidak punya apa-apa adalah dengan menyatukan high class lumpoe dan daya juang.

Karena dari situ konsep pembangunan akan muncul. Lemahnya lumpoe dan daya juang merupakan ciri khas kelompok lamiet, walaupun mereka punya kekuatan tetapi tetap membutuhkan perintah untuk hidup.

Atau bisanya hanya membuat onar untuk mendapatkan sedikit keuntungan, namun mereka tidak mampu hidup mandiri karena tidak memiliki lumpoe untuk menjadi manusia bebas.

Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (VIII) - Al Mukammil: Soft Power dan Dansa Diplomasi

Bagi lamiet rebut sesama lamiet merupakan hal yang biasa untuk mendapatkan posisi yang lebih bagus daripada rebut dengan tuannya yang kemungkinan nyawanya akan menjadi taruhan.

Sepintas kata Development yang memiliki makna; pembangunan, pengembangan, peradaban, kemajuan, modern dan sebagainya merupakan sebuah kata yang sangat membingungkan.

Semenjak diperkenalkan secara resmi oleh Presiden Truman (presiden Amerika Serikat pada tahun 1947) telah membuat banyak negara berlomba-lomba untuk mengejar pembangunan.

Namun dalam prosesnya, sedikit negara atau masyarakat yang benar-benar memahami arti dari kata development tersebut.

Sebaliknya mereka malah mengakibatkan ketergantungan terhadap Barat dan Eropa. Dalam sejarah tidak jarang kita membaca bahwa banyak negara maju atau berkembang menjadi terbelakang.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved