Fenomena Begal Bukti belum Suksesnya Pemberdayaan Kaum Muda

Namun perlu dipahami bahwa femomena itu tidak terjadi secara serta merta. Ada akar masalah yang kemudian memicu aksi-aksi begal tersebut.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Akademisi UIN Ar Raniry, Dr Phil Saiful Akmal. 

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Maraknya aksi begal di wilayah Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar akhir-akhir ini cukup meresahkan warga.

Namun perlu dipahami bahwa femomena itu tidak terjadi secara serta merta. Ada akar masalah yang kemudian memicu aksi-aksi begal tersebut.

Menurut Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr phil Saiful Akmal MA, aksi begal ini adalah indikator belum berhasilnya kohesi sosial di masyarakat yang semakin bersekat-sekat (gated society), permisif dan tidak saling peduli.

Ia juga menyoroti bagaimana program-program pembedayaan kaum muda yang selama ini dilakukan oleh sejumlah pihaik, baik pemerintah maupun swasta, belum berhasil menyelesaikan akar masalah sesungguhnya.

“Selain kualitas dan kuantitas program yang cenderung menurun dan seringkali berorientasj jangka pendek, semakin membuat jurang pemisah sosial kian kentara,” kata Saiful kepada Serambinews.com, Senin (29/1/2024).

Siaful Akmal mengatakan, dalam konteks masyarakat urban yang semakin individualistik, akses pendidikan yang ditenggarai semakin mahal dan ekslusif membuat sebagian anak-anak muda semakin tersudutkan.

Belum lagi fakta bahwa akses untuk aktualisasi dan interaksi sosial semakin terbatas membuat deviasi sosial dan perilaku menyimpang menjadi semakin tidak terelakkan.

“Misalnya saja mereka tidak bisa atau tidak mampu bersekolah, orang tua tidak punya biaya, tetangga dan masyarakat juga tidak perduli atau tidak ada antisipasi preventif dengan kegiatan bermanfaat, mereka akhirnya mencari ruang berkumpul yang dianggap mau mendengarkan keluhan mereka,” jelas Saiful Akmal.

“Kaum muda kini tidak bisa lagi bertemu secara sosial di lapangan bola yang berubah menjadi lapangan futsal, lapangan voli berubah menjadi kompleks perumahan, taman dan kebun alami yang beralih fungsi menjadi ‘funland artificial’. Mereka semakin kekurangan perhatian dan tempat untuk berekspresi,” imbuhnya.

Akhirnya, lanjut Saiful Akmal, aksi begal bagaikan fenomena gunung es yang hanyalah efek samping sekaligus kumulasi dari belum tersentuhnya dan belum terselesaikannya hal-hal tersebut, ditambah lagi semakin tereduksinya peran keluarga dan masyarakat.

“Walhasil, mereka mencari perhatian, konsensi serta kompensasi sosial untuk menunjukkan eksistensi yang salah dan membahayakan diri, keluarga dan warga, menyalahi aturan agama, adat dan hukum yang ada,” tuturnya.

Akademisi UIN Ar-Raniry ini mendorong agar pemerintah berkolaborasi dengan elemen masyarakat sipil untuk merevitalisasi ruang dan akses kaum muda untuk mendapatkan dan menempatkan potensi mereka.

“Kita berharap orientasi program pemberdayaan kaum muda ini bisa bersifat jangka panjang dan berkelanjutan untuk meminimalisir akar masalah dasar yang selama ini kadang terlupakan,” demikian Saiful Akmal.(*)

Baca juga: BREAKING NEWS: Pekerja Ponsel Dibunuh Sosok Misterius di Depan Tempat Kerjanya, Polisi Buru Pelaku

Baca juga: Kronologi Pembunuhan Pekerja Ponsel di Gampong Gla, Warga Pidie Ini Tewas di Depan Usaha Pangkas

Baca juga: Parlemen AS: Serang Iran Sekarang! Seruan Balas Dendam atas Kematian 3 Tentara AS di Timur Tengah

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved